AMBON, Siwalimanews – Kepolisian Daerah Maluku memastikan akan menambah personil untuk mempercepat proses hukum terkait deng­an bentrok antara antara Ohoi Yarter dan Kompleks Sinar Pagi Kota Tual, dan bentrok antar warga Desa Bombai dan Ohoi Elat.

Penegasan ini disampai­kan Karo Ops Polda Maluku Kombes Asep Saipudin da­lam rapat kerja antara Ko­misi I DPRD Provinsi Ma­luku dengan Danrem Binai­ya, Direskrimum Polda Ma­luku, Dir Intelkam Polda Maluku, Kabid Humas Polda  Kesbangpol Maluku, Wali­kota Tual, Kapolresta Kota Tual, Kesbangpol Tual, Bupati  Malra, WaKapolres Malra, dan Kesbangpol Malra, Selasa (18/10).

Menurutnya,  pasca ben­trok di dua lokasi tersebut, Kapolda Maluku telah me­me­rintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas dalam dari peristiwa tersebut.

Saat ini sedang dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh jajaran di Polres Tual dan Polres Malra. Namun mengingat keber­adaan personil di kedua polres yang cukup minim, maka Polda Maluku akan melakukan back-up terhadap proses hukum yang dilakukan kedua Polres sesuai dengan instruksi Kapolda.

“Soal proses hukum tetap kita lakukan dengan pemanggilan saksi-saksi guna membuka persoalan ini, termasuk Polda akan membackup dengan tambahan personil ke dua polres itu,” tegas Asep.

Baca Juga: Warga Urimessing Gugat Bos PT MCA

Apalagi, untuk polres Maluku Tenggara yang memang merupakan polres baru setelah mekar dari Polres Kota Tual. membutuhkan dukungan penuh Polda Maluku dalam menun­taskan persoalan konflik yang terjadi pada 7 Oktober lalu

“Untuk Polres Malra itu jumlah personel hanya 153 orang sedang­kan Polres Tual hanya 342 personel, maka harus ada back up dari Polda agar kasus ini segera tuntas sesuai arahan kapolda,” tandas Asep.

Tindak Pelaku

Di tempat yang sama, Walikota Tual, Adam Rahayaan meminta aparat kepolisian untuk menindak tegas pelaku bentrok antara Ohoi Yarter dan Kompleks Sinar Pagi Kota Tual yang terjadi sejak 1 Oktober 2022 lalu.

Kata walikota, secara umum persoalan bentrok yang sering terjadi di Tual disebabkan oleh minu­man keras dan perbuatan amoral yang dilakukan oleh ok­num-oknum tertentu, yang aki­batnya merembes menjadi bentrok antar kampung.

Persoalan konflik yang terjadi ini, lanjutnya, mestinya diproses de­ngan pendekatan normatif atau hukum sebab dalam beberapa kasus seringkali selesaikan dengan pen­dekatan adat, tetapi kembali terulang karena tidak ada efek jera .

“Pendekatan adat itu bagus juga tapi kalau ada pelanggaran dan tidak diproses hukum maka akan kembali terjadi juga,” ujar Walikota.

Pemerintah daerah, kata Walikota seringkali dirugikan dengan adanya konflik yang terjadi sebab kerugian rumah dan kendaraan menjadi dibe­bankan kepada  pemerintah akibat­nya, pemerintah harus anggarkan dalam APBD.

Menurutnya, jika dimasukan dalam APBD maka pemerintah daerah dapat dinilai telah mendidik dan membiarkan konflik ini terus terjadi padahal berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadi­nya bentrok ditengah-tengah ma­syarakat.

“Selama ini kalau terjadi konflik kita yang bayar ini kan terkesan mendidik agar terjadi konflik, maka kita minta proses hukum dilakukan agar yang berbuat harus bertang­gungjawab,” tegas Walikota.

Walikota juga mengakui, jika terdapat beberapa wilayah yang menjadi zona merah karena itu kedepannya, Pemerintah Kota Tual akan menggandeng tokoh adat dan agama untuk melakukan pembinaan sehingga kedepannya konflik dapat dicegah. (S-20)