AMBON, Siwalimanews – Pemerintah diminta untuk sesegera mungkin memindahkan lokasi limbah bahan berbahaya dan beracun dari Negeri Suli.

Pengamat kebijakan publik Nataniel Elake mendesak pe­merintah Provinsi Maluku untuk segera memindahkan lokasi pembangunan fasilitas pengolahan limbah bahan ber­bahaya dan beracun dari Ne­geri Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah.

“Pemerintah Provinsi Ma­luku harus memindahkan pem­bangunan fasilitas pengola­han limbah B3 dari lokasi itu karena sangat tidak strategis,” ungkap Elake.

Salah satu alasan yang mesti menjadi pertimbangan Peme­rin­tah Provinsi Maluku untuk me­mindahkan lokasi pembangunan fasilitas pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun ialah lokasi tersebut kedepannya akan memacu pertumbuhan penduduk yang cukup besar.

“Kalau itu kedudukan disuli maka akan bermasalah kedepannya karena akan dibangun kampus UKIM yang membawa konsekuensi tumbuhnya pemukiman baru,” tegasnya.

Baca Juga: Polda Maluku Kirim Wakil ke Bhayangkara Mural Festival

Menurutnya, jika pemerintah provinsi Maluku tetap ngotot untuk membangun fasilitas pengolahan limbah maka sudah pasti akan mengorbankan masyarakat yang akan mendiami tempat tersebut dengan adanya pembangunan kampus UKIM.

“Bayangkan semakin banyak pertumbuhan di situ dan dibangun tempat pembuangan limbah B3 disitu maka dampaknya terhadap masyarakat yang akan mendiami tempat itu,” ujar Elake.

Karena itu, Pemerintah Provinsi Maluku jangan menunjukkan arogansi untuk mengorbankan masyarakat kedepan, karena dengan adanya UKIM akan memicu pertumbuhan penduduk yang luar biasa ditempat itu.

Tak Maksimal

Sementara itu praktisi hukum Rony Samloy mengatakan persolan penolak yang dilakukan oleh masyarakat Negeri Suli dan Sinode GPM, akibat sosialisasi dan edukasi dari Pemerintah Provinsi Maluku yang belum maksimal.

“Sebenarnya permasalah ini muncul karena sosialisasi yang tidak maksimal dari pemerintah Provinsi Maluku khususnya Dinas Lingkungan Hidup,” ungkap Samloy.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Maluku tidak boleh melakukan sosialisasi pada level elit karena yang mendapatkan dampak langsung bukan elit tetapi masyarakat kecil yang saat ini mendiami lokasi tersebut.

Karena itu, DPRD sebagai representasi hak dan kepentingan masyarakat harus melakukan pemanggilan terhadap Pemerintah Provinsi Maluku khususnya Dinas Lingkungan Hidup untuk mempertanyakan persoalan ini agar tidak menimbulkan kegaduhan yang lebih parah.

Tinjau Proyek B3

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemprov Maluku diminta tidak asal membuat proyek, tanpa lebih dahulu memikirkan apa dampak negatifnya bagi warga sekitar.

Apalagi proyek dengan resiko besar seperti pembangunan fasilitas limbah berbahaya dan beracun di Negeri Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah.

Karena selain harus mengantongi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal), tapi dokumen upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UKL) juga harus dikaji dengan matang dengan tingkat survei akurat, sehingga kehadiran proyek itu tidak membawa dampak berkepanjangan bagi masyarakat.

Anggota DPRD Maluku, Fauzan Alkatiri menilai, proyek pembangunan fasilitas limbah B3 harus ada dalam sebuah perencanaan yang matang. Karenanya, dia meminta Pemprov Maluku tidak saja berorentasi pada proyek tetapi memikirkan dampak luas dari proyek yang dibangun itu kepada masyarakat.

“Artinya dalam sebuah perencanaan usaha, kegiatan atau pembangunan tentu diperlukan perencanaan yang matang. Tujuannya adalah agar usaha, kegiatan atau pembangunan tersebut berjalan lancar. Dalam suatu perencanaan, tentunya dampak terhadap lingkungan juga perlu diperhatikan,” ujar anggota Komisi III DPRD Maluku ini kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (25/10).

Menurutnya, perhatian terhadap lingkungan sekitar wilayah tersebut perlu diperhatikan termasuk dampak dari proyek itu.

Ia mendesak Pemprov Maluku untuk melakukan pengkajian lagi soal proyek ini UPL UKL maupun Amdal jika tidak maka masyarakatlah yang akan terkena dampaknya.

Jika perlu, lanjutnya, Pemprov Maluku melakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada warga Suli, agar mengetahui lebih dalam terhadap proyek pembangunan limbah B3.

Rugikan Rakyat

Hal yang sama juga diungkapkan anggota DPRD Maluku, Edison Sarimanela. Kata dia, dengan adanya penolakan dari masyarakat, maka seharusnya Pemprov mengkaji ulang atau memikirkan secara matang baik aspek lingkungan maupun aspek masyarakat.

“Hal ini dilakukan supaya masyarakat jangan dirugikan, kalau terjadi sesuatu dalam proyek pembangunan siapa yang nantinya bertanggung jawab,” ujarnya kepada Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Senin (25/10).

Menurutnya, berbagai keluhan masyarakat Suli yang menolak proyek fasilitas kesehatan ini merupakan hal yang wajar, yang perlu perhatian serius Pemprov Maluku, karena merekalah yang merasakan dampak dari proyek pembangunan B3 tersebut .

Dia meminta, Pemprov Maluku maupun pemerintah pusat harus menyampaikan hal-hal teknis terhadap proyek pembangunan B3 dan juga melakukan sosialisasi terkait dengan pembangunan ini.

“Harus dilakukan sosialisasi se­cara menyeluruh untuk warga Suli, jangan sampai masih ada warga Suli yang belum mengetahui terkait proyek pembangunan limbah B3,” pinta Sarimanella.

Ia menjelaskan, memang proses ini untuk kepentingan bersama, namun ada hal-hal yang harus diperhatikan dan di kaji. “Kalau nantinya masyarakat terus keberatan, hal itu merupakan kewajaran karena itu bentuk dari kritikan mereka terhadap proyek pembangunan, jangan angkat proyek namun tidak melihat pertimbangan-pertimbangan yang ada,” tuturnya.

Tolak

Sebelumnya, warga Negeri Suli secara tegas sudah menolak proyek pembangunan insinerator B3, lantaran proyek tersebut belum mengantongi Amdal, karena proyek itu berisiko tinggi terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Alasan penolakan lainnya yakni karena lokasi proyek berada di daerah resapan air, disamping juga dekat dengan permukiman warga.

Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Desa Suli, Simon Luhulima kepada wartawan di Ambon Kamis (21/10) mengatakan, pembangunan proyek itu dilakukan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku kepada masyarakat.

Selain itu, kata dia, lokasi pem­bangunan berdekatan dengan lokasi pembangunan kampus UKIM,  pemukiman warga dan lokasi wisata Talaga Tihu dan juga kompleks Rindam TNI, disamping terdapat daerah resapan air.

Awalnya lanjut Luhulima, proyek itu sudah dijalankan tapi masyarakat tidak mengetahui kalau proyek tersebut belum mengantongi Amdal.

Luhulima menyayangkan pernyataan Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta pada 11 Oktober bahwa yang menolak pembangunan proyek itu hanya segelintir warga.

Ia juga mengungkapkan, per­-nyataan kadis bahwa masyarakat harus membuat dokumen kajian lingkungan sangatlah bertolak belakang dan sengaja memancing emosi warga Suli.

“Aneh, koq kami disuruh buat dokumen UKL UPL. Harusnya dokumen kajian lingkungan yang biasa disebut UKL UPL itu merupakan dokumen publik yang harus diberikan kepada kami masyarakat supaya kami mengetahuinya. Apakah betul mereka sudah buat dokumen tersebut. Sampai saat ini dinas lingkungan hidup tidak memberikan ke­pada kami yang namanya dokumen lingkungan itu,” tandas Luhulima.

Awalnya, lokasi pembangunan sesuai pengumuman tender LPSE Kementerian LHK berlokasi di Wayame dan bukan di Suli.

Urgen

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy Siauta Kepada Siwalima, Kamis (21/10) siang mengaku, proyek pembangunan fasilitas limbah B3 merupakan kebutuhan yang urgen.

Proyek tersebut kata dia, akibat dari situasi pandemi yang dihadapi negara ini. “Pandemi Covid-19 merupakan bencana nasional non alam, dimana negara harus hadir guna menangani bencana nasional tersebut,” katanya.

“Seluruh rumah sakit di Maluku sendiri tambahnya, sampai sekarang tidak memiliki insinerator. Pada waktu pandemi, Maluku khusus Kota Ambon kesulitan, olehnya mendorong pemerintah pusat untuk proyek pembangunan fasilitas limbah B3 harus ada di Ambon.

Dikatakan, kehadiran proyek ini sangat penting bagi warga di Maluku untuk menangani persoalan limbah medis.

“Masyarakat tidak perlu khawatir karena alatnya ini sangat canggih dan ramah lingkungan, jadi tidak ada masalah,” yakinnya.

Soal kebijakan pembangunan fasilitas limbah B3 di Negeri Suli yang dilakukan tanpa mengantongi AMDAL terlebih dahulu itu terjadi lantaran situasi pandemi Covid-19.

“Jadi arahan kementerian ke kami nanti pada saat mau operasional baru bikin dokumen AMDAL,” ujar Siauta.

Ia berharap warga Negeri Suli memahami kondisi tersebut dan mendukung pembangunan fasilitas limbah B3. Karena fasilitas itu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat di Maluku. Meskipun saat ini pembangunan proyek itu dihentikan lantaran aksi demo yang dilakukan warga Suli beberapa waktu lalu, namun Siauta berharap ada pengertian penuh dari warga setempat. (S-50)