Pemkot tak Mampu Tahan Sebaran Corona
Lagi PSBB Transisi Diperpanjang

AMBON, Siwalimanews – Pemkot Ambon belum mampu menahan penyebaran corona, setiap hari angka tren covid meningkat drastis, PSBB transisi akhirnya diperpanjang lagi.
Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengatakan, PSBB III berakhir Minggu (30/8) dan diperpanjang ke PSBB Transisi IV yang berlaku sejak 31 Agustus hingga 13 September mendatang.
Alasan diperpanjang ini, kata walikota, karena angka covid di Kota Ambon masih terus meningkat, dan Ambon masih berada di zona merah.
Menurutnya, Pemkot perketat penerapan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
“Kita akan perketat PSBB transisi tahap IV, kita akan memperketat penerapan Inpres nomor 6 tahun 2020 diseluruh segmen. Jadi tidak pintu masuk saja, tetapi seluruh segmen,” jelas Walikota kepada wartawan usai memimpin apel bersama, Jumat (28/8) di Tribun Lapangan Merdeka, Ambon.
Baca Juga: Bebas Covid-19, SBB Masuk Zona HijauUntuk perketat pengawasan di pintu masuk, kata walikota, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan TNI AU untuk memperketat pintu masuk melalui udara, dengan TNI AL serta marinir perketat pintu masuk melalui jalur laut. Dan mengamankan keadaan di darat, pemkot telah berkoordinasi dengan TNI AD serta Polri untuk mengamankan.
Protokol kesehatan yang harus dipatuhi meliputi, penggunaan masker yang menutup hidung dan mulut dan dagu, jika harus keluar rumah atau interaksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya, membersihkan tangan secara teratur, pembatasan interaksi fisik (physical distancing), dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
“Pengawasan bukan hanya diperketat dipintu masuk pelabuhan atau bandara, tapi diseluruh segmen terutama terkait penggunaan masker bagi masyarakat,” katanya.
Inpres yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Agustus 2020 itu, mengatur soal sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Sanksi sebagaimana dimaksud berupa, teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.
Walikota menjelaskan, sosialisasi dan teguran penggunaan masker sesuai Inpres nomor 6 tahun 2020, ditindaklanjuti dengan dasar hukum penegakan disiplin Peraturan Gubernur Nomor 42 dan Peraturan Walikota Nomor 25 Tahun 2020.
“Kurun waktu tiga hari kedepan, seluruh petugas terkait akan melakukan sosialisasi penerapan Inpres Nomor 6 tahun 2020, yang difokuskan di pasar, cafe dan restoran juga perkantoran,” ujarnya.
Sosialisasi di pasar akan dilakukan Disperindag bersama TNI yang juga akan melakukan bakti sosial.
“Sementara petugas Dishub dan Satpol PP dalam pengawasan keliling akan memantau titik perbatasan, serta kendaraan yang mengangkut penumpang lebih dari 50 persen kapasitas, “ ujarnya.
Walikota menambahkan, penegakan sanski dilakukan dengan pendekatan tindak pidana ringan, setelah melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan dan Pengadilan.
“Penerapan PSBB Transisi tahap IV isinya PSBB, jadi kita terapkan betul penegakkan disiplin protokol kesehatan,” tandas Walikota.
Saat memimpin apel kedua, Sabtu (29/8) yang berlangsung di Balai Kota, walikota mengungkapkan, dalam PSBB transisi tahap IV, sistem teguran akan dilaksanakan menggunakan sistem check list yang tujuannya adalah, untuk mengetahui seberapa banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar serta dapat dengan mudah mengevaluasi pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat.
“Jadi inti dari pada PSBB transisi tahap IV ini adalah lebih pada sanksi dan tindakan. Melanggar pertama orang yang tidak pakai masker sudah denda. Melanggar pertama 100, melanggar ke dua 200, sampai dengan satu juta. Dan itu check list bisa menentukan si A perusahaan mana, badan usaha mana, berapa kali melakukan pelanggaran,” tuturnya.
Selain itu, walikota meminta kepada seluruh petugas untuk dapat memahami setiap peraturan yang berada pada Perwali Nomor 25 tahun 2020, agar pada saat pelaksanaan sesuai dengan apa yang telah cantumkan didalam perwali tersebut.
Bioskop Ditutup
Meskipun telah direncanakan oleh satgas nasional terkait dengan pembukaan tempat umum yang bersifat hiburan seperti bioskop dan tempat karaoke, namun walikota Ambon, Richard Louhenapessy enggan untuk mengaktifkannya di dalam masa pandemi.
Menurutnya, Kota Ambon sampai saat ini masih berada di zona merah sehingga tidak efektif apabila harus dibuka, takutnya akan menimbulkan klaster baru.
“Untuk Ambon belum ada rencana, itu khan kebijakan nasional dan akan sangat tergantung dari pada daerah. kalau locusnya di Jakarta sudah memungkinkan itu tidak apa-apa, tapi kalau Ambon dengan kondisi zona merah,” tuturnya.
Tambahnya, bioskop dan karaoke, cafe bisa menjadi klaster baru. sehingga belum berpikir untuk kebijakan membuka lagi bioskop dan karaoke.
Hal yang sama juga diungkapkan, Sekertaris Kota Ambon A. G. Latuheru. Katanya, memasuki PSBB transisi tahap IV, pemkot dalam hal ini gustu Kota Ambon akan lebih tegas dalam menjalankan sejumlah peraturan yang telah disiapkan didalam Perwali Nomor 25 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan.
“Perwali ini bukan hanya sebagai implementasi dari Inpres nomor 6, namun juga merupakan implementasi dari instruksi Mendagri nomor 4 tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19,” tuturnya.
Ditambahkan, jika ada salah satu ASN yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan, maka tetap akan ditindaki dengan sanksi yang terdapat dalam perwali tersebut. Perwali itu berlaku untuk seluruh warga Indonesia yang ada di Ambon, sanksi tak pandang bulu. Penekanan pada protokol kesehatan,” tandasnya kepada wartawan di halaman Parkir, Sabtu (29/8).
Tak Mampu Tahan
Sementara itu, anggota DPRD Kota Ambon dan akademisi menilai, Pemkot Ambon tak mampu menahan penyebaran angka Covid. Sehingga harus menerapkan PSBB Transisi IV.
Mustinya, penerapan PSBB itu angka covid di Kota Ambon menurun, tetapi malah meningkat drastis.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Moritz Tamaela mengatakan, dilajutkan ke PSBB Transisi IV ini merupakan langkah lanjutan dari apa yang menjadi kewenangan pemerintah dalam menanganan persoalan Cobid di tengah-tengah kota ini.
Namun ia menilai, pemkot gagal menahan laju perkembangan Cobid, disebabkan karena kurang optimal melakukan pengawasan dan bertindak tegas, untuk memberikan efek jera.
“Belajar dari pengalaman mulai dari PKM sampai PSBB III ketika PSBB kita mampu menekan dengan jumlah populasi dengan kenaikan kasus yang berbanding lurus penanganan. Tetapi ketika masukl PSBB transisi dengan adanya kelonggaran, justru terjadi peningkatan kasus yang tidak berbanding dengan penanganan covid yang dilakukan,” tegas Morits kepada Siwalima, Minggu (30/8).
Sebagai anggota DPRD, Morits tentu saja prihatin dengan kondisi Covid-19 yang meningkat signifikan di Kota Ambon. Ia melihat ruang kebebasan dibuka Pemkot atau gugus tugas tetapi kurang dibarengi dengan sebuh tindakan yang tegas.
Mirisnya lagi, lanjutnya, munculnya klaster-klaster baru di lingkungan masyarakat maupun di lingkup ASN, yang dikhawatirkan itu terjadi malah telah terjadi. Sehingga dia menilai, pemkot dan stakeholder terkait tidak mampu menerapkan pola disiplin kesehatan yang baik.
“Kedisiplinan baik itu dari masyarakat, ASN dan seluruh stakeholder terkait yang disebut sebagai pantahelix itu belum mampu menerapkan pola disiplin yang baik. Pola disiplin itu dari masing-masning orang. Sedangkan dari pola perilaku itu akibat ada ruang-ruang kelonggaran yang diberikan, ketika PSBB transisi itu lalu pergerakan orang mulai ada kelonggaran, dan ini tidak mampu dibendung oleh pemkot,” tegasnya.
Karena itu, ia mengusulkan, pemkot jangan hanya menerapkan aturan, dan aturan itu bersifat lips service saja, tetapi aturan itu musti ditindaklanjuti dengan sanksi yang tegas, supaya ada efek jera. Ia juga meminta, aturan yang diterapkan itu diberlakukan sampai ke desa, supaya desa bisa mengontrol masyarakatnya.
“Penerapan perwali ini, belum terlalu optimal, juknis belum ada, gerak cepat, harus tega untuk menerapkan aturan. Dan itu mulai dari pemerintah dan jadi contoh, pemkot sendiri tidak tegas. Harus dikenakan sanksi, tegas, sehingga efek jera karena kita masih zona merah, bagaimana pemerintah kota harus tegas, tegas tergantung motode penegasan, dan konsep yang terarah,” ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Ambon lainnya, Christian Latumahina mengatakan, kebijakan Pemkot menerapkan PSBB dengan tujuan menekan laju penyebaran corona belumlah optimal dilakukan.
Sehingga kebijakan untuk lanjut lagi ke PSBB transisi tahap IV, harus juga dilakukan sertai dengan tindakan tegas, maupun pengawasan yang diperketat.
“Angka meningkat, PSBB diterapkan tetapi tidak turun. Itu berarti pemerintah dengan kebjakan tidak mampu menekan angka ini. Penyebab apa. Ini harus jadi bahan evaluasi oleh pemkot,” ujarnya.
Menurut Latumahina, mustinya pemkot melalui gugus tugas melakukan evaluasi, pada segmen-segmen mana yang terjadi celah sehingga penyebaran virus mematikan ini berkembang.
Pemkot harus mampu menguraikan secara detial, sehingga penanganannya juga tepat dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat.
“Jika itu berkaitan dengan persoalan masker, ada aturan yang tak jalan, hanya tegur saja, ruang interaksi itu terbuka. Karena banyak yang tidak gunakan masker tetapi kemudian tidak tegas dalam penindakan,” katanya.
Latumahina berharap, di PSBB transisi IV ini pemkot lebih bertindak tegas, awasi secara ketat, dan masyarakat juga harus taat dan taati setiap protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemkot, karena ini untuk menekan laju percepatan Covid-10 yang semain meningkat.
Ia meminta, seluruh masyarakat turut bersama-sama menaati setiap protokol kesehatan yang sudah ditetapkan, supaya Covid-19 di Kota Ambon bisa ditekan. Bukan karena pemkot tetapi karena peran serta masyarakat.
Sementara itu, akademisi Fisp Unpatti, Said Lestaluhu menegaskan, Pemkot belum maksmal menerapkan regulasi yang dikeluarkan dalam rangka penanganan Covid-19.
Karena pemkot hanya melakukan pengawasan pada pintu masuk, sementara pintu masuk ke desa-desa tidak dilakukan.
Selain itu, kata dia, adanya anomali terhadap protokol kesehatan yang membuat masyarakat tidak percaya pemerintah. Karenanya kalau pemkot mau lanjut transisi IV maka pengawasan harus ketat dilakukan. Terhadap aktivitas masyarakat, serta benar-benar menerapkan disiplin kesehatan sesuai Inpres No 6 tahun 2020.
Pemkot juga harus awasi penggunaan masker yang tidak merata, diakibatkan karena pengawasan yang lemah. karena selama ini pemkot hanya fokus pada pos jaga, sementara yang lainnya dibiarkan longgar. Karena itu jika PSBB Transisi IV maka harus komitmen diikuti dengan langkah tegas. (Mg-6/Cr-2)
Tinggalkan Balasan