AMBON, Siwalimanews – Sampai saat ini tenaga anestesi masih sangat minim di Maluku. Inilah kendala terbesar yang dialami rumah sakit. Kota Ambon mislanya, RSUD Haulussy sangat mi­nim penata anestesi, padahal tanpa te­naga anestesi opera­si tidak bisa dila­kukan.

Ketua DPD Ikatan Penata Anastesi Indonesia (IPAI) Ma­luku, Harun Latulu­mamina saat mela­kukan rapat kerja ber­sama Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Selasa (19/10) mengungkapkan, berdasarkan data yang didapatkan dari sejumlah rumah sakit di Maluku, hampir setiap hari pasien yang hendak melakukan operasi cukup tinggi sementara tenaga anestesi minim.

Olehnya itu, ia meminta pemerin­tah daerah berikan kesempatan untuk tenaga anestesi diangkat jadi CPNS. Tanpa tenaga atau profesi anes­tesi ini, sebuah rumah sakit tidak akan mungkin melakukan operasi.

“Kami belum melihat dari rumah-rumah sakit mengajukan dalam bentuk usulan pengangkatan pega­wai negeri terhadap tenaga anes­tesi,” ungkap Harun

Menurutnya, dengan kekurangan tenaga anastesi pada rumah-rumah sakit maka kedepannya Pemerintah Provinsi Maluku sudah harus memikirkan untuk mengangkat profesi ini melalui pengangkatan CPNS maupun PPPK.

“Kasihan ada yang sudah meng­abdi tapi tidak ada peta jabatan untuk diisi di provinsi sementara jika kita mengacu pada aturan bahwa penghitungan jumlah operasi berdasarkan beban kerja maka satu kamar operasi minimal dua penata anastesi,” bebernya.

Harun menuturkan, jika rumah sakit memiliki kapasitas tiga kamar operasi, minimal harus memiliki tenaga penata muda anastesi seba­nyak enam orang, apalagi dengan jumlah pasien yang melakukan operasi setiap bulan mencapai 80-100 orang, maka penata muda anas­tesi harus lebih dari lima belas orang.

Harun tidak pernah meragukan para tenaga kesehatan khususnya perawat, tetapi dari aspek kompe­tensi anastesi akan sangat berbeda antara perawat dan penata muda anastesi.

Karena itu, IPAI Maluku berharap Komisi IV DPRD Provinsi Maluku dapat memperjuangkan harapan para tenaga anastesi yang hingga kini belum menjadi pegawai negeri.

Desak

Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku sekaligus Ketua Fraksi Partai Gerindra, Andi Munas­wir mendesak Pemerintah Provinsi Maluku untuk mengalokasikan anggaran bagi pembayaran gaji para tenaga penata anastesi yang tengah mengabdi pada rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Maluku.

“Kalau kita melihat mekanisme yang ada maka OPD yang mengu­sul­kan baik RSUD Haulussy mau­pun RSUD Umarela, 2022 sudah ha­rus ada realisasi,” tegas Munaswir.

Menurutnya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022 pada  Januari sudah harus terbayarkan karena merupakan hak para tenaga penata anastesi, sebab anggaran untuk pembayaran gaji tersebut berada diluar belanja modal rumah sakit sehingga tidak mempengaruhi anggaran rumah sakit.

Untuk mendukung pembayaran gaji tenaga anastesi maka Munaswir mendorong agar proses administrasi seluruh rumah sakit sudah harus bergerak untuk diselesaikan sebab waktu yang ada tengah berada pada bulan Oktober agar dapat terakomodasi dalam APBD tahun 2022.

Namun, jika tidak dapat diakomodir dalam APBD Tahun 2022 karena kelalaian ataupun keterlambatan administrasi maka Badan Anggaran DPRD Provinsi Maluku akan meminta untuk dianggarkan dengan skema apapun termasuk rekofusing anggaran di RSUD Haulussy maupun RSUD Umarela karena gaji merupakan hak yang dilindungi oleh UU.

“Mereka tidak meminta kenaikan gaji tapi meminta hak sesuai dengan amanat undang-undang, karena undang-undang menyatakan tenaga anastesi memiliki jabatan fungsional sehingga harus diberikan haknya,” tegas Munaswir. (S-50)