AMBON, Siwalimanews – Komisi I DPRD Kota Ambon meminta, Pemkot subdisi biaya rapid test yang masih mahal dan belum seragam di sejumlah fasilitas kesehatan  sesuai surat edaran Menteri Kesehatan Rp 150 ribu.

Permintaan ini disampaikan, anggota Komisi I DPRD Kota Ambon, John Van Capelle kepada wartawan di Baileo Rakyat Belakang Soya Ambon, Senin (13/7)

Dijelaskan, menyikapi berbagai keresahan masyarakat atas biaya rapid test disejumlah fasilitas kesehatan rujukan Pemkot Ambon  terbilang  belum merata dan masih tinggi, maka Komisi I melakukan rapat dengan Dinas Kesehatan Kota Ambon dan telah disampaikan agar biaya rapid test ditanggung oleh Pemkot Ambon.

“Kami undang Dinkes dan pihak faskes untuk bahas harga rapid test bersama Komisi I dan kita sudah usulkan untuk dilakukan subsidi biaya rapid bagi masyarakat, dengan kategori tertentu,” ungkapnya.

Rapid test harus disubsidi dikarenakan masih menjadi kendala bagi masyarakat yang terbebani dengan harganya yang cukup tinggi, bahkan tak mengikuti surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes yang  dengan tarif tertinggi untuk pemeriksaan rapid sebesar Rp 150 ribu.

Baca Juga: Laturiuw: Tingkat Pelanggaran Selama PSBB Harus Diumumkan

Kata dia, hal seperti ini jangan sampai membuat adanya kesalahpahaman antara masyarakat dengan pihak faskes. Pasalnya,masyarakat mengacu pada SE yang dikeluarkan oleh Kemenkes, sementara  pihak faskes mengku harga rapid dengan kisaran Rp 400 ribu dikarenakan, terlanjut mendatangkan alat rapid dengan biaya cukup mahal.

“Komisi akan minta pemkot memberlakukan subsidi kepada masyarakat miskin yang hendak melakukan pemeriksaan rapid test sebagai salah satu persyaratan perjalanan keluar daerah,” ujarnya.

Selain itu kata dia, bagi masyarakat yang akan melanjutkan studi ke luar daerah atau melakukan perjalanan dinas dan keperluan darurat lainnya, agar bisa disubsidi oleh Pemkot Ambon.

“Usulan komisi ini akan disampaikan pihak Dinkes kepada walikota,” tuturnya

Menurutnya, permasalahan harga rapid ini muncul karena Kemenkes telah menetapkan biaya rapid secara nasional dengan harga Rp 150 ribu. Hanya saja, faskes di Kota Ambon masih tetap acuh dan tetap memberlakukan harga Rp 400 ribu bahkan ada yang lebih.

Melalui rapat koordinasi tersebut, Komisi I mengharapkan, agar ada pemberlakuan tarif pemeriksaan rapid test yang merata di seluruh faskes di kota ini.

Ketua DPRD Kota Ambon Elly Toisuta menambahkan, pengakuan Kadis Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy, bahwa keputusan Menkes menjadi dilematis untuk ditindaklanjuti oleh sejumlah faskes.

Pasalnya, dengan harga Rp 150 ribu sesuai keputusan Menkes cukup berbeda jauh dengan alat rapid tes yang diperoleh faskes dari distributor sebagaimana direkomendasikan oleh WHO.

“Makanya ini jadi dilematis juga. Biaya yang faskes keluar untuk dapatkan alat rapid cukup mahal. Tapi DPRD sudah rekomendasikan agar ada subsidi untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkannya,” tutur Toisuta.

Sementara itu, Kadis Kesehatan, Wendy Pelupessy mengaku, terkait usulan dari Komisi I nantinya akan disampaikan ke Walikota Ambon. “Nanti saya sampaikan ke pak wali usulan ini untuk kemudian ditindaklanjuti. Harapannya semoga ini bisa terjawab sehingga masyarakat tak terlalu diberatkan dengan biaya rapid,” ujarnya.

Janji Sediakan

Sementara itu, Walikota Ambon, Richard Louhenpassy menegaskan, Pemkot tak menutup mata dari aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan kebijakan Pemerintah Pusat soal rapid test Rp 150.000.

Katanya,  sebetulnya Pempus tidak mempertimbangkan kondisi objektif yang ada di daerah, seperti ongkos kirim alat rapid, tingkat kemahalan yang ada di daerah-daerah itu, sehingga penyeragaman itu secara nasional tidak menguntungkan buat daerah yang jauh.

“Terutama di daerah-daerah yang timur belum lagi sampai ke Tual, belum lagi sampai ke Aru itu nggak mungkin mendapat harga seperti itu, dia harus mempertimbangkan ongkos kirimnya dan ongkos plus-plus lainnya,” katanya.

Dikatakan, untuk Kota Ambon sendiri agak sulit untuk dipertimbangkan, tetapi dari aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat, Pemot telah mengadakan rapat dengan 5  rumah sakit yang direkomendasikan oleh Pemkot untuk melakukan rapid test mandiri, sebab rapid test yang terkait dengan tracing dilakukan secara gratis pada puskesmas.

Untuk rapid test yang sifatnya mandiri, katanya, karena kebutuhan perjalanan, pendidikan, atau kebutuhan pekerjaan yang memerlukan keterangan rapid test memang harus dikenakan biaya yang mana sesuai dengan edaran Kemenkes sebesar 150 ribu.

Selain itu, Pemkot juga telah mendengar dan memperhatikan masyarakat termasuk dari pedagang besa formasi (PBF) atau pun dari rumah sakit lainya, dan setelah dipertimbangkan maka ada kebijakan yang nantinya akan diambil oleh Pemkot dan dituangkan dalam bentuk SK Walikota.

Dengan ketentuan, bagi seluruh warga ber-KTP Kota Ambon, yang ingin melaksanakan perjalanan dalam negeri, artinya masih dalam Provinsi Maluku maka akan memberikan subsidi rapid test dengan dikenakan charge, akan tetapi harus membayar jasa pelayanan medis pada RS, seperti  jasa analisis, jasa APD, serta jasa Laboratorium.  “Kita nanti atur dengan RS supaya kita subsidi rapid testnya. Sedangkan untuk jasa pelayanan RS, RS yang akan tentukan berapa dan kita musti sepakat dia pung harganya berapa,” jelasnya.

Sedangkan  bagi masyarakat yang  ingin berangkat antar Provinsi seperti ke  Makasar, Sorong dan Ternate  wajib membayar  baik itu rapid test maupun jasa, kecuali  yang  studi  dan kepentingan keluarga yang urgen seperti sakit, meninggal dan mengalami kecelakaan. “Ya mudah-mudahan 100-150 karena rapid kita sudah subsidi,” cetusnya. (Mg-5/Mg-6)