AMBON, Siwalimanews – Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena mengungkapkan, kasus dugaan korupsi dana Covid Kabupaten Maluku Tenggara masih perlu pendalaman keterangan saksi-saksi.

Hal ini diungkapkan Soumena menyikapi tuntutan berbagai kalangan yang menilai kasus ini jalan di tempat.

Dalam penyelidikan kasus dana Covid Malra, tim penyidik Ditres­krimsus Polda Maluku telah me­meriksa sejumlah saksi baik mantan Bupati Malra, M Taher Hanubun, Sekda, Ahmad Yani Rahawarin serta sejumlah pimpinan OPD

“Kasus dana Covid Malra kita masih lidik, karena dari keterangan beberapa saksi memang perlu lagi untuk kita dalami, sehingga apa yang nanti kami cari untuk  men­dukung penyelidikan kasus ke penyidikan tidak terlalu lama,” jelas Soumena kepada wartawan di Mako Krimsus, Kamis (8/8).

Soumena mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu lebih lama untuk mengungkap kasus tersebut.

Baca Juga: Ririmasse Datangi Polresta Ambon, Saniri Pendukung Bodewin Dipolisikan

“Memang untuk kasus korupsi kita butuh waktu yang cukup lama, karena dokumen dan alat bukti yang kita butuhkan tidak semudah kasus-kasus pidana umum, “pungkasnya.

Untuk diketahui informasi yang diperoleh Siwalima terindikasi anggaran dana Covid Malra berpotensi korupsi.

Hal ini karena anggaran tersebut mengalami perubahan, dan perubahan tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.

Kepada Siwalima, Selasa (31/10) sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menyebutkan, dalam laporan pertanggungjawaban dana covid anggaran yang awalnya tertera sebesar Rp36 miliar di tahun 2020, selanjutnya anggaran tersebut direvisi menjadi Rp40 miliar.

Selain itu dari jumlah anggaran tersebut, lanjut sumber, terindikasi ada selisih 70 miliar yang diduga dikorupsi namun ada dalam doku­men pertanggungjawaban bagian keuangan Pemkab Malra.

Mirisnya lagi, kata sumber itu, rata-rata pimpinan-pimpinan OPD di lingkup Pemkab Malra sama sekali tidak mengetahui anggaran refocusing dan alokasi dana Covid tersebut.

Dia menyebutkan bahwa seba­nyak 20 OPD dari 42 OPD di lingkup Pemkab Malra yang refocusing anggaran dana Covid tersebut.

Selain itu, banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Covid dimana kegiatan tersebut murni menggunakan dana APBD Malra, tetapi dalam laporan pertang­gungjawaban justru menggunakan dana covid.

Adapun penggunaan dan pe­manfaatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Kepulauan Aru berbau korupsi.

Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.

Padahal, berdasarkan laporan pertanggung jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.

Anggaran Rp52 miliar itu bersumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada post peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.

Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3.196.029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggu­naannya sehingga patut diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.­029. 278,51.

Sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Ma­luku atas laporan keuangan Kabu­paten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.

Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp9.629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.­000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat dipertanggung jawabkan senilai Rp.3.196.029.278,51.

Tindakan ini dinilai melanggar keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/SJ No:177/KMK 07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid serta pengama­nan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No: 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Pe­nanganan Covid di lingkungan Pemerintah Daerah. (S-10)