AMBON, Siwalimanews – Puluhan mahasiswa asal Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Aru melakukan aksi demo, Selasa (12/5) di Kantor Gubernur Maluku meminta Pemprov Maluku menerbitkan izin bagi mereka untuk pulang ke kampung.

Para mahasiswa yang menamakan diri mereka aliansi Mahasiswa Tenggara itu, melakukan orasi di pintu samping masuk halaman kantor gubernur, Jalan Raya Pattimura sekitar pukul 12.05 WIT.

Mahasiswa yang berjumlah 50 itu dibawa koordinator lapangan, M Faroqy Notanubun. Selain berorasi, mereka juga membawa sejumlah spanduk.

Dalam orasi, mereka mengaku kesal karena tidak diberikan kemudahan oleh pemerintah agar mereka bisa kembali ke kampung halaman.

“Kami minta gubernur membuka akses utama pelabuhan Yos Sudarso bagi mahasiswa yang ingin pulang ke kampung,” ujar Notanubun.

Baca Juga: Gustu Belum Terima Hasil Rapid Test Pedagang di Terminal

Saat ini banyak mahasiswa yang tidak bisa pulang kampung karena pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah padahal mereka juga bagian dari masyarakat Maluku.

Gubernur diminta dapat memulangkan mahasiswa asal Tenggara yang masih berada di Kota Ambon dan gubernur harus menyurati bupati dan walikota untuk membuka akses di sana.

“Kami minta gubernur menyurati bupati walikota agar membuka akses pelabuhan di daerah masing-masing agar kami bisa kembali,” pinta Notanubun.

Tidak sampai di situ, tingginya biaya rapid test bagi setiap orang yang akan melakukan perjalanan juga menjadi salah satu poin yang mereka sampaikan dalam orasi.

“Kami meminta kepada ketua gugus tugas Maluku agar dapat mempertimbangkan kembali biaya rapid test bagi mahasiswa yang pulang karena terlalu mahal,” ujarnya.

Setelah melakukan negosiasi, barulah sektar pukul 12.40 WIT, para pendemo diizinkan masuk di halaman kantor gubernur.

Ada empat perwakilan pendemo yang diperbolahkan melakukan tatap muka dengan Sekda Maluku, Kasrul Selang di ruang rapat lantai II kantor gubernur.

Dalam pertemuan itu, perwakilan pendemo menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah yakni pertama, mereka melakukan aksi untuk menuntut kepulangan ke kampung, karena mereka sangat merasakan penderitaan akibat Covid-19.

“Kami juga tidak akan membebankan pemerintah daerah namun kami inginkan untuk kembali ke keluarga,” ujar Notanubun.

Kedua, mahasiswa asal Maluku Tenggara sampai saat ini tidak mendapatkan bantuan sembako atau masker dan lain dari Pemerintah Provinsi Maluku.

“Permintaan kami mendapatkan masker dan sembako tidak direspon pemerintah daerah sehingga kami merasakan pelayanan kepada kami yang tidak wajar,” tandas Notanubun.

Ketiga, mereka akan menjalani prosedur apabila tiba di daerah, yaitu isolasi sesuai prosedur.

“Kami menekankan ingin pulang karena kami tidak tahu sampai kapan jangka waktu masa inkubasi virus ini selesai, sehingga kami tidak bisa memaksakan keadaan kami saat ini,” ujar Notanubun.

Keempat, mereka berharap Pemprov Maluku menyurati pemerintah daerah untuk membuka akses pelabuhan Kota Tual dan Aru untuk mahasiswa yang berada di Kota Ambon.

Menanggapi tuntutan mahasiswa, Kasrul Selang mengatakan, saat ini Kota Ambon adalah zona merah, sehingga permintaan dari tiap bupati agar batasi setiap orang yang akan pulang ke kabupaten masing-masing.

“Jadi kita menjalankan permintaan setiap kepala daerah untuk membatasi oranh untuk pulang dari Ambon ke kabupaten masing-masing,” kata Kasrul.

Pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, kata Kasrul, juga hanya menjalankan prosedur sesuai keputusan Menteri Perhubungan yang melarang mudik.

“Dalam rangka memutuskan mata rantai penyebaran maka mudik dilarang, dan apabila kami mengizinkan, maka kami melanggar keputusan pemerintah pusat,” jelas Kasrul.

Terkait dengan masalah sembako, Gugus Tugas Maluku telah melakukan rapat dengan semua rektor agar mahasiswa tidak boleh dipulangkan dan diberikan sembako.

“Seluruh mahasiswa yang tidak pulang kampung akan diberikan bantuan sembako,” ujar Kasrul.

Setelah mendapat penjelasan, para mahasiswa membubarkan diri.

Kasrul kepada wartawan menegaskan, pihaknya tidak bisa memberikan izin kepada mereka untuk pulang kampung.

“Pulang kampung tetap kita larang, kecuali memang emergensi atau keperluan mendadak akan diberikan izin itupun dengan prosedur yang sangat ketat,” tegasnya. (S-39)