AMBON, Siwalimanews – Aparat penegak hukum diminta segera menangani ka­sus penggunaan dana Covid-19, Tahun 2020, di Ka­bupaten Maluku Barat Daya.

Kasus dugaan korupsi dana Co­vid-19 ini mencuat, setelah BPK Perwakilan Maluku menemukan sejumlah persoalan dari laporan penanganan Covid-19 tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan sejumlah item belanja Covid-19 Tahun 2020 di lingkungan Pemkab MBD, tak sesuai dengan aturan perundang-unda­ngan, khususnya pada Badan Pena­nggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kesehatan.

Karenanya, akademisi Fakultas Hu­kum Universitas Pattimura, Reimon Supusepa mendesak aparat penegak hukum baik KPK, Kejati ataupun kepolisian, untuk segera mengusut ini.

Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK, diketahui Pemkab MBD melakukan refocusing angga­ran sebesar Rp20.865.834.695.00, na­mun yang direalisasi hanya sebesar Rp10.467.362.620.00.

Baca Juga: Pakai Sabu, Dua Terdakwa Ini Dituntut 10 Tahun Penjara

Dari realisasi tersebut, BPK me­nemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 diantaranya, terdapat dana penanganan pandemi Covid-19 yang bersumber dari belanja tidak terduga digunakan untuk kegiatan rutin, di luar kegiatan penanganan Covid-19 sebesar Rp116.710.000.

Ada juga penyimpanan kas tunai dana BTT  sebesar Rp1.575.650.000 pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak memadai serta pelaksanaan kegiatan penanganan covid-19 di Kecamatan Letti tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah sebesar Rp37.100.000.

BPK juga menemukan 16 paket pengadaan barang pada Dinas Ke­sehatan senilai Rp1.199.209.075 tidak didukung dokumentasi/bukti pembentuk kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung juga dengan pemeriksaan kewajaran har­ga oleh APIP.

Tak hanya itu, terdapat APD set pada Dinas Kesehatan dengan nilai Rp26.800.000 tidak dapat diban­dingkan kewajaran harganya.

BPK juga menemukan adanya pemberian bantuan biaya hidup baik mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan bupati, sehingga menimbulkan kerugian bagi peme­rintah daerah.

Kesimpulan BPK

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan OPD pe­laksana program dan kegiatan pena­nganan pandemi Covid-19 belum melakukan identifikasi kebutuhan barang/jasa dan belum mempertim­bangkan ketersediaan barang-ba­rang yang telah diterima dari sum­bangan pihak ketiga dalam kegiatan perencanaan pengadaannya.

Juga ditemukan pengelolaan kas oleh bendahara pengeluaran dana penanganan Covid-19 yang bersum­ber dari Belanja Tidak Terduga pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak sesuai kebutuhan.

Ditemukan juga pelaksanaan pe­ngadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 be­lum sepenuhnya mematuhi keten­tuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat.

Temuan berikutnya adalah pelak­sanaan barang hasil pengadaan dan barang hasil pemberian hibah dari pihak ketiga dan pemerintah pusat/daerah tidak tertib dan belum dimanfaatkan atau didistribusi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.

Selanjutnya, pelaksanaan pemba­yaran pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp426.790.000 belum sepenuhnya memenuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam pena­nganan keadaan darurat dan ter­dapat pengadaan barang yang su­dah selesai dibayar 100% namun be­lum sesuai dengan volume kontrak.

Sementara pada Bidang Kese­hatan, Sosial dan dampak ekonomi, dalam temuan BPK itu disebutkan bahwa, Pemkab MBD belum mem­bayar intensif tenaga kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19.

Selain itu bantuan sosial 9 bahan pokok dari Pemprov Maluku sebesar Rp810.000.000 belum disalurkan oleh Pemkab MBD kepada masyarakat calon penerima manfaat.

Pemkab MBD belum merenca­nakan program dan kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di bidang penanganan dampak ekonomi.

Di BPBD

Adapun alokasi dana BTT untuk penanganan pandemi Covid-19 di bidang Kesehatan, yang dikelola BPBD sampai 15 November 2020, telah terkumpul Rp5.607.150.000,-

Dari dana tersebut sebesar Rp1.044.500.000,- telah diserahkan BPBD kepada Dinas Kesehatan. Dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang/jasa, kebutuhan karantina, serta kebutuhan opera­sional tim tugas dalam rangka pen­cegahan/penanganan Covid-19 pada Kabupaten MBD. Namun pen­cairan tahap 2 BPBD baru merea­lisasikan penggunaan dana sebesar Rp1.300.817.050. Dengan demikian masih terdapat sisa dana sebesar Rp691.282.950 yang belum terea­lisasi.

Dinas Kesehatan

BPK juga menemukan banyak item-item pengadaan di Dinkes realisasi yang sudah dilakukan dengan menggunakan dana BTT hanya belanja Rapid Test dan APD sementara di RKB meliputi banyak item kegiatan yang tidak terealisasi.

Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa Dinas Kese­hatan tidak berkoordinasi dengan BPBD

Didesak Usut

Merespon persoalan ini, Supu­sepa mengatakan aparat penegak hukum baik KPK, kejaksaan dan kepolisian harus melakukan penye­lidikan dan penyidikan terhadap penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten MBD.

Dijelaskan, walaupun dugaan korupsi ini terjadi pada tahun 2020, namun tidak berlangsung kada­luarsa dalam kasus dugaan korupsi. Artinya aparat penegak hukum harus segera bertindak.

“Temuan BPK itu walaupun sudah beberapa tahun lalu tetapi masih dapat digunakan untuk membuka kasus tersebut, sebab tidak ada ka­daluarsa dalam kasus korupsi,” jelas Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (2/9).

Temuan BPK kata Supusepa, dapat digunakan sebagai pintu masuk oleh aparat penegak hukum untuk membongkar kasus dugaan korupsi dana Covid-19 tahun 2020 agar terang benderang.

“Kasus ini harus dibuka lagi dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum artinya aparat penegak hu­kum tidak boleh diam harus segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara ini,” tegasnya.

Sementara itu, Bupati MBD Benjamin Noach yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya maupun pesan whatsappnya terkait penanganan kasus dana Covid-19 namun tidak respon.(S-20)