AMBON, Siwalimanews – Pengamat Kebijakan Pub­lik, Nathaniel Elake mengung­kapkan, jika kebijakan remu­nerasi Bank Maluku Malut diluar Rapat Umum Peme­gang Saham itu merugikan publik dan bank sendiri, maka Kejaksaan Tinggi Maluku harus segera usut.

“Kalau kebijakan strategi seperti itu berdampak pada kerugian bank dan kepenti­ngan publik, artinya tidak atas dasar keputusan RUPS maka harus dipertanggungjawab­kan dan aparat keamanan ha­rus mengusut,” ungkap Elake saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan kemarin.

Kata dia, kebijakan direksi yang merugikan publik, maka Kejaksaan Tinggi harus se­gera mengusut untuk menye­lamatkan kepentingan publik tersebut melalui proses hu­kum untuk menyelamatkan bank.

“Kalau kebijakan strategi seperti itu berdampak pada ke­rugian bank dan kepentingan publik artinya tidak atas dasar keputusan RUPS maka harus dipertanggungjawabkan dan aparat keamanan harus mengu­sut,” cetusnya.

Menurut Elake, RUPS merupa­kan lembaga tertinggi dalam per­seroan terbatas yang bertugas menentukan kebijakan yang me­nyangkut operasional artinya, direksi dan komisaris hanya mela­kukan kebijakan yang telah ditetapkan keputusan dalam RUPS.

Baca Juga: JPU Ungkap Peran Kadis PUPR SBB dalam Korupsi Inamosol

Prinsip dalam perbankan terse­but harus dilakukan dengan baik oleh direksi dan komisaris, jika tidak dilakukan maka tentunya telah menyalahi aturan dan meru­gikan kepentingan publik.

Kebijakan pembayaran remu­nerasi tanpa melibatkan perse­tujuan pemegang saham telah melecehkan kewenangan peme­gang saham maka, harus ada tindakan menghentikan pembaya­ran remunerasi yang melanggar aturan tersebut.

“Pemegang saham harus meng­ambil kebijakan dengan melaku­kan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa guna meminta pertanggungjawaban direksi dan komisaris termasuk untuk meng­hentikan proses pembayaran remunerasi, karena keputusan tertinggi ada RUPS,” tegasnya.

Lebih jauh kata dia, pemegang saham tidak  boleh membiarkan persoalan pembayaran remune­rasi ini terus terjadi tanpa adanya persetujuan pemegang saham, sebab ini menyangkut kepentingan bank.

Apalagi Bank Maluku-Malut saat ini sedang membutuhkan triliunan rupiah untuk menambah modal inti sesuai peraturan Bank Indonesia dengan batas waktu Desember 2024.

“Itu uang daerah, jadi RUPS harus dilakukan untuk melihat persoalan remunerasi ini, jangan sampai menguntungkan segelintir orang di bank dengan remunerasi yang besar. Ada cari yang susah tapi dihamburkan tanpa adanya persetujuan pemegang saham,” jelasnya.

Itu Pelanggaran

Sebelumnya, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpatti, Erly Leiwakabessy mengatakan, pem­ba­yaran remunerasi yang dilaku­kan oleh direksi Bank Maluku-Malut harus didudukan pada proporsi yang tepat.

Menurut Leiwakabessy, pemba­yaran remunerasi harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini membawakan konsekuensi jika undang-undang menegaskan, pembayaran remunerasi harus dilakukan dengan persetujuan pemegang saham dalam RUPS maka direksi harus mematuhi hal itu.

Dan kebijakan pembayaran re­munerasi di luar RUPS, kata Lei­wakabessy, adalah pelanggaran.

“Saya sepakat kalau memang pembayaran remunerasi itu harus sesuai dengan aturan artinya harus diputuskan oleh pemegang saham dalam RUPS, kebijakan diluar itu adalah pelanggaran,” jelas Leiwakabessy saat diwawan­carai Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (17/9).

Leiwakabessy menegaskan dengan adanya persoalan pemba­yaran remunerasi yang telah men­jadi isu publik, maka pemegang saham sudah harus bersikap untuk menjembatani persoalan pembayaran remunerasi.

“Sudah saatnya pemegang saham melakukan RUPS untuk menyelesaikan persoalan pemba­yaran remunerasi ini sesuai mekanisme, sehingga hak-hak yang didapatkan karyawan sesuai dengan aturan hukum,” tuturnya.

Pembayaran remunerasi harus didudukan pada proporsi yang sebenarnya, da nada dua aspek. Aspek pertama yaitu, setiap pega­wai yang bekerja baik di instansi pemerintah, BUMN/BUMD maupun swasta berhak mendapatkan insentif atau remunerasi dari perusahaan yang mempekerjakan.

Pasalnya, pembayaran remune­rasi bagi karyawan merupakan hal biasa dan wajib dijamin oleh pe­rusahaan artinya, jika perusahaan tidak menjamin hak-hak seperti remunerasi maka itu adalah bentuk pelanggaran hukum.

“Disatu sisi remunerasi itu adalah hak setiap karyawan yang harus dibayarkan oleh perusahaan tempat bekerja, artinya kalau dilihat dari aspek keadilan maka pem­bayaran remunerasi tersebut sah-sah saja dilakukan di Bank Maluku-Malut,” tuturnya.

Aspek kedua, lanjut Leiwaka­bessy, yang harus diperhatikan adalah pembayaran remunerasi harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan jika kebijakan diluar itu maka itu adalah pelanggaran. Sehingga pemegang saham harus menyele­saikan masalah ini. (S-20)