Pemprov Diminta Sikapi Maluku Daerah Rawan Pangan
AMBON, Siwalimanews – Provinsi Maluku kembali masuk dalam kategori daerah rawan pangan yang cukup tinggi, Pemerintah Provinsi Maluku diminta untuk segera bergerak cepat antisipasi.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Maluku, Andi Munaswir mengatakan masuknya Maluku kedalam deretan daerah yang rawan pangan menjadi ancaman besar bagi masyarakat.
Untuk melindungi masyarakat Maluku dari dampak krisis pangan maka harus ada langkah-langkah konkrit yang ditempuh pemerintah daerah dengan mengoptimalkan semua sumber-sumber pendukung termasuk transportasi antar wilayah.
Menurutnya, transportasi laut maupun darat dari daerah penyuplai bahan pangan ke daerah yang menjadi pangsa pasar sangat diperlukan, sebab jika transportasi tidak memadai maka pasti akan mempengaruhi distribusi bahan pangan yang akan memicu terjadinya krisis pangan.
“Maluku ini masih dikategorikan sebagai provinsi yang masuk kategori rawan pangan, untuk itu sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah penghasil pertanian diharapkan dapat difasilitasi, agar muda memasok hasil pertanian tersebut ke wilayah-wilayah konsumen,” tegas Munaswir.
Baca Juga: Spanyol Harus Belajar dari Kekalahan Lawan JepangMunaswir mengakui, sampai dengan saat ini persoalan tranportasi belum juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, terbukti dengan masih adanya wilayah-wilayah produksi pangan yang belum memiliki akses transportasi transportasi yang lancar.
Munaswir pun meminta Pemerintah Provinsi Maluku untuk dapat melakukan upaya terukur guna mencegah terjadinya krisis pangan di Maluku yang berakibat pada kesengsaraan masyarakat.
Rawan Pangan
Seperti diberitakan sebelumnya, Tiga kabupaten di Provinsi Maluku yang berada di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), masuk dalam wilayah rawan pangan dengan kategori berat. Ketiganya yakni, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kapubaten Maluku Tenggara.
Sementara Kabupaten Maluku Barat Daya, masuk dalam wilayah rawan pangan dengan kategori sedang, bersama dengan 32 kabupaten dan kota lain di Indoensia.
Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (BPN), Nita Yulianis memaparkan, faktor utama wilayah kerentanan pangan adalah, produksi pangan wilayah lebih kecil dibandingkan kebutuhan, sehingga terjadi defisit.
Persentase penduduk miskin makin tinggi, prevelensi balita stunting tinggi dan akses air bersih terbatas. Sedangkan sebaran wilayah rentan rawan pangan, yakni wilayah Indonesia timur, wilayah jauh dari ibu kota provinsi/daerah perbatasan dan wilayah kepulauan.
“Wilayah rentan rawan pangan juga tersebar di wilayah 3 T,” ungkap Nita dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Pangan di Kawasan Perbatasan di Hotel Millenium, Selasa (26/7) kemarin.
Nita juga menjelaskan, dalam Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) 2021, di daerah perbatasan terdapat 15 kabupaten/kota berstatus rentan aspek ketersediaan pangan. Hal ini disebabkan, karena penurunan luas tanam dan peningkatan luas puso. Sedangkan 5 kabupaten/kota berstatus rentan pemanfaatan pangan, yaitu tingginya balita dengan indikasi berat badan kurang dan sangat kurang.
Dukungan program dan kegiatan ketahanan pangan di daerah perbatasan, berupa penguatan ketersediaan dan stabilitas pangan yakni, pengendalian stabilitas pasokan dan harga, pengembangan sistem logistik pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah.
“Sedangkan dukungan penanganan kerawanan pangan dan gizi adalah, pencegahan dan pengentasan daerah rentan rawan pangan, mitigasi dan penanganan kesiapsiagaan krisis pangan. Selain itu pencegahan dan kesiapsiagaan kerawanan pangan dan gizi termasuk antisipasi stunting dan bantuan pangan untuk masyarakat berpendapatan rendah dan rawan gizi,” papar Nita.
Dukungan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan di kawasan perbatasan, lanjut Nita antara lain, pengembangan penganekaragaman pangan, promosi dan sosialisasi perubahan prilaku dan konsumsi. Selain itu, pengembangan standar dan pengawasan keamanan pangan.
Berikut 22 Wilayah Rawan Pangan dengan Kategori Berat yakni, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Kabupaten Mahakam Hulu, Kabupaten Sabu Raijua Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang saat ini berganti nama menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara, Kapupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Mimika, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat, Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Sarmi serta Kabupaten Biak Numfor.
Sementara untuk wilayah rawan pangan dengan kategori Sedang terdapat 33 kabupaten dan kota yakni, Kabupaten Aceh Besar, Kota Sabang, Kota Langsa, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Roka Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kota Batam, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten sintang, Kabupaten kapuas Hulu, Kabupaten Berau, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka, Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten ToliToli, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan kabupaten Jayapura. (S-20)
Tinggalkan Balasan