AMBON, Siwalimanews – Yani Hakim dan Yunita Saban penasehat hukum dari terdakwa, Hidayat Palembang akan menga­ju­kan eksepsi atau kebe­ratan atas dak­waan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut, terdakwa terlibat dalam kasus  peng­gelapan uang senilai Rp 200 juta.

Eksepsi tersebut akan disampai­kan PH terdakwa pada Senin (6/7) depan. Menurut mereka, perkara terdakwa harusnya masuk dalam kasus perdata dan bukan pidana.

“Perkara ini bukan pidana, namun perkara perdata,” ujar Yani di Peng­adilan Negeri Ambon, Senin (29/6).

Dia mengatakan, perkara pengge­lapan ini harusnya perdata karena adanya perjanjian tulisan antara pihak satu dan yang lain. Namun, ada ada pihak yang merasa kebe­ratan sehingga lapor ke kepolisian.

Selain itu, pasal yang disang­kakan dalam dakwaan JPU juga berbeda dengan kronologis kejadian. “Ini kasus penggela­pan, tapi malah pasal pengania­yaan yang dipakai,” katanya.

Baca Juga: Dua Terdakwa Korupsi Bank Maluku Dobo Divonis 4 Tahun Penjara

JPU Secretchil E  Pentury menya­takan, terdakwa dinyatakan bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Dalam Pasal 351 ayat 1 menye­butkan, penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pida­na denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Hidayat Palembang (46), wiras­wasta asal Dusun Bara, Desa Nam­lea, Kabupaten Buru, Provinsi Ma­luku itu tertangkap, pada Sabtu 12 Januari 2019 sekitar pukul 10.00 WIT,  di Jalan Dermaga, Kota Namlea, Kabupaten Buru.

Awalnya, terdakwa bersama Adi­sucipto (DPO) datang menemui saksi korban Adi Yoana membawa satu unit Mobil Hilux Doble Cabil dengan nomor polisi DE 8834 di Kantor Cabang PT. Papua Citra Buana Jalan Dermaga Kota Namlea, Rabu 12 Desember 2018 sekitar pukul. 7.00 WIT.

Disana, terdakwa mengatakan akan menjual mobil karena sedang membutuhkan uang dengan harga Rp. 275 juta. Lalu saksi korban mengatakan tidak memiliki uang sebanyak itu. Dia bilang hanya memiliki Rp. 100 juta. Terdakwa pun membolehkan saksi korban menga­mbil mobil serta BPKP, dengan melunasi sisanya pada Juli 2019.

Setelah mendengar penjelasan itu, saksi korban langsung menyerah­kan uang kepada terdakwa sebesar Rp.100 juta. Terdakwa lalu menye­rahkan STNK Asli, Buku Kir Asli serta dibuatkan berita serah terima kendaraan diatas meterai 6000 yang ditandatangani oleh terdakwa dan saksi korban.

Korban menyadari nama di STNK bukan milik terdakwa, melainkan nama orang lain, Timo Gozali.  Dia pun menanyakan hal tersebut kepa­da terdakwa. Terdakwa lalu menya­takan sudah membelinya dari Timo.

Terdakwa bahkan menawarkan diri akan mengurus pengalihan nama untuk saksi korban.

Selanjutnya, pada Selasa 8 Januari 2019, terdakwa menelpon saksi kor­ban yang sedang berada di Jakarta. Terdakwa meminta kepada saksi korban untuk mengirimkan sisa uang penjualan mobil tersebut sebesar Rp.175 juta. Lalu dijawab korban akan dilunasi pada bulan Juli. Karena terdakwa mengatakan ada keperluan mendesak, korban pun mentransfer uang Rp. 25 juta ke rekening terdakwa.

Pada 12 Januari 2019, terdakwa datang ke kantor korban untuk me­ngambil mobil. Saat itu, korban masih berada di Jakarta. Terdakwa meng­ambil kunci mobil dan mengatakan uang yang sudah terbayar sebagai uang sewa lalu membawa pergi mobil.

Atas kejadian tersebut, korban mengalami kerugian senilai Rp. 200 juta. Sidang yang dipimpin majelis hakim Jenny Tulak didampingi Felix Wiusan dan Esau Yerisitouw selaku hakim anggota itupun ditunda pekan depan beragendakan penyampaian eksepsi. (Mg-2)