AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon Richard Louhena­-pessy memastikan, pembatasan so-sial berskala besar (PSBB), mulai berlaku hari ini, Senin (22/6), sesuai Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2020.

Perwali yang mengatur PSBB itu berisi 84 pasal mulai berlaku pukul 00.00 WIT dan mengatur semua pembatasan selama dua minggu.

Diharapkan warga Kota Ambon berada di rumah serta me­niadakan kegiatan di luar yang tidak perlu, demi me­motong mata rantai Covid-19.

Louhenapessy menjelaskan, penerapan PSBB yang dimulai Senin, 22 Juni sampai dengan Selasa, 23 Juni 2020 itu, pihak­nya melakukan secara persu­asif. Setelah itu, sanksi tegas mulai diberlakukan pada Rabu, 24 Juni 2020.

“PSBB berlaku itu Senin (hari ini Red). Nah, sosialisasi mulai dari Sabtu sampai Minggu. Kemudian Senin dan Selasa itu kita terapkan secara persuasif. Nanti Rabu (24/6) baru mulai penindakan,” ujarnya kepada wartawan di Hotel Marina Sabtu (20/6).

Baca Juga: Kementan Fasilitasi 10 Ton Bawang Merah ke Ambon

Dikatakan, dalam masa PSBB ada sejumlah sektor yang dibatasi dian­taranya sektor sosial budaya, pendi­dikan, tempat kerja, moda trans­portasi dan pergerakan orang, ke­aga­maan serta fasilitas umum.

“Untuk pembatasan itu ada enam sektor yakni pendidikan, sosial budaya, tempat-tempat kerja, moda transportasi dan pergerakan orang, keagamaan serta fasilitas umum,” jelasnya.

Sektor-sektor tersebut akan dipim­pin langsung oleh penanggung ja­wab sektor yang dikoordinasi Kasat Pol PP. Seluruh tugas dan tanggung jawab diback up TNI dan Polri.

“Jadi, tiap-tiap sektor itu dipimpin penanggung jawab sektor. Misalnya untuk pendidikan  yang bertang­gung jawab kadis pendidikan ditam­bah dengan sub bidangnya, baik itu sekolah maupun bidang pendidikan non formal. Itu juga didampingi unsur TNI dan Polri. Begitupun dengan sektor-sektor lainnya,” tutur Louhenapessy.

Louhenapessy menghimbau ke­pada seluruh masyarakat Kota Ambon taati Perwali 18/2020. Dalam Perwali itu terdapat kegiatan masya­rakat dibatasi. Jika ada yang melang­gar, resikonya sanksi tegas menanti.

Seperti kegiatan-kegiatan usaha dibatasi dari Pukul 08.00 WIT sampai dengan pukul 20.00 WIT. “Jadi toko-toko yang terkait dengan kebutuhan hari-hari dan kebutuhan ekonomi apakah itu mall, indo­maret, alfamidi, mulai beroperasi pukul 08. 00 WIT-20.00 WIT. Jadi pergerakan orang itu nanti berakhir pukul 23.00 WIT, kecuali sakit dan dalam per­jalanan pulang dari luar kota ke Ambon,” ungkap Louhenapessy.

Ditegaskan, ada sanksi apabila masyarakat melanggar sejumlah aturan dalam Perwali Nomor 18 Tahun 2020. Sanksi itu berupa administrasi hingga denda. Semua sanksi tersebut diatur dalam Bab IX, pasal 79 Perwali 18/2020.

Pasal 79 menyebutkan, pertama Wa­likota mengenakan sanksi admi­ni­strartif terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang, pelaku usaha/atau badan hukum selama pemberlakuan PSBB.

Kedua, sanksi administrartif seba­gaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran lisan, teguran tertu­lis, pengamanan barang dan/atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran, pembubaran, pember­hen­tian sementara kegiatan, pembe­kuan izin, denda administratif, dan/atau tindakan lain yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan atau atau pemilihan.

Ketiga, denda administratif seba­gaimana dimaksud ayat (2) huruf h paling sedikit Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah) dan paling banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

Keempat, Walikota dapat melim­pahkan kewenangan pengenaan san­ksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gugus Tugas Kota Ambon dan atau perangkat daerah  sesuai de­ngan tugas dan fungsi masing-masing.

Kelima, denda administratif seba­gaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h digunakan untuk penanga­nan pencegahan penyebaran Covid-19 di Kota Ambon.

Ia juga menegaskan selama masa PSBB, apabila kedapatan masyara­kat kota Ambon keluar rumah tanpa menggunakan masker, akan dikena­kan denda sebesar Rp.50 ribu.

“Ada tiga sanksi yang berlaku se­lama PSBB, pertama sanksi admi­nistrasi berupa teguran sampai pada pencabutan ijin usaha, kedua sanksi denda dari Rp.50.000 sampai Rp.30.000.000,- dan ketiga sanksi hukum,” tegas Louhenapessy.

PPNS Dilibatkan

Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kota Ambon dilibatkan dalam tim pemberlakuan PSBB untuk memantau pelanggaran yang terjadi di lapangan selama dua minggu.

“Apabila dalam PSBB ditemukan pelanggaran yang mengarah pada sanksi, maka PPNS akan bekerja sesuai mekanisme dan wewenang yang diberikan oleh undang-un­dang, sehingga kita tidak disalahkan dalam menerapkan PSBB,” beber Louhenapessy.

Diakuinya, dua minggu pelak­sanaan PKM merupakan pengala­man dan diharapkan bisa mendo­rong aparat yang terlibat dalam tim PSBB bekerja  lebih baik lagi. Selama PKM, kemarin, terdapat  beberapa hal yang perlu diperbaiki sehingga saat pelaksanan PSBB dua minggu kedepan dapat berjalan sesuai meka­nisme.

Izin Lintas Wilayah Dipersoalkan

Sementara itu, warga di jazirah Sa­lahutu dan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah dan sejumlah sopir angkutan kota dalam provinsi (AKDP) jurusan Suli, Tulehu, Liang mempersoalkan izin jalan lintas wilayah.

Mereka khawatir, peristiwa yang sama akan dialami saat Pemkot berlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) tanpa sosialisasi beberapa waktu yang lalu. Dimana saat itu ketika para sopir dan pe­numpang dari jazirah Salahutu itu melewati perbatasan Malteng di Waitatiri dan hendak masuk ke Desa Passo yang notabane wilayah Kota Ambon,  mereka dihadang oleh petu­gas penjagaan di pintu masuk pos dengan melakukan pemeriksaan yang cukup ketat.

Para sopir AKDP itu diperintahkan turunkan penumpang yang tidak memiliki surat keterangan kesehatan dan tidak diizinkan untuk melan­jutkan perjalanan. Para penumpang yang disuruh balik, tidak mau membayar ongkos angkot. Hal ini yang membuat para sopir marah, karena merasa dirugikan.

Olehnya Pemkot Ambon diharap­kan tidak mempersulit mereka dengan surat-surat izin menyusul penerapan Pembatasan Sosial Ber­skala Besar (PSBB) terhitung hari ini Senin (22/6).

Baik warga maupun sopir AKDP berharap, Pemkot hanya mengukur suhu tubuh sebagaimana yang di­sam­paikan Gubernur Maluku, Mu­rad Ismail tanpa harus menagih dokumen berupa surat keterangan.

Salah satu warga Desa Suli, Ke­camatan Salahutu, Rido Matahele­mual meminta agar Pemkot Ambon tidak mempersulit dirinya saat akan melakukan perjalanan ke Kota Ambon.

“Saya ini kan tinggal di Suli tetapi bekerja sebagai salah satu pegawai BUMN di Kota Ambon. Otomatis kita harus mengantongi surat kete­rangan sehat, namun kami meminta agar pemerintah Kota Ambon tidak mempersulit kami. Saya harap pe­tugas cukup mengukur suhu tubuh sebagaimana yang disampaikan pak gubernur dan bukan periksa doku­men berupa surat jalan baik KTP, surat keterangan sehat dan lain se­bagainya,” ungkap Matahelemual, kepada Siwalima, melalui telepon se­lulernya, Minggu (21/6).

Hal senada diungkapkan Yunus Pesuarissa, warga Desa Hatu, Keca­matan Leihitu Barat, yang sehari-hari beraktivitas sebagai sopir angkot. Ia mengaku dengan adanya aturan bahwa harus memiliki surat kete­rangan sehat dari puskesmas sangat mempersulit dirinya.

“Sebagai sopir angkot, kami me­rasa sulit dengan harus menganto­ngi surat keterangan sehat karena antrian yang panjang apalagi di saat Covid ini, bisa abis waktu di pus­kesmas sementara katong mancari juga dibatasi dengan waktu. Kalau mau jujur surat keterangan sehat ini sangat mempersulit katong orang-orang kecil ini. Jadi sebaiknya kata pak gubernur cukup petugas ukur katong suhu tubuh saja, tidak perlu periksa surat-surat lagi,” tandasnya, melalui telepon selulernya, Minggu (21/6).

Ia juga meminta agar pemerintah dalam menerapkan aturan tidak dis­kriminasi. “Jangan ada diskriminasi, kalau aturan diterapkan juga harus berlaku untuk semua orang, jangan tebang pilih. Bukan untuk masya­rakat kecil saja tetapi pejabat dilo­loskan saat penjagaan di pos-pos perbatasan,” katanya.

Minta tidak Persulit Warga

Seperti diketahui, saat Pemkot memberlakukan PKM, Gubernur Maluku, Murad Ismail meminta tidak mempersulit akses warga Jazirah Leihitu  dan Salahutu untuk masuk ke Kota Ambon.

“Saya sudah koordinasi dengan Kapolres Pulau Ambon dan Walikota Ambon, agar warga Jazirah Leihitu dari Kecamatan Leihitu, Leihitu Barat dan Salahutu, boleh ke Ambon, diberikan perlakuan khusus karena kita masih satu pulau,” kata Murad di Ambon, Selasa (9/6).

Dikatakannya, lebih dari 40 persen orang Jazirah yang ke Ambon itu tujuannya untuk kepentingan eko­nomi. Untuk masuk ke Ambon, kata dia, tidak perlu lagi harus dibebani dengan persyaratan dokumen yang memberatkan masyarakat, atau harus meminta izin dari siapun.

“Cukup kalian diperiksa dengan alat pengukur suhu tubuh di pos-pos pemeriksaan di daerah perba­tasan Kota Ambon dan Maluku,” katanya.

Terkait persoalan ini, gubernur langsung berkoordinasi dengan Kapolres dan Walikota. Untuk itu, dia meminta agar masyarakat dapat menahan diri dan tidak berbuat gaduh.

“Jadi, tidak ada larangan untuk ke Kota Ambon. Itu yang sudah saya bicara dengan Pak Walikota dan Ka­polres. Jangan marah, karena ini hanya soal koordinasi, dan saya su­dah koordinasi. Warga Jazirah boleh ke Ambon, yang penting saat mele­wati pos tetap menjalani pemerik­saan suhu tubuh,” jelasnya. (Mg-6/S-16)