AMBON, Siwalimanews – Pemprov Maluku diminta serius melakukan berbagai upaya menagih hutang Rp 1,2 miliar dari PT Resijaya Mulia Cipta, eks pengelola mess Maluku, yang sampai saat ini belum dibayarkan.

Anggota DPRD Maluku, Roviq Affifudin menjelaskan, Pemprov harus serius sikapi hutang tersebut, jika sampai saat ini belum dibayarkan maka Dinas Pendapatan Maluku harus menyurati pihak PT Resijaya Mulia Cipta untuk dilunasi.

“Dispenda harus menyurati perusahaan tersebut untuk melunasi hutang ke Pemerintah Provinsi,” tegas Roviq kepada Siwalima di DPRD Maluku, kemarin.

Dia meminta, Dispenda segera menyurati pihak perusahaan agar kewajiban membayar segera dilakukan.

Roviq menegaskan, jika dalam waktu yang ditentukan oleh Dispenda kepada pihak PT Resijaya Mulia Cipta untuk melunasi hutang belum dapat dilakukan, maka pihaknya akan melakukan on the spot ke perusahaan untuk meminta perusahaan menyelesaikan hutangnya. “Kalau dalam jangka waktu yang ditentukan Dispenda, perusahaan belum juga membayar, maka kita akan melakukan on the spot melihat aset disana dan panggil bersangkuatn untuk menyelesaikan,” tegasnya.

Baca Juga: Besok Vaksin Tambahan Tiba di Ambon

Ia berharap, Dispenda proaktif menyurati perusahaan tersebut untuk secepatnya melunasi hutang Rp 1,2 miliar itu.

Tak Serius

Pemprov Maluku dinilai tidak serius melakukan upaya penagihan terhadap hutang pada eks pengelola mess Maluku yakni, PT Resijaya Mulia Cipta ditengah menurunnya pendapatan daerah.

Dekan Fakultas EkonomiUnpatti, Erly Leiwakabessy kepada Siwalima, Selasa (1/12) mengatakan, Pemprov Maluku harus serius melakukan penagihan hutang dalam rangka menambah anggaran pendapatan daerah.

“Pemda Maluku harus serius untuk tagih hutang ke PT Resijaya Mulia Cipta untuk menambah anggaran pendapatan daerah,” ujar Leiwakabessy.

Dikatakan, ditengah pandemic Covid-19 ini daerah membutuhkan begitu banyak anggaran untuk kepentingan pembangunan dan pada waktu yang sama pasti perusahaan eks

pengelola mess Maluku akan beralasan kondisi keuangan yang tidak mampu untuk membayar hutang. Akan tetapi, walaupun pandemic Covid-19 telah membuat banyak perusahaan gagal, namun hal itu tidak boleh membuat pemda menjadi tidak tegas dan serius untuk menagih hutang dimaksud, sebab bisnis tetap bisnis dan harus diselesaikan.

“Pasti akan ada banyak alas an yang disampaikan tetapi itu tidak boleh menjadi alasan. Pemda harus melakukan tindakantindakan serius karena itu merupakan sumber PAD,” tegasnya.

Menurutnya, kondisi perekonomian ditengah pandemi Covid-19 ini mengakibatkan pemda sangat sulit melakukan ekstensifikasi sumber pendapatan, karena itu solusinya pemda hanya dapat melakukan intensifikasi.

Artinya semua sumber pendapatan yang ada harus dioptimalkan termasuk dengan menagih hutang Rp 1.2 miliar tersebut. Leiwakabessy juga menyayangkan sikap Pemda yang dapat melakukan pinjaman sebesar Rp 700 miliar tetapi hutang dengan nilai Rp 1.2 miliar tidak dapat dilakukan penagihan, padahal jumlah sebesar itu dapat dialokasikan bagi kegiatan ekonomi yang dapat mendongkrak pendapatan masyarakat.

Leiwakabessy menegaskan, bila perusahaan ini masih tidak beritikad baik untuk membayar, maka salah satu jalan harus melalui jalur hukum. (S-51)