Pending IMB Proyek BKSDA, Walikota tak Boleh Intervensi
AMBON, Siwalimanews – Tindakan Pemerintah Kota Ambon yang tidak mendukung proyek pembangunan pusat konservasi satwa yang akan dibangun di Kota Ambon dengan belum mengeluarkan Izin Membangun (IMB) merupakan bagian pelanggaran hukum.
Proses permohonan IMB proyek pembangunan pusat konservasi satwa milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku telah dipenuhi sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Akademisi hukum Unpatti, Reimon Supusepa mengatakan dirinya tidak terlalu memahami persyaratan dalam mengusulkan IMB, tetapi jika semua persyaratan telah terpenuhi maka wajib bagi Walikota Ambon untuk menerbitkan IMB.
“Kalau memang sudah selesai dan ada bermasalah maka harus ditanyakan kepada Walikota terkait alasan yang membuat izin tidak dikeluarkan karena akan merugikan BKSDA sendiri,” ujar Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (2/9).
Dijelaskan, jika kepala Dinas PTSP Kota Ambon sendiri tidak mengetahui alasan belum diberikan arahan oleh Walikota maka secara tidak langsung terdapat intervensi yang sengaja dilakukan oleh Walikota.
Baca Juga: Walikota: Tidak Ada Perlakuan Khusus Bagi Pembayaran PBB“Walikota tidak boleh serta merta mengintervensi hal itu karena ada tupoksi dan walikota hanya mengetahui saja sebagai walikota,” tegasnya.
Menurutnya, sebagai penjabat daerah walikota harus menjelaskan karena ini berkaitan dengan pelayanan publik, artinya seorang pejabat harus memberikan informasi yang jelas karena berkaitan dengan keterbukaan publik.
Jika nantinya Walikota tidak dapat menjelaskan alasan tidak mengeluarkan izin maka secara tidak langsung ada sanksi pidana yang menanti
Langgar Hukum
Praktisi hukum Rony Samloy menilai Walikota Ambon, Richard Louhenapessy telah melanggar hukum lantaran memerintahkan penghentian proses penerbitan IMB tanpa alasan yang jelas.
Dijelaskan, Walikota Ambon mestinya lebih terbuka menyatakan alasan sehingga dirinya memerintahkan tidak boleh mengeluarkan IMB, sebab pengusulan IMB telah dilakukan sejak tanggal 12 Agustus lalu.
Artinya, dalam persoalan ini kesalahan terletak bukan pada BKSDA melainkan Pemerintah Kota Ambon sebagai intansi yang menerbitkan IMB, apalagi proyek tersebut untuk kepentingan masyarakat kedepannya. “Jika ada persoalan seperti ini maka diduga ada miss komunikasi disatu sisi tetapi disisi lain ada kesengajaan yang dilakukan oleh walikota,” tegasnya.
Menurutnya, Walikota telah melakukan perbuatan melawan hukum baik secara administratif maupun secara perdata, kecuali BKSDA Maluku belum dilakukan pengusulan tapi sebaliknya pengusulan telah dilakukan.
“Kesalahan ini bukan terletak pada BKSDA Maluku yang tidak mengajukan IMB tetapi terletak di Pemerintah Kota Ambon, tetapi kalau ini ada konspirasi bersama maka Walikota bisa digugat karena perbuatan melawan hukum atas kerugian yang telah ditimbulkan,” cetusnya.
Karena tidak sesuai dengan standar operasional pelayanan dalam pengurusan IMB, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku mengirimkan tim menemui Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, guna mempertanyakan alasan IMB belum diterbitkan.
Turunkan Tim
Sementara itu, Kepala BKSDA Maluku, Danny Pattipeilohy mengatakan, pihaknya belum mengetahui penyebab IMB proyek pembangunan pusat konservasi satwa kepulauan Maluku belum dikeluarkan Pemerintah Kota Ambon.
Proyek yang merupakan program prioritas nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020-2024 ini bersumber dari APBN yang dikerjakan oleh PT Karya Lease Abadi sesuai dengan kontrak kerja dengan BKSDA Maluku.
Padahal, peoses pengurusan IMB dari proyek pusat konservasi satwa Maluku ini telah dilakukan kepada Pemerintah Kota Ambon sejak tanggal 12 Agustus lalu atau lebih dari 14 hari.
“Sudah kami sampaikan pada tanggal 12 Agustus 2021 dan memang benar telah mendapatkan tanda terima dari PTSP Kota Ambon yang semua persyaratan itu telah dilengkapi,” ungkap Danny.
Diakuinya, dalam proses pengurusan IMB terdapat sedikit keterlambatan pengurusan IMB dimana saat IMB diajukan ke DPMPTSP ternyata ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga mengalami keterlambatan.
Namun, semua persyaratan termasuk status tanah pun telah dilengkapi dan telah mendapatkan persetujuan serta diterima oleh DPMPTSP melalui costumer service.
“Semua persyaratan itu telah selesai diperiksa dan telah ada tanda terima, artinya ketika kami melakukan itu tanggal 12 Agustus dan jika dilihat dari aturan biasanya dalam pengurusan IMB hanya dalam waktu 14 hari,” bebernya.
Merasa belum ada kepastian, Danny pun menyurati Walikota Ambon pada tanggal 30 Agustus 2021 lalu sesuai surat nomor S998/K19/TU/SEK/08/2021 untuk meminta respon balik terhadap pengurusan IMB yang telah diajukan tetapi sampai saat ini belum mendapat respon balik.
“Kami lagi kesana melakukan koordinasi untuk menanyakan kendala kami dan kekurangan kalau sudah ada tanda terima dari DPMPTSP sementara itu belum proses sesuai jangka waktu,” cetusnya.
Ia berharap, IMB dapat segera diterbitkan agar pengerjaan proyek pembangunan pusat konservasi satwa kepulauan Maluku ini dapat segera dituntaskan.
Tak Sita
Pattipeilohy juga memastikan tidak ada penyitaan burung cendrawasih oleh petugas BKSDA Maluku.
“Jadi masalah cendrawasih ini isu penahanan cendrawasih. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Agustus 2021 BKSDA Maluku sama sekali tidak melakukan penahanan burung cendrawasih oleh petugas di bandara,” tegasnya.
Berdasarkan laporan petugas BKSDA Maluku yang bertugas di Bandara Internasional Pattimura barang yang dimasukan dalam kardus tersebut bukan merupakan burung cendrawasih tapi atribut, pakaian, replika atau aksesoris yang menyerupai burung cendrawasih.
Dijelaskan, kepada petugas hanya diperlihatkan barang yang dibawah oleh seorang ibu dari Saumlaki yang hendak ke Jakarta sehingga bukan merupakan bukan cendrawasih.
“Barang itu kan kemudian dititipkan kepada petugas bandara dan ketika itu dititipkan ketugas kita hanya diminta barang yang disinyalir ada burung cendrawasih tapi barang itu adalah pakaian adat aksesoris,” ujar Deny.
Keberadaan barang tersebut yang menyebabkan seolah-olah BKSDA Maluku menahan ketika orang membawa burung maka harus membawa dokumen dan dimintakan dari petugas di bandara tetapi petugas tidak memiliki kewenangan mengeluarkan izin, sebab terhadap jenis yang dilindungi ada mekanisme.
Ditanya soal barang tersebut milik gubernur, Danny mengatakan pihaknya tidak dapat memastikan barang tersebut milik siapa.
“Itu yang memang tidak mendapatkan penjelasan secara detail apakah memang kepada gubernur Maluku atau tidak tetapi dari laporan petugas ini mau dibawah oelh seorang ibu ke Jakarta,” jelasnya.
Pemkot Larang
Seperti diberitakan sebelumnya, proses IMB sudah dilakukan sejak 12 Agustus, namun hingga kini tak ditindaklanjuti, dengan alasan belum ada arahan dari Walikota Ambon.
Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengakui kalau dia yang minta agar IMB proyek pembangunan gedung milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku dipending, sekalipun permohonan izin sudah diajukan sejak 12 Agustus 2021 di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Ambon.
Perintah lisan walikota itu ditujukan kepada Kepala DMPTSP, Fernanda Louhenapessy, agar tidak memproses IMB milik BKSDA Maluku.
Fernanda mengakui, permohonan IMB milik BKSDA telah dimasukan sejak pertengahan Agustus lalu, namun sementara ditangguhkan prosesnya. Kendati begitu, dia tidak bisa menjelaskan apa alasan penangguhan proses tersebut.
“Sudah masuk pertengahan Agustus kemarin, namun dipending dulu. Saya tidak tahu ada masalah apa tetapi kami diminta untuk pending dulu,” jelas Fernanda saat dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (1/9).
Padahal kata dia, standar pelayanan dan standar operasional prosedur pengurusan IMB paling lama hanya tujuh hari dan tidak perlu menunggu izin dari Walikota, karena sudah ada pelimpahan kewenangan ke DPMPTSP.
“Maksimal sesuai dengan SOP itu pengurusan IMB itu 7 hari dan kalau lama itu tergantung. Kita rekapitulasikan baru ditetapkan dengan keputusan walikota,” ujarnya.
Namun khusus untuk kasus ini, ujar Fernanda, dia harus menjalankan perintah atasan, sekalipun itu melawan mekanisme dan sistim yang sudah dibangun di DMPTSP selama ini.
Akui Hentikan
Terpisah, Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengakui menghentikan pembangunan gedung milik BKSDA karena tidak memiliki IMB. “Memang betul,” tandas Louhenapessy kepada Siwalima, usai memberi piagam penghargaan di RSUP Dr J Leimena Ambon, Rabu (1/9).
Kata walikota, pengajuan surat terkait IMB ini belum dilakukan oleh BKSDA, hingga. izin itu belum juga dikeluarkan oleh DPMPTSP.
“Belum, kita lagi kaji beberapa aspeknya untuk itu. Karena memang dia belum ajukan surat oleh karena itu kita larang. Ini kita baru dapat berita bahwa dia sudah ajukan (IMB). Nanti kita pelajari lagi,” tandas Louhenapessy.
Walikota menegaskan, sekalipun itu proyek pemerintah, tetap harus dilengkapi dengan IMB. Oh IMB wajib,” tegasnya.
Ditambahkan, meski memiliki izin diwajibkan namun kelonggarannya ada pada pembayaran.”Itu kan cuman Rp60.000 ajah, cuman harus dipertimbangkan dari aspek kiri-kanan,” pungkasnya. (S-50)
Tinggalkan Balasan