AMBON, Siwalimanews – Kapolres Kepulauan Aru, AKBP Dwi Bachtiar Rivai me­ngungkapkan modus operandi kasus Tindak Pidana Perdaga­ngan Orang (TPPO) di Karaoke New, Kota Dobo.

Kasus ini telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan oleh Reskrim Polres Kepulauan Aru

Kasus tersebut, lanjut Kapol­res patut diduga telah meme­nuhi kualifikasi tiga elemen uta­ma dalam tindak pidana per­dagangan orang.

“Yakni, unsur perekrutan; pe­ngiriman, penerimaan penyalah­gunaan kekuasaan/posisi ren­tan, penjeratan utang dan mem­berikan pembayaran sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain yang dilakukan di dalam negara untuk tujuan meng­eksploitasi orang tersebut di wilayah Negara RI,” ujar Kapolres dalam rilisnya kepada wartawan di Dobo, pekan lalu.

Peningkatan kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan setelah, tim penyidik melakukan gelar per­kara dan kesimpulannya kasus ter­sebut ditingkatkan ke penyidikan.

Baca Juga: Akademisi Minta Manajemen RS Haulussy Bantu Jaksa Bongkar Korupsi

“Telah dilakukan gelar perkara pada Kamis (4/1) dengan reko­men­dasi/kesimpulan meningkatkan status penyelidikan laporan dimak­sud ke tahap penyidikan,” ujar Kapolres.

Selanjutnya, kata Kapolres, penyidik akan menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi terhadap sembilan orang ladies club (LC) dan pemilik/pengelola Karaoke New Platinum dengan inisial EG dan LD (Suami-Isteri).

Selain itu, tambah Kapolres, tim penyidik juga akan melakukan pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri  Kepulauan Aru,” tuturnya.

Kapolres menyebutkan, sesuai dengan laporan pelapor/ korban inisial SM alias Mami Klaudia dengan laporan polisi Nomor : LP/GAR/B/286/XII/2023/SPKT. Reskrim Kepulauan Aru/Polda Maluku pada 29 Desember 2023, maka hari itu juga langsung dikeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP. Lidik/382/XII/RES.1.1.5/ 2023/ Reskrim.

Dalam proses penyelidikan, lanjut Kapolres, penyelidik langsung melakukan interview terhadap sembilan orang LC Karaoke New Platinum.

“Selain itu juga telah dilakukan penerimaan terhadap barang bukti (BB) berupa foto/dokumentasi bill/nota minum, slip pendapatan-premi minuman, catatan hutang dan bukti transfer uang pembayaran minuman plus Open BO,” ungkap Kapolres.

Dijelaskan, terdapat sejumlah modus operandi dalam TPPO dimaksud. Pertama, perekrutan bekerja di Karaoke New Platinum. Yaitu, awalnya pada Maret 2022, korban yang sementara berada di Bitung-Wangurer Timur, dihubungi oleh saudari LD untuk ditawari pekerjaan sebagai LC di karaoke miliknya yang ada di Dobo, dan menawarkan korban untuk mengambil cash sebesar Rp8 juta.

Korban juga diiming-iming oleh saudari LD bahwa nanti kalau bekerja di Dobo akan mendapatkan banyak uang hingga puluhan juta. Selain itu, disampaikan bahwa tiket perjalanan ditanggung oleh bos dengan kontrak paling lama tiga bulan.

“Karena tergiur, korban mengiyakan tawaran tersebut. Dan beberapa hari sebelum berangkat, dua orang teman korban yang inisial ET dan PBD ikut menawarkan diri untuk bekerja di karaoke. Korban lalu menghubungi LD dan mereka mau diterima. Dan akhirnya korban bersama dua temannya dibelikan tiket oleh LD untuk berangkat ke Dobo,” ungkap Kapolres.

Korban dan dua temannya, kemudian berangkat dari Bitung pada 7 April 2022 menuju Dobo dengan transit di Makassar dan Ambon. Setibanya di Dobo, kor­-ban bersama ET dan PBD dijemput di bandara dengan menggunakan angkot oleh EG dan LD.

“Kemudian korban di bawa ke Karaoke New Platinum Dobo dan malamnya korban dipekerjakan sebagai Ladies Club,” tuturnya.

Modus operandi kedua adalah, penjeratan Utang dengan total sebesar Rp29 juta. Dengan rincian, tiket keberangkatan Bitung-Makassar-Dobo Rp12.000.000, cash bon Rp8 juta, cash bon beli emas Rp9 juta, cash bon Rp1 juta, uang cash akibat ladies tidak datang Rp8.200.000, seragam wajib karaoke Rp750 ribu, seragam wajib karaoke warna pink Rp750 ribu, seragam wajib karaoke warna hijau Rp750 ribu, seragam wajib karaoke celana panjang Rp750 ribu.

“Ada juga rambut sambung Rp2 juta, Cream Wajib Rp 450 ribu, wajib suntik KB potong gaji dan obat diet sebesar Rp750 ribu,” papar Kapolres.

Modus operandi ketiga adalah exploitasi. Dimana, gaji per bulan tidak ada, tergantung pada uang bokingan sebesar Rp350 ribu/5 jam, namun LC hanya dibayarkan Rp175 ribu. Kemudian fee dari minuman bir Rp10 ribu/botol, minuman import (GOL A) fee disamakan bir 12 Botol (dikurangi 1 botol untuk karyawan  lembur) Rp110 ribu

“Kalau ladiesnya ada dua orang berarti dikurangi dua botol dan seterusnya. Ada juga fee dari soft drink Rp 3.000/ botol, snack Rp5.000/ bungkus, open BO Rp2 juta, hanya saja uang tersebut tidak diterima oleh LC melainkan masuk ke karaoke. Dimana open BO sudah 15 kali,” beber Kapolres.

“Cash/denda jika terlambat, berkelahi didenda Rp5 juta plus buka meja tiga hari berturut-turut minimal 10 botol+rokok 1 bungkus, tisu 1 dan uang bokingan Rp350 ribu. Dan mereka diarahkan oleh Linda untuk sering-sering BO biar cepat bayar utang,” tambahnya.

Mirisnya, kata Kapolres, para LC hanya makan satu kali dalam sehari. Dan khusunya hari Minggu, mereka tidak diberi makan.

“Mereka (LC) juga tidak boleh kemana-mana dan dikunci di dalam dengan pengawasan dari pegawai TAPOL (manager), Cici. LC juga wajib minum harus minimal 15 botol per sekali boking,” katanya.

Kapolres juga membeberkan alasan para LC tersebut lari dari karaoke karena merasa tertekan dan sudah tidak tahan lagi. Apalagi sebenarnya utang-utang tersebut sudah lunas, namun masih ada terus utang yang harus dibayar LC.

“Sebelumnya ingin melapor tapi tidak berani karena takut laporan tidak di proses dan pada saat kasus Karaoke Paradise diproses, kemudian kami di tempatkan di rumah kontrakan, sehingga kami melaporkan kejadian tersebut,” kata Kapolres mengutip pengakuan korban.

Berdasarkan hasil penyelidikan awal yang dilakukan patut diduga merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) attau ayat (2) Juncto Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Bahwa dalam perkara TPPO ini, pelaku kehilangan hak tagihnya atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban jika utang atau perjanjian lainnya tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban. Penyidikan perkara ini juga akan mempertimbangkan bilamana ada upaya-upaya pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan yang sedang berjalan,” tegas Kapolres. (S-26)