Pemkot Langgar Perjanjian, Pemilik Lahan Tutup IPST
AMBON, Siwalimanews – Pemilik lahan terpaksa menutup lokasi Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) di Dusun Toisapu, Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Rabu (7/10).
Langkah ini dilakukan, karena Pemkot Ambon melanggar perjanjian damai sesuai putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 269/Pdt.G/2019/PN Amb tertanggal 2 Juli 2020. Somasi sudah dilakukan oleh ahli waris, namun dicuekin oleh pemkot.
Penutupan lokasi IPST itu dilakukan oleh Enne Yosephine Kailuhu, selaku ahli waris dari almarhum Johan Urbanus Kaliluhu bersama tim kuasa hukum keluarga Kailuhu.
Mereka memasang rantai pada palang besi pintu masuk ke lokasi pembuangan akhir sampah dan IPST dan mengemboknya.
Selain itu, spanduk besar juga dipasang. Pada spanduk itu tertulis, “TPA dan IPST ini terindikasi malladministrasi Pemkot Ambon dimana tahun 2006 terdapat salah bayar perluasan 5 HA dibayar 6M ke Agus Kailuhu. Berikutnya, 24 Agustus 2014 Pemkot Melakukan Malladministrasi kembali dengan perluasan lahan 1 HA Dibayar ke ????.
Baca Juga: Malra Harus Jadi Destinasi Pariwisata MalukuAda juga tertulis, 31 Maret 2017 surat Pemkot Ambon yang dimohonkan sekot Ambon untuk tahun anggaran 2017 atas permohonan Amdal dan IPST 16 HA terindikasi malladministrasi.
Pantauan Siwalima saat proses penutupan, Kepala UPTD IPST Kota Ambon, Iren Sohilait sempat menemui ahli waris. Hanya saja, Sohilait tidak bisa berbuat banyak. penutupan TPA dan IPST tetap dilakukan.
Penutupan lokasi itu mendapat perhatian sejumlah warga yang setiap harinya bekerja mengumpulkan barang bekas di lokasi TPA.
Kuasa hukum ahli waris, Eduard Diaz mengatakan, penutupan yang dilakukan karena pihaknya merasa diabaikan Pemkot Ambon. Pemkot ingkar janji.
Padahal, dalam perjanjian damai antara tuan tanah dalam hal ini ahli waris dengan Pemkot Ambon, disepakati Pemkot akan menambah penggunaan lahan seluas 10 hektar di lokasi tersebut, dan melakukan appraisal atau proses penentuan nilai.
Perjanjian itu ditandatangani Sekretaris Kota Ambon, A.G. Latuheru dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Kota Ambon, Lucia Isaac. “Hanya saja, hingga lokasi TPA ditutup, pemkot tidak kunjung menjalankan isi dari perjanjian damai dimaksud meski pihak ahli waris sudah menyurat hingga somasi ke Pemkot Ambon,” tandasnya.
Diaz menjelaskan, berdasarkan putusan perdamaian Nomor 269 dalam Pasal 1-7 ditegaskan, kewajiban Pemkot Ambon melakukan appraisal 10 hektar, setelah appraisal harus dilakukan pembayaran kepada ahli waris selaku pemilik tanah.
“Jadi di sini kita selaku kuasa hukum sudah somasi ke Pemkot Ambon, sejak Senin pekan lalu tapi sampai saat kita belum ada itikad baik dari Pemkot Ambon,” tegasnya.
Kata dia, perjanjian damai antara ahli waris dan Pemkot Ambon itu dilakukan karena sebelumnya, Pemkot Ambon melakukan kesalahan pembayaran lahan seluas 5 hektar yang kini dijadikan TPA tahun 2006 lalu. Saat itu, Pemkot Ambon membayar kepada Agus Kailihu, bukan ahli waris yang sah.
Kuasa hukum ahli waris lainnya, Daniel Manuhutu mengatakan, berdasarkan perjanjian perdamaian antara tuan tanah dengan Pemkot Ambon pada Pasal 6 menyebutkan, ada itikad baik dari Pemkot Ambon melakukan appraisal untuk penyelesaian 10 hektar lahan.
Selanjutnya, dalam perjanjian kontrak pengadaan tanah antara ahli waris dengan Pemkot Ambon pada pasal 2 point 2 dijelaskan, sebagai itikad baik dari Pemkot Ambon untuk penyelesaian tambahan lahan 10 hektar, pemkot membayar DP atau uang muka untuk lahan seluas 1 hektar senilai Rp. 660 juta dipotong pajak 10 persen atau 60 juta sehingga tuan tanah hanya mendapatkan 600 juta.
Proses pembayaran DP ini menurut kuasa hukum, malladministrasi karena tuan tanah dibayar dengan uang cash dan kwitansi yang digunakan adalah kwitansi pasar serta bukti setoran pajak tidak diberikan kepada tuan tanah. Penentuan nilai Rp 660 juta untuk 1 hektar lahan sebagai DP dari 10 hektar itu juga dilakukan Pemkot Ambon secara sepihak. “Tidak ada itikad baik dari Pemkot Ambon, padahal kami sudah menyurat dan somasi tapi sampai detik ini tuan tanah tidak diundang,” ujar Manuhutu.
Ia menegaskan, lokasi pembuangan sampah ini tidak akan dibuka hingga Pemkot Ambon mengundang ahli waris selaku tuan tanah dan menentukan batas waktu kapan appraisal dijalankan.
Sementara ahli waris Enne Yosefin Thine Kailuhu, anak almarhum Johan Urbanus Kaliluhu mengatakan, hanya ingin agar Pemkot Ambon bisa menepati isi perjanjian damai tersebut, karena lahan milik keluarga Kailuhu-Lesiasel dari Dati Haleru di Toisapu ini memiliki luas 265 hektar. Dari lahan seluas itu, yang telah digunakan Pemkot Ambon sebagai TPA seluas 6 hektar
“Kami hanya ingin agar Pemkot Ambon bisa menepati isi perjanjian damai tersebut,” ujarnya.
Kepala UPTD IPST Toisapu Iren Sohilait mengatakan dirinya akan menyampaikan penutupan lokasi TPA dan IPST ini kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Lucia Izaak sesuai dengan penjelasan yang disampaikan tim kuasa hukum ahli waris.
Sementara Sekretaris Kota Ambon, AG Latuheru, yang dikonfirmasi, enggan mengangkat telepon. SMS yang dikirimpun juga tak direspons. (S-16)
Tinggalkan Balasan