Penyiapan Guru Abad Ke-21
PENDIDIK dalam kajian pendidikan dikatakan sebagai pembawa obor pendidikan. Salah satu unsur determinan keberhasilan setiap upaya reformasi atau implementasi kebijakan, demokratisasi, dan usaha inovatif dalam pendidikan ialah kesediaan guru melakukan perubahan. Selain itu, mutu guru menjadi salah satu unsur determinan terhadap keberhasilan pembelajaran atau belajar siswa. Pendidikan guru, termasuk kegiatan peningkatan kapasitas guru, mempunyai hubungan dengan mutu pengajaran (Creemer, 1994; Sean, 2002; Villega-Reimer, 2004; Hopkins, 2004, Hanushek & Kain, 2005; Pushpanadham, 2020:3). Oleh sebab itu, setiap upaya perbaikan mutu pendidikan dan pewujudan akses pendidikan bermutu bagi seluruh warga bangsa tidak dapat dilepaskan dari memastikan tiga hal berikut; guru yang kompeten, kualitas mengajar bermutu tinggi, dan siswa dapat mengakses pembelajaran bermutu tinggi (OECD, 2005: 9). Dalam dunia pendidikan, arus global memberi pengaruh kuat terhadap kebijakan, praktik, dan kelembagaan pendidikan.
Pendidikan dihadapkan kepada tuntutan fleksibilitas dan adaptasi, misalnya, untuk menyahuti tuntutan dan kesempatan dunia kerja (Sholte, 2000; Cohen & Kennedy, 2000; Steger, 2001). Menurut Barkatsas, Bertram (2016: 1), sekolah hendaknya memastikan diri dapat membekali siswa keterampilan dan kompetensi yang membuat mereka berdaya dalam dunia dengan perubahan yang terjadi secara konstan dan tidak dapat dihindarkan. Sekolah harus memenuhi kebutuhan kini sembari mengantisipasi kecenderungan dan tantangan ke depan. Sekolah hendaknya menerapkan paradigma pembelajaran yang berbeda. Guru perlu dibekali dengan kompetensi baru dan kerangka-pikir yang diperlukan dalam pembelajaran abad ke-21 (Tan, Liu, Low, 2017: 1).
Ciri guru abad ke-21 Pembelajaran abad ke-21 ialah proses belajar-mengajar yang menyiapkan siswa dapat menghadapi kehidupan abad ke-21. Untuk itu, menurut Barkatsas, Bertram (2016: 2), ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam abad ke-21, yaitu berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif, kolaborasi dan kerja tim, kepemimpinan, saling memahami silang budaya, kemampuan komunikasi dan memanfaatkan informasi, terampil dalam berhitung dan ICT, serta kemandirian dalam karier dan belajar. Benade (2017:1) menambahkan, ciri kelincahan dan adaptabilitas, inisiatif dan kewirausahaan, kemampuan menulis yang efektif, keingintahuan, serta imajinasi. Pendidikan guru abad ke-21 bukan pelatihan teknis seperti pembuatan RPP yang cenderung teknis administratif. Namun, upaya membangun guru menjadi pemecah masalah secara proaktif dan peneliti yang tangguh. Guru, menurut Tan, Liu, Low (2017:2), tidak hanya memiliki pengetahuan dan kompetensi mengajar dengan baik, tetapi juga memiliki komitmen dan gereget yang kuat terhadap profesi dan siswa. Lingkungan belajar memberikan peluang kepada siswa dan guru secara aktif melakukan riset dan kajian serta memanfaatkan teknologi untuk menghubungkan sumber informasi dalam pengetahuan silang disiplin ilmu.
Hal itu dimaksud untuk memastikan bahwa kehadiran guru ke depan selalu relevan dan responsif terhadap perkembangan zaman. Menurut Tan, Liu, Low (2017:4), guru-pendidik mengembangkan diri dari guru aspiratif menjadi guru self-directed, kolaborator aktif, dan pelaku refleksi metakognitif dengan pedagogi yang maju. Pendidikan guru abad ke-21 Untuk memenuhi kebutuhan siswa tersebut, pendidikan guru abad ke-21–sebagaimana disebutkan Pushpanadham (2020: 8)–harus memberi keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan, yaitu; pertama, pedagogi. Keterampilan dan pengetahuan itu dapat membekali guru menjadi inklusif, multikultural, dan menghargai keberagaman. Keterampilan teknopedagogis dan integrasi keterampilan teknopedagogis dengan materi dimaksudkan agar guru efektif dalam menjalankan tugas di kelas atau konsep pedagogi yang responsif terhadap budaya, menurut Benade (2017: 34), yaitu model pedagogi yang menekankan pada penciptaan atmosfer kelas dalam hubungan saling menghargai, relevansi dan pilihan pribadi, pengalaman yang inklusif dalam perspektif dan nilai siswa, serta mengembangkan percaya diri di kalangan siswa. Kedua, kemampuan mengadaptasi rencana pengajaran dan praktik untuk menyahuti kebutuhan belajar siswa yang beragam dan dinamis. Ketiga, kemampuan negosiasi kelas untuk mediasi dengan pemangku kepentingan pendidikan dalam hal materi, metodologi dan nilai, serta pilihan. Keempat, riset dan kajian diperlukan guru untuk mendapatkan pengetahuan baru. Kelima, kemampuan reflektif, interpersonal untuk belajar dalam masyarakat belajar dan riset penting untuk guru ke depan. Guru perlu memiliki sikap kritis, menilai berdasarkan bukti/data, dialog teori dan profesional agar dapat ambil bagian dalam inovasi. Menurut Tan et all (2017: 6), kemampuan melakukan refleksi secara sistematis, berpikir, dan melakukan upaya perbaikan terus-menerus itu penting untuk memperkuat kemampuan guru sehingga mereka dapat menyuguhkan proses mengajar-belajar efektif kepada siswa. Konsep belajar guru abad ke-21 Ada empat konsep belajar diperlukan guru ke depan agar memiliki kemampuan global yaitu, pertama, personalisasi pembelajaran.
Secara pedagogis istilah itu berkaitan dengan memberi kesempatan kepada individu mengikuti minat dan pilihan meski tetap mengait dengan kualitas hubungan dalam kelas, termasuk responsif guru terhadap identitas budaya, mengakui keragaman kemampuan dan pengetahuan, menciptakan lingkungan belajar yang beragam, dan mengembangkan penilaian dan masukan menurut siswa. Kehidupan pribadi siswa terkait dekat dengan usaha menarik kembali dan berbagi informasi yang relevan dan komunikasi teman sejawat. Peserta datang dan berhak menetapkan gambaran belajar yang mereka sepakati (Benade, 2017: 33). Kedua, pembelajaran autentik. Siswa dibolehkan merumuskan masalah yang nyata-nyata berhubungan dengan dunia nyata atau melakukan projek di masyarakat. Misalnya, membuka warung sayuran dan menjual suatu produk yang dibuat peserta didik (Benade, 2017: 36). Ketiga, pendekatan berbasis proyek, berbasis masalah, dan berbasis desain dalam pembelajaran. Ide yang melatari pendekatan itu ialah kerja sama, yaitu peserta didik berkumpul untuk mendiskusikan dan menganalisis suatu proyek. Mereka kemudian membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil melakukan proyek. Selanjutnya, mereka kumpul kembali dalam kelompok besar.
Baca Juga: Kedaulatan Digital dan Reputasi NegaraPendekatan berbasis proyek dan masalah memberi siswa masalah kehidupan nyata untuk dipecahkan yang acap kali diikuti dengan model kajian termasuk proses membuat hipotesis, melakukan riset dan refleksi (Benade, 2017: 36). Keempat, kolaborasi mengajar. Kolaborasi mengajar bagi guru mencakup praktik bersama, berbagi tanggung jawab, berbagi beban kerja, dan mengembangkan motivasi. Bagi siswa, dalam kolaborasi mengajar terdapat keragaman dan berbagai sumber pengetahuan dan dukungan (Benade, 2017:39). Hal lain yang perlu mendapat perhatian pendidikan guru abad ke-21 ialah asesmen dan inovasi. Dalam asesmen, secara skolastik, siswa siap untuk diuji.
Terkait dengan inovasi dan kreativitas dalam belajar-mengajar, siswa mampu mengembangkan keterampilan yang bisa melahirkan pekerjaan dalam era disrupsi. Menurut Benade (2017: 37. 38), itu yang disebut guru kreatif dan inovatif dalam melakukan tugas. Wallahualam bissawab. Oleh: Fuad Fachruddin Dewan Pengawas Yayasan Sukma
Tinggalkan Balasan