AMBON, Siwalimanews – Kepolisian Daerah Maluku wajib menjalankan perintah pengadilan yang telah memutuskan dalam sidang pra peradilan yang menyatakan penetapan SP3 terkait kasus yang melibatkan Abdul Muthalib Tuasikal dan anggota DPRD Maluku Maureen Vivian Haumahu, dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Untuk itu kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Tuasikal dengan terduga pelaku Mauren Vivian Haumahu wajib dibuka atau dilanjutkan kembali proses hukumnya.

“Dalam putusannya, hakim mengabulkan permohonan Tuasikal dan memerintahkan, agar penyidikan terhadap laporan Tuasikal terhadap Haumahu dilanjutkan hingga ke pengadilan,” tandas Kuasa hukum Tuasikal Abdusukur Kaliky didampingu rekannya Ian Karmen Ipakit saat meberikan keterangan persnya  kepada wartawan di Ambon, Rabu (11/12).

Menurut mereka, putusan hakim ini, seharusnya menjadi dasar bagi Polda Maluku untuk segera memanggil kedua belah pihak, baik kliennya maupun pihak Haumahu untuk diperiksa kembali.

“Jika Polda Maluku tidak melaksanakan keputusan pengadilan, kami akan mengambil langkah hukum lanjutan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum.

Baca Juga: Jelang Nataru, Stok Sembako di MBD Aman

Untuk itu tim kuasa hokum Tuasikal ini berharap,ada  langkah selanjutnya sesuai dengan hukum yang berlaku demi keadilan bagi semua pihak.

“Senin kemarin, Klien kami telah menerima panggilan dari Polda Maluku untuk pemeriksaan. Namun, statusnya  dalam pemeriksaan itu masih belum jelas, apakah sebagai tersangka atas laporan Haumahu atau untuk pemeriksaan lanjutan pasca putusan pengadilan,” ujar Kaliky.

Menurut Kaliky, dasar penerbitan SP3 oleh Polda Maluku adalah, adanya kesimpulan dari salah satu pegawai Kantor Bahasa Maluku yang dipakai penyidik Ditreskrimsus dalam penanganan kasus dimaksud, padahal yang bersnagkutan hanya sarjana pendidikan yang bekerja di Kantor Bahasa Maluku dan bukan ahli bahasa.

“Aturannya kalau ahli bahasa harus dari akademisi,” ucap Kaliky.

Menurut Kaliky, apa yang disampaikan pegawai kantor bahasa ini, berbeda dengan ahli bahasa dari Unpatti yang saat ini tengah menyelesaikan S3-nya, dimana ahli menyatakan, bahwa apa yang dilakukan Haumahu melalui status pada sosial medianya (whatsApp) yang ditujukan kepada Tuasikal, diduga mengandung unsur penistaan.

“Oleh sebab itu, sebagai penerima tentu memerlukan bekal sensitivitas dan daya kritis untuk menanggapi makna pada setiap pesan yang disampaikan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, misalnya dalam wacana debat politik, semestinya dapat mengidentifikasi bahasa yang diproduksi oleh para elite politik yang identik dengan ungkapan “kemenangan”. Karena, melalui daya kritis penerima bahasa atau ujaran tersebut seharusnya dapat menjadi bekal pemahaman ujaran yang disampaikan,”ujarnya.(S-25)