AMBON, Siwalimanews – Rapat Koordinasi untuk rekonsuliasi basudara Kei-Kailolo yang berlangsung di Balai Kota, Selasa (22/11) sore nyaris ricuh.

Adu mulut terjadi saat seorang ibu yang diketahui adalah warga Kei, dengan mengenakan pakaian dinas berlogo Pemprov Maluku, tiba-tiba memprotes saat pe­nandatanganan kesepakatan damai yang poin-poinnya telah disepakati bersama da­lam rakor tersebut.

Inti dari protes tersebut, ibu tersebut menolak menandata­ngani pernyataan kesepaka­tan damai.

Protesnya itu bahkan me­ngundang peserta rakor lain­nya untuk menyampaikan pen­dapat hingga terjadi adu mulut.

Bahkan salah satu anggota kepolisian yang bertugas dilo­kasi konflik kawasan IAIN ikut menyampaikan pendapatan­nya dengan mengatakan “Kalau (ibu) tidak mau berdamai, silakan jaga saja sendiri”.

Baca Juga: DPRD Desak Dinkes Anggarkan Insentif Nakes RS Lantamal

Adu mulut pun terjadi, hingga akhirnya sang ibu dengan terpaksa menandatangani kesepakatan damai itu sambil marah-marah.

Diketahui, pernyataan kesepakatan damai yang ditandatangani pihak Pertama, yakni perwakilan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dari Negeri Kailolo yang berdomisili di Kota Ambon dan sekitarnya.

Kedua, perwakilan Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dari masyarakat Kei yang berdomisili di Kota Ambon dan sekitarnya.

Sehubungan dengan adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak pada Selasa, 8 November 2022, sehingga terjadinya perkelahian, yang mengakibatkan kerugian materil dan korban luka yang diderita oleh kedua belah pihak, maka kami dari kedua belah pihak telah bersepakat, bahwa permasalahan yang terjadi telah diselesaikan secara kekeluargaan dan dimusyawarahkan secara damai.

Kegiatan ini berlangsung di ruang rapat Vlisingen Balai Kota Ambon JI. Sultan Hairun No. 1 Kelurahan Honipopu, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, yang dihadiri kedua belah pihak.

Adapun isi dari Kesepakatan perdamaian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yakni: (1) Kedua belah pihak saling memaafkan dan menghilangkan dendam di kemudian hari serta tidak membawa permasalahan pribadi menjadi permasalahan kelompok.

(2) Menyadari pentingnya perdamaian diantara kedua belah pihak namun tetap

meminta penegakan hukum terhadap oknum pelaku.

(3) Pembiayaan kerusakan/ pengobatan korban akibat pertikaian tersebut ditanggung oleh Pemerintah Kota Ambon. (4) Memahami bahwa kedua belah pihak merupakan keturunan Boiratan, sehingga perlu

diinisiasi Paguyuban Boiratan sebagai sarana perekat antara kedua masyarakat. (5) Menghidupkan kembali pangkalan ojek bersama (Pangkalan Ojek Rekonsiliasi).

(6) Pembangunan pos keamanan di wilayah IAIN yang dirangkap sebagai Balai Komunikasi Polisi Masyarakat (BKPM) guna menghindari potensi konflik disekitar IAIN. (S-25)