AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku telah mengantongi bukti-bukti dugaan korupsi pengadaan kapal cepat milik Dinas Perhubungan Kabupaten Seram Bagian Barat.

Kapal senilai Rp7,1 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2020, diduga fiktif karena fisik kapal tersebut tidak ada di Kabupaten SBB.

Sesuai hasil audit yang diterima dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pemba­ngu­nan Perwakilan Maluku, ditemukan kerugian negara sebesar Rp5.072.772.386,00.

Tim penyidik didesak untuk segera tetap­kan tersangka, karena bukti-bukti yang dimiliki dalam kasus yang diduga melibatkan DPRD SBB itu sudah dikantongi dan sudah memiliki cukup bukti yang kuat untuk menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Demikian diungkapkan, praktisi Hukum Munir Kairoty saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (24/5).

Baca Juga: BNNP Tetapkan Tiga Tersangka Penyelundup 600 Gram Sabu

Kairoty menyayangkan tindakan penya­lah­gunan keuangan negara dalam kasus pe­ngadaan kapal cepat oleh Pemerintah Kabu­paten Seram Bagian Barat tahun 2020.

Dijelaskan, indikasi korupsi akan sangat nyata terlihat dari hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP

“Kalau BPKP Maluku telah mengeluarkan hasil pemeriksaan kerugian negara, maka menjadi fakta hukum yang kuat bahwa tindak pidana korupsi telah terjadi, sehingga segera tetapkan ter­sangka,” tegas Kairoty.

Menurutnya. hasil audit BPKP Maluku tersebut menjadi alat bukti bagi penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku untuk segera memanggil saksi dan sekaligus menetapkan tersangka.

Penyidik Ditreskrimsus Polda me­nurutnya, harus segera menindak­lanjuti hasil audit BPKP dan tidak boleh berdiam diri sebab kerugian ne­gara cukup besar mencapai 5 miliar rupiah. “Kalau ada kerugian negara maka penyidik sudah harus menetapkan saksi menjadi tersa­ngka,” tuturnya.

Kairoty menegaskan, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku harus memberikan kepastian hukum ke­pada masyarakat dengan menetap­kan tersangka, sebab tidak ada war­ga negara Indonesia yang kebal terhadap hukum.

Siapapun yang terlibat dalam kasus yang merugi negara 5 miliar rupiah termasuk Ketua DPRD Ka­bupaten SBB pun, jika terlibat harus ditetapkan sebagai tersangka.

“Penyidik jangan mau diinter­vensi oleh siapapun karena kalau itu terjadi maka masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap institusi polri,” cetusnya.

Segera Tetapkan

Terpisah, praktisi hukum Alfaris Laturake mengatakan sudah seha­rusnya penyidik menetapkan ter­sangka dalam kasus pengadaan kapal cepat oleh Pemkab SBB.

Menurutnya, hasil audit BPKP Maluku terkait kerugian negara me­rupakan salah satu bukti kuat ada­nya keuangan negara yang disalah­gunakan oleh oknum tertentu.

“Kalau sudah ada bukti yang di­keluarkan BPKP terkait dengan kerugian  negara kurang lebih 5 mi­liar, berarti Polda sudah harus ber­gerak cepat melakukan pengalihan status dan penetapan tersangka,” tegasnya.

Penetapan tersangka wajib dila­kukan guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat khususnya di Kabupaten SBB yang selama ini mengharapkan kapal tersebut, tetapi justru anggarannya disalahgunakan oleh pejabat daerah.

Laturake pun mendorong Polda untuk menetapkan siapapun yang terlibat dalam kasus korupsi terse­but, termasuk Ketua DPRD jika indikasi keterlibatannya sangat kuat berdasarkan alat bukti yang cukup.

“Siapa pun yang terlibat harus ditindak tidak ada tebang pilih, sebab 5 miliar uang yang cukup ba­nyak kalau digunakan untuk pem­bangunan infrastruktur kabupaten lebih bermanfaat, tapi kalau hasilnya seperti ini maka Polda harus berikan kepastian dengan penetapan ter­sangka,” pintanya.

Ketua DPRD Terlibat

Dugaan keterlibatan Ketua DPRD dalam proyek mangkrak itu sedang ditelusuri penyidik Ditreskrimsus.

Abdul Rasid Lisaholet, Ketua DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat, diduga terlibat dalam skandal korupsi pengadaan kapal cepat ka­bupaten berjulukan Saka Mese Nusa itu.

Kapal senilai Rp7,1 miliar yang ber­sumber dari APBD tahun 2020 di­duga fiktif karena fisik kapal tersebut tidak ada di Kabupaten SBB.

Koordinator Wilayah Lumbung Informasi Rakyat Maluku, Yan Sari­wating menduga, Ketua DPRD SBB, Abdul Rasid Lisaholet terlibat dalam pengadaan kapal yang merugikan negara Rp5 miliar lebih.

Sariwating menduga ada campur tangan DPRD dalam pencairan ang­garan kapal cepat tersebut. Hal ini terlihat dari persetujuan pencairan tahap ke-II pada 27 April 2022, me­lalui SK no. 903-270 sebesar Rp.1. 423.475.000.

Sariwating menyebutkan, berda­sarkan hasil laporan pemeriksaan BPKP tahun 2020 telah menge­luar­kan rekomendasi untuk proyek pe­ng­adaan kapal tersebut dan harus memutuskan kontrak dan PT Khairos Anugerah Marina selaku perusa­haan pemegangan tender harus membayar denda sejumlah uang atas keterlambatan dan gagalnya proyek tersebut.

Mirisnya, PPK dan Dinas Perhu­bungan Kabupaten SBB tidak memutuskan kontrak kerja, bahkan di bulan April 2021, PT Khairos Anugerah Marina melakukan pen­cairan dana termin kedua sebesar Rp1.423.475.000.

Padahal pada pencairan dana termin pertama senilai Rp2.846. 950.000, dan uang muka sebesar Rp1.394.600.000, proyek kapal terse­but telah bermasalah, namun tetap dipaksakan untuk dilakukan pen­cairan dana termin kedua.

Fatalnya lagi, pencairan dana termin dua tersebut, tidak termuat dalam dokumen APBD Kabupaten maupun DPA tahun 2021.

“Ketua DPRD turut menyetujui dan menandatangani kebijakan pen­cairan anggaran mendahului peru­bahan tersebut,” ujar Sariwating kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (23/5).

Sariwating menjelaskan, sesuai Permendagri nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedomen Teknis Pengelo­laan Keuangan Daerah, yang meng­isyaratkan bahwa dalam kondisi tertentu persegeran anggaran dapat dilakukan sebelum perubahan AP­BD, melalui kepala daerah dengan di­sampaikan kepada pimpinan dewan.

Dalam kebijakan tersebut, lanjut dia, sebelum Ketua DPRD menan­datangani pencairan anggaran men­dahului APBD Perubahan harusnya terlebih dahulu dibahas dengan pim­pinan DPRD yang lain, dan meli­batkan Badan Anggaran DPRD, na­mun diduga Ketua DPRD SBB meng­ambil kebijakan tanpa diketahui oleh pimpian lain, bahkan banggar DPRD juga tidak mengetahui.

Menurutnya, kebijakan menye­tujui pencairan anggaran mendahu­lui perubahan atas pengadaan kapal cepat tersebut, membutikan bahwa Ketua DPRD SBB diduga turut ter­libat dalam skandal korupsi 7.1 miliar pengadaan kapal cepat.

Sariwating memberikan apresiasi bagi penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku yang sudah mengantongi hasil kerugian negara sebesar Rp5 miliar lebih dan berharap kasus ini segera menetapkan tersangka.

“Saya dorong untuk ketua DPRD SBB segera diperiksa dalam tingkat penyidikan,  dan jika sudah ram­pung maka segera tetapkan tersangka, karena sudah kantongi hasil audit kerugian Negara. Supaya kasus ini bisa secepatnya tuntas,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD SBB, Abdul Rasid Lisaholet yang coba dikonfirmasi Siwalima di DPRD SBB, Selasa (23/5) tidak berada di tempat, dihubungi melalui telepon seluler­nya beberapa kali juga tidak direspon.

Lisaholet sendiri pernah diperiksa penyidik Ditreskrimsus, terkait pe­ran­nya dalam mengalokasikan ang­garan tambahan pada kapal yang hingga kini tak pernah ada itu.

Rugi 5 Miliar

Hasil audit BPKP soal pengadaan kapal tersebut telah keluar. Negara dirugikan Rp5 miliar lebih.

Sesuai hasil audit yang diterima dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ditemukan keru­gian negara sebesar Rp5.072.772. 386,00.

Pengadaan kapal cepat milik Dinas Perhubungan Kabupaten SBB sebesar Rp7,1 miliar dari APBD Tahun 2020.

Penyidik Dirkrimsus akan segera memeriksa ahli pidana dari Universitas Pattimura dan selanjutnya di­gelar perkara untuk ditetapkan ter­sangka.

Demikian diungkapkan, Dirkrim­sus Kombes Harold Wilson Huwae kepada wartawan di Ambon, Senin (22/5). “Hasil audit sudah kita per­oleh dan ada kerugian negara sebe­sar lebih dari Rp5 milliar,” kata Huwae.

Setelah menerima hasil penghi­tungan kerugian negara dari BPKP tersebut, lanjut Huwae, pihaknya akan mintai keterangan ahli, meram­pungkan berita acara pemeriksaan auditor BPKP. “Kita rampung BAP auditor BPKP dulu setelah itu periksa ahli pidana dari Universitas Pattimura,” tandas­nya.

Ditanya soal calon tersangka, man­tan Kapolres Ambon ini me­ngatakan, tersangka akan diumum­kan usai gelar perkara.

“Nanti setelah semua pemeriksaan selesai, baru kita lakukan gelar perkara selanjutnya penetapan ter­sangka,” tegas Huwae.

Untuk diketahui, PT Kairos Anu­gerah Marina merupakan rekanan yang menang dalam proses lelang dengan nilai kontrak mencapai Rp6,9 miliar.

Dalam proses pekerjaan, ada adendum nilai kontrak dimana ada penambahan sekitar Rp150 juta rupiah, sehingga nilai kontraknya menjadi Rp7,1 miliar.

Dari total nilai kontrak tersebut, PT Kairos diduga menerima pen­cairan sebesar 75 persen, namun hingga akhir masa kontrak, bahkan sampai saat ini kapal tersebut tidak pernah tiba di Kabupaten SBB.

Informasinya, kapal cepat ope­rasional milik Pemkab SBB ini se­mentara berada di Tangerang, Ban­ten. Kapal itu bakal disita untuk kepentingan penyidikan.

Sebelumnya kasus itu ditangani Polres SBB sejak pertengahan tahun 2021 lalu. Beberapa pihak yang su­dah diperiksa diantaranya, mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabu­paten SBB, Peking Calling, Pejabat Pembuat Komitmen Herwilin alias Wiwin, Plt Kadishub, Adjait, dan pihak penyedia dari PT Kairos Anugrah Marina.

Selain itu, penyidik Ditreskrimsus juga sudah memeriksa Stenly Pir­souw, kontraktor pengadaan kapal cepat tersebut. Stenly diperiksa di Rutan Kelas I Madaeng, Surabaya, Jawa Timur.

Selain kontraktor, tim penyidik juga melakukan pemeriksaan terha­dap saksi ahli dari Lembaga Kebi­jakan Pengadaan Barang/Jasa Pe­merintah (LKPP) Ternate.

Libatkan BPKP

Seperti diberitakan sebelumnya, guna menuntaskan kasus ini Ditres­krimsus Polda Maluku melibatkan BPK untuk menghitung kerugian negara. Pengadaan kapal cepat ope­ra­sional milik Pemkab SBB dianggar­kan melalui Dinas Perhubungan se­nilai Rp7,1 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2020.

Menurut Direskrimsus Polda Ma­luku, Kombes Harold Huwae, peme­riksaan saksi-saksi dilakukan untuk selanjutnya akan meminta BPKP Perwakilan Maluku menghitung kerugian negara.

“Mau dimintakan Perhitungan Kerugian Negara nya makanya ma­sih lengkapi periksa saksi-saksi untuk permintaan PKN ke BPKP,” ujar Huwae kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Selasa (20/12) lalu.

Kata Huwae, kasus dugaan ko­rupsi pengadaan kapal cepat milik Dishub Kabupaten SBB ini sudah ditingkat penyidikan.

“Sudah disidik dan pemeriksaan sejumlah saksi,” akuinya.

Huwae mengakui, pekan lalu pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi diantaranya, Ketua DPRD Kabupaten SBB Abdul Rasyid Lisaholet, Sekretaris Dinas PUPR Herwilin dan mantan Kepala Dinas Perhubungan SBB, Peking Caling.

“Benar kita sudah periksa sebagai saksi,” ujar Huwae singkat.

Huwae mengatakan, ketiganya diperiksa terkait pembelian kapal cepat milik Pemkab SBB dan  Her­wilin diperiksa karena saat penga­daan kapal, ia bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen. (S-20)