NAMLEA, Siwalimanews – Polres Pulau Buru marathon me­meriksa 81 kepala desa di Kabupaten Buru Selatan guna mengungkap du­gaan korupsi Dana Desa (DD) bernilai Rp4,05 miliar.

Anggaran jumbo itu digunakan untuk belanja paket bantuan penang­gulangan tanggap darurat Covid-19 dari CV Tarana Jaya Mandiri Rp50 juta per desa.

Selain itu, ada setoran tunai dari ADD langsung kepada Dinas BPMD Kabupaten Buru Selatan dari 81 desa dengan nilai variatif Rp 49 juta  sampai Rp59 juta per desa yang bila di­jumlahkan juga mencapai Rp 4 miliar lebih.

Kepolres Pulau Buru, AKBP Egia Febri Kusumawiatmaja kepada war­tawan di ruang kerjanya, Selasa (8/7)

Menurutnya, kasus ini masih dalam penyelidikan dan ditangani secara serius Polres Buru dengan meminta keterangan kepada para kades.

Baca Juga: Selundupkan Sabu, Pemuda ini Divonis 6 Tahun Bui

“Sudah 17 kades yang dimintai ke­terangan,” ungkap Egia Febri ke­pada wartawan, Selasa siang (8/6).

Menurut Egia, ke-81 kades ini akan dimintai keterangan secara marathon. Setiap Minggu ada kades yang dipanggil untuk dimintai ke­terangan sehingga tuntas menjang­kau  81 kades.

Sementara itu, Kasat Reskrim Iptu Handry Dwi Ashari mengungkapkan, untuk mempermudah Tipikor me­mintai keterangan, pemanggilan kades dilakukan per kecamatan. Di­awali dengan para kades di Keca­matan Namrole.

“Minggu ini lanjut pemeriksaan seluruh kades di Kecamatan Kepala Madan,” ujarnya.

Kepala Dinas BPMD Bursel, Umar Mahulete dan lainnya baru akan dimintai keterangan setelah tuntas diperiksa 81 kades.

“Kadis BPMD sendiri kita belum sampai ke sana. Rencana kita sete­lah 81 kades diambil keterangan baru kita lakukan pemeriksaan terha­dap yang bersangkutan,” katanya.

Egia mengakui kasus ini tergolong besar yang sedang ditangani Polres Pulau Buru. Polisi melakukan pe­nyelidikan setelah ada laporan dari masyarakat.

“Ini kita masih terus minta kete­rangan dahulu, belum bisa kita simpulkan apa-apa,”tutur Febri.

Kata dia, polisi masih perlu menggali informasi lebih banyak, terutama dari para kades sesudah itu barulah polisi menyimpulkan kasus ini seperti apa.

“Kami belum bisa mengambil kesimpulan untuk menindaklanjuti dari penyelidikan menjadi penyidi­kan sebelum selesai memeriksa 81 kades,” akuinya.

Kapolres dan jajarannya terus menggali dan mendalami masalah ini, karena terbukti ada dugaan mono­poli di praktek belanja pengadaan tersebut yang diwajibkan para kades beli dari CV Tarana Jaya Mandiri.

Dari praktek monopoli tersebut, terungkap pula ada dugaan pema­halan harga barang untuk seluruh  item belanja.

Beberapa orang dekat kades di Buru Selatan mengungkapkan kepa­da awak media, kalau para kades wajib belanjakan Rp 50 juta per desa dari CV TJM. Padahal bila dibe­lanjakan langsung dalam item-item barang tersebut, nilai totalnya tidak mencapai separuh harga dari setoran Rp.50 juta.

Terjadi pemahalan dimana-mana. Salah satunya Alat Fogging buatan Cina Longray TS35A standar WHO yang harga pasarannya hanya Rp 5 juta per unit, wajib dibeli dari  oleh CV TJM seharga Rp.22 juta.

Dari item pemahalan harga fogging itu, CV Tarana Jaya Mandiri me­raup keuntungan berkali lipat ganda sampai mencapai Rp 1 miliar lebih.

Demikian juga terjadi pemahalan harga handzanititer cair yang di pasaran dilego Rp.100 ribu  dan termahal Rp.199  ribu per galon, oleh perusahan CV TJM dilepas ke desa-desa dengan harga Rp.2,7 juta untuk 3 galon atau Rp.900 ribu per galon.

Kemudian dispenser hand zani­teser cair yang seharga Rp.20 ribu per buah dimahalkan menjadi Rp. 1 juta untuk lima buah atau Rp.200 ribu per buah.

Sodium Hydroclorite atau kaporit cair (NaOCl) yang harga pasaran tertinggi hanya Rp.85 ribu ukuran 5 liter, dimahalkan menjadi Rp.1,56 juta per 3 unit galon atau Rp.520 ribu per galon.

Pemahalan lainnya terjadi pula di thermometer gun atau pendeteksi suhu tubuh dengan harga standar di pasaran hanya Rp.300 ribu per unit dinanipulasi menjadi Rp.3 juta per unit.

Selanjutnya, alat penyemprot kuman yang di pasaran harga di kisaran Rp.400 ribuan per unit dimahlkan menjadi Rp.5,24 juta per 2 unit atau Rp. 2,62 juta per unit.

Masker dispro yang di pasaran hanya Rp.75 ribu per box, dima­halkan juga menjadi Rp.400 per box dan wajib dibayar 5 box untuk setiap desa.

Terakhir harga tong air yang nilai­nya kurang dati dua jutaan per unit ikut dimakahkan menjadi Rp.5 juta per unit.

Hanya di perlengkapan coveral com­plete yang harganya cukup wajar Rp.2,85 juta per unit. Tiap desa wajib belanjakan dua unit seharga Rp.5,7 juta.

Ini belum termasuk setoran ADD dalam bentuk uang kontan langsung  ke Dinas BPMD yang tidak jelas digunakan untuk apa.

Menanggapi lebih jauh masalah tersebut, Kapolres Egia Febri mengatakan, pihaknya masih terus menggali informasi dari seluruh kades agar tuntas.

Soal dugaan keterlibatan bukan hanya Kadis BPMD, Umat Mahu­lete, tapi diduga pula melibatkan Bupati Tagop Sudarsono Solisa, dengan tegas Febri mengatakan tergantung hasil penyelidikan nanti.

“Nanti setelah selesai periksa 81 kades nanti akan saya sampaikan progres kemajuan pemyelidikan dugaan kasus korupsi ini kepada teman-teman wartawan,” janji Febri.

Ditambahkan, dalam penanganan kasus-kasus korupsi, polisi punya visi yang sama dengan kejaksaan, bahwa pengembalian kerugian negara itu tidak kalah penting disamping pemidanaan kepada para pelakunya.

“Pengembalian kerugian negara juga lebih diutamakan sehingga uang negara yang dicuri itu bisa kembali. Ini dalam konteks pena­­-nganan korupsi yang ditangani polisi,” tandas Febri. (S-31)