Proses Pemilihan KPN Amahusu, Masih Terhambat Penetapan Mata Rumah
AMBON, Siwalima – Proses pemilihan Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) Amahusu, hingga saat ini belum dapat dilaksanakan, lantaran masih terhambat adanya tarik ulur penetapan mata rumah parentah.
Padahal, niat Pemerintah Kota Ambon bersama DPRD, dalam hal ini Komisi I untuk menyelesaikan seluruh persoalan ini dalam waktu yang tidak terlalu lama, namun sayangnya terkendala oleh persoalan internal masing-masing negeri yang hingga kini masih berputar soal mata rumah parentah.
Penolakan dari pihak-pihak yang merasa tidak puas atas segala keputusan yang telah diambil oleh saniri negeri bersama pemerintah negeri, menambah panjang problematika pada negeri itu sendiri. Untuk Kecamatan Nusaniwe, terdapat dua negeri yang belum tuntas soal kepemilikan raja definitif, yakni Negeri Amahusu dan juga Seilale.
Dalam rapat yang berlangsung di Ruang Paripurna DPRD Kota Ambon, Selasa (14/2) kemarin, Komisi I menerima puluhan warga Amahusu dari Mata Rumah da Costa dan juga Siloy tiga Moyang, yang turut dihadiri Asisten I Pemerintah Kota Ambon.
Dimana dalam pertemuan itu, ada penolakan dari salah satu pihak terhadap Peraturan Negeri Amahusu yang tahapnya baru pada uji publik itu.
Baca Juga: Rumah Warga Kampung Timur Ludes TerbakarKetua Komisi I DPRD Kota Ambon, Jafri Taihutu, kepada Siwalima, di Ruang Komisi I DPRD Kota Ambon, Rabu (15/2) menuturkan, problem di Amahusu, berkaitan dengan Perneg yang telah dibuat oleh Saniri Negeri, yang mana ketika masuk pada tahapan uji publik, kemudian terjadi dinamika yang berujung pada penolakan terhadap draf dari Perneg yang salah satu poinnya terkait mata rumah parentah.
“Dalam rapat kemarin, kita belum masuk pada inti persoalan sebenarnya. Tapi Amahusu itu sama dengan negeri- negeri lain di Ambon. Prinsipnya adalah, kami ingin proses pemilihan KPN atau raja di Ambon ini, semuanya berjalan secara baik. Kemarin kami rapat, kami undang pemkot, tapi karena ada kunjungan kerja ketua tim, sehingga rapat kemarin itu prinsipnya hanya mendengarkan apa yang menjadi substansi pengaduan dari masyarakat,” ucap Jafri.
Namun demikian kata Jafri, pihaknya sudah mendapat gambaran perihal persoalan tersebut dan pada prinsipnya, saat pembuatan perneg, saniri negeri telah melibatkan akademisi hukum dari Unpatti untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum, termasuk memberi pertimbangan-pertimbangan akademis.
Oleh karena itu, rekomendasi komisi juga perlu dihadirkan sejarawan, agar pendekatannya jauh lebih baik, selanjutnya, komisi akan mengagendakan rapat ulang untuk bicarakan kerja-kerja di Amahusu kedepan.
“Sekaligus mereka meminta referensi memasukan data, informasi seputar apa yang jadi substansi, historis tentang mata rumah yang ada di Amahusu itu. Kami berharap, setelah Unpatti dilibatkan, maka saniri negeri bisa bekerja juga menjawab apa yang menjadi penolakan, sehingga kelak nanti akan diumumkan atau uji publik masyarakat,” jelasnya.
Selanjutnya jika masyarakat bisa menerima dan saniri negeri kemudian menetapkan dua mata rumah itu, maka selanjutnya Penjabat Walikota akan melakukan pelantikan.
“Jadi sepintas, yang terjadi di Amahusu adalah, Siloy dulu itu yang dibaptis pertama oleh Portugis dan namanya berubah menjadi da Costa. Jadi da Costa itu Siloy dan Siloy itu da Costa, hanya soal mereka mustinya duduk bersama lalu bicarakan itu, apakah memang mereka harus putuskan mata rumah parentah adalah Siloy yang marganya adalah Siloy dan da Costa, atau langsung mata rumah parentah itu Siloy dan da Costa. Jadi kami belum gali persoalannya dan bagaimana isi pernegnya juga seperti apa, karena masih dalam proses penyusunan,” beber Jafri.
Untuk itu tambah Jafri, saniri negeri akan melakukan uji publik kedua dan akan menyampaikannya ke Pemkot Ambon dan juga DPRD, untuk nantinya dilihat bersama lagi.
“Saya mau bilang, begini, bahwa DPRD hanya lakukan tugas mediasi, keputusannya ada pada negeri itu sendiri, ada pada mata rumah itu sendiri. Jadi kita sistemnya fasilitasi, mendukung apa yang jadi pergumulan dari negeri itu,” tandas Jafri. (S-25)
Tinggalkan Balasan