AMBON, Siwalimanews – Kuasa Hukum Dekan Perika­nan, Rita de Queljoe meminta, kontraktor jujur soal pinjaman Rp50 juta yang dilakukan eks Wakil Dekan III Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Yoise Lopulalan.

Yoise yang saat ini menjabat Dekan Fakultas Perikaan dan ilmu Kelautan itu melalui  kuasa hukumnya menyayangkan sikap kontraktor.

Menurut de Queljoe, kliennya benar meminjam uang dari kontrak­tor Lili Kwanandar atas perintah mantan dekan.

“Uang yang dipinjamkan itu dalam kwitansinya ditandatangani Yoise tanggal 15 Januari 2019. Dalam kwitansi itu dijelaskan pinjaman Fakultas Perikanan bukan pinjaman pribadi. Untuk ibu Lili, saat klien saya ke rumahnya itu, apakah sudah saling kenal ?. ini karena atas perin­tah pimpinan. Klien saya disuruh temui kontraktor untuk ambil uang tersebut yang sebelumnya sudah ada komunikasi mantan dekan de­ngan Lili,” beber de Queljoe.

Menurutnya, kontraktor tidak cermat sebab pinjaman dari 2019 bahkan dekan telah meninggal tahun 2020, kenapa baru sekarang tahun 2022 dipersoalkan dan membebankan kepada Yoise selaku pejabat dekan saat ini

Baca Juga: DDR Resmi Jabat Ketua DPRD KKT

Disisi lain lanjut de Queljoe, soal pengerjaan proyek di FPIK, sangat tidak beralasan hukum, Yoise Lopulalan kala itu menjabat Wakil Dekan III yang membidangi kema­hasiswaan harus berurusan dengan rekanan.

“Klien saya diperintahkan untuk ketemu dan ambil uang itu serta menandatanganinya. Hanya saja yang lucunya di sini, hutang 2019, nagihnya 2022,” ujar de Queljoe.

Disebutkan, pada tanggal 15 Januari  2019 Yoise Lopulalan yang menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Perikanan diperintahkan oleh Dekan saat itu untuk pergi ke rumah kontraktor bernama Lily Kwanandar yang beralamat di  Soa Bali untuk meminjam uang sejumlah Rp50 juta.

Sebelumnya Yoise. Lopulalan tidak pernah mengetahui dan mengenal kontraktor namun, setelah Lopulalan ke rumah kontraktor barulah mengenal kontraktor.

Masih kata de Queljoe, uang Rp50 juta itu setelah diterima oleh Yoise dari kontraktror Lily langsung dibawa ke Koperasi Universitas Pattimura untuk menutupi hutang Fakultas di Koperasi Universitas Pattimura.

De Queljoe juga mengakui, tidak benar jika FPIK enggan membayar hutang fakultas terhadap Lily Kwanandar sebagai kontraktor. tetapi karena mantan dekan saat tiba di Ambon dan menjalankan tugas memanggil kliennya yang saat itu menjabat sebagai Wakil Dekan III, wakil dekan II dan Kepala Bagian menyampaikan bahwa semua proyek di Perikanan ditangani oleh Lily Kwanandar sebagai realisasi hutang Rp50 juta.

Menurutnya, ada beberapa peker­jaan yang dikerjakan oleh Lily Kwanandar di FPIK di Tahun 2019, antara lain pengadaan bahan Prak­tikum Prodi THP, IK, dan PSP Fakul­tas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti semester genap Tahun 2019, tertanggal 1 Juli 2019.

Pengadaan Peralatan Labora­torium Prodi THP FPIK Unpatti Tahun 2019, tertanggal 13 Desember 2019. Selanjutnya pengadaan per­alatan penunjang kegiatan per­kantoran ahun 2019, tertanggal 16 Desember 2019.

De Queljoe menuturkan, bulan Juli 2019 kliennya jatuh sakit dan dirawat selama kurang lebih dua minggu  di RSUD Haulussy Ambon, sehingga segala proses untuk proyek yang dikerjakan oleh Lily Kwanandar pada bulan Juli 2019  tidak diketahui kliennya.

“Jadi tidak benar jika Yoise Lopu­lalan pernah menjanjikan proyek yang akan dikerjakan oleh Lily Kwanandar sebagai konpensasi dari pinjaman 50 juta, karena Yoise tidak mempunyai kewenangan tersebut. Tugas Yoise sebagai Wakil Dekan III adalah dibidang kemahasis­waan,” ujarnya

Bahkan lanjut de Queljoe, tiga proyek yang dikerjakan Lily kwanan­dar tahun 2019 atas pesanan mantan dekan yakni pengadaan bahan praktikum Prodi THP, IK dan PSP Fakultas PIK Unpatti semester genap tahun 2019 dengan nilai kontrak Rp 103,380,000.

Kemudian pekerjaan pengadaan peralatan Laboratorium Prodi THP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelau­tan tahun 2019 dengan nilai kontrak Rp 192.690.000. Serta pengadaan peralatan penunjang kegiatan perkantoran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan nilai kontrak Rp 155.248.000. Semua proyek itu dikerjakan 8-10 hari kalender.

Lapor ke Kemendikbudristek

Di bagian lain, de Queljoe juga mengancam akan melaporkan staf pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unpatti, Lambertus Paulus Wairisal ke Ke­menterian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi (Kemendik­bud­ristek).

Wairisal disebut berlagak bak seorang debt collector atau penagih hutang dan tidak mencerminkan seorang pendidik yang intelek.

“Wairisal ini dosen, seorang pendidik. Dia dikasih tugas untuk nagih hutang oleh Lili Kwanandar. Bukannya berbicara baik-baik, Lambertus Wairisal bak preman masuk ke Fakultas Perikanan dan diterima oleh klien saya meskipun kedatangannya dengan arogan tanpa menunjukkan surat kuasa,” katanya..

De Queljoe menyesali tindakan Paulus lantaran sebagai dosen FKIP di Unpatti Ambon, tapi menjalankan tugas sebagai penagih hutang. Padahal kita ketahui dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan yang bertugas untuk mentransfor­masikan serta mengembangkan pen­didikan melalui pendidikan, pene­litian, serta pengabdian masyarakat berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Menurutnya, berdasarkan Peratu­r­an Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009, dosen merupakan pendidik profesional dan juga seorang ilmu­wan, yang memiliki beberapa tugas pokok yaitu mentransformasikan, mengembangkan serta menyebar­luaskan ilmu pengetahuan serta teknologi dan juga seni melalui pendidikan, penelitian, serta peng­abdian kepada masyarakat.

Melaksanakan pendidikan, pene­litian, serta pengabdian kepada masyarakat. Merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran serta menilai dan mengevaluasi hasil pemebelajaran; meningkatkan serta mengembangkan kualifikasi sebuah akademik, dan diikuti dengan kom­petensi yang berkelanjutan, ter­utama dengan mengikutsertakan perkembangan teknologo masa kini. Selain mengajar, dosen juga bertu­gas membuat bahan ajar serta modul untuk mahasiswa;

Dosen juga wajib menjunjung tinggi peraturan perundang-un­dangan hukum, serta kode etik dan nilai-nilai agama serta etika.

“Tindakan oknum Dosen FKIP Unpatti ini yang datang menagih hutang di ruangan Dekan Fakultas Perikanan dengan tidak sopan (memaksa) meminta uang sejumlah Rp.50. juta, bahkan dengan arogan bersura lantang sebelum mening­galkan ruangan dekan sambil mengatakan, bahwa ia sudah bicara dengan kejaksaan dan akan melapor ke kejaksaan. Ini bukti yang ber­sangkutan tidak beretika padahal seorang intelek,” kecam de Queljoe.

Menurutnya, hutang piutang merupakan perbuatan hukum per­data sehingga  tindakan oknum dosen FKIP Unpatti  ini yang me­nakut-nakuti Yosie  Lopulalan deng­an membawa nama instansi kejak­saan adalah merupakan tin­dakan yang keliru dan melanggar hukum.

“Paulus yang melakukan Pena­gihan Hutang atau bertindak sebagai penagih hutang (debt collector) merupakan tindakan diluar peran dan tugas ASN/dosen, dan hal tersebut merupakan pelang­garan hukum sesuai dengan Per­aturan Pemerintah No. 37 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dosen,” katanya. (S-07)