Peluang Pendidikan Pariwisata untuk Mendorong PerekonomianPRESIDEN Prabowo Subianto menetapkan target ambisius sebesar 8% produk domestik bruto (PDB) tahunan di tengah tantangan perekonomian yang kian kompleks. Dari sekian sektor industri, yang perlu mendapatkan perhatian ialah sektor pariwisata, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perekonomian global dan merupakan salah satu kontributor signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan PDB sebuah negara.

Sebagai contoh, industri pariwisata Tiongkok menyumbang US$1,78 triliun terhadap PDB mereka, India US$256,1 miliar, Korea Selatan US$73,7 miliar, Thailand US$69,2 miliar, Filipina US$97,2 miliar. Sementara itu, Indonesia, meskipun memiliki potensi yang sangat besar, yakni US$74,2 miliar, hanya sedikit lebih tinggi daripada Korea Selatan, tetapi masih di bawah Filipina (World Travel and Tourism Council, 2024).

Meski demikian, jumlah wisatawan terus meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) (2024) melaporkan peningkatan wisatawan mancanegara dari 1.557.530 pada 2021 menjadi 5.889.031 pada 2022 dan 11.677.825 pada 2023. Perjalanan wisata dalam negeri juga meningkat dari 613,30 juta pada 2021 menjadi 734,86 juta pada 2022 dan 825,80 juta pada 2023.

Tradisi budaya Indonesia yang kaya dan tujuan pariwisata yang indah menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung melakukan perjalanan wisata ke negara Asia Tenggara ini untuk mencari pengalaman perjalanan pariwisata yang khas dan unik. Namun, persaingan dengan negara-negara tetangga lainnya di Asia Tenggara yang juga memiliki kekayaan budaya dengan keunikan yang hampir serupa juga semakin ketat.

Perlu dipahami bahwa kemajuan industri pariwisata sangat bergantung pada kepuasan konsumen, dalam hal ini wisatawan nasional dan internasional. Garda terdepan yang bertanggung jawab dalam hal itu ialah sumber daya manusia sebagai frontliner yang berinteraksi langsung dengan tamu-tamu wisatawan.

Baca Juga: Biru, Sinonim Kata Nila

Kualitas tenaga kerja di industri itu sangat penting. Integritas dan profesionalisme mereka bahkan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan sektor itu. Sektor itu ialah industri dengan pujian dan keluhan dapat dengan sensitif dan mudah terlontar dari wisatawan, yang berpotensi mendorong atau memperlambat laju pertumbuhan industri itu. Ketika para wisatawan merasa puas dengan pelayanan yang prima dan profesional, testimoni positif mereka ialah bentuk marketing terbaik.

Jenis tenaga kerja terdepan itu memerlukan pola pendidikan dan pelatihan yang khas, untuk menghasilkan tenaga kerja berkualitas dengan karakteristik yang relevan dengan sektor pariwisata. Sistem pendidikan nasional perlu dikelola secara optimal dan tepat, dalam memenuhi kebutuhan sektor itu agar maksimal dalam meningkatkan PDB seiring dengan semakin sengitnya persaingan dari industri yang sama dari negara-negara tetangga.

Tantangan

Dalam konteks pendidikan vokasi di Indonesia, pendidikan pariwisata diberikan di jenjang menengah dan tinggi. Di jenjang pendidikan menengah terdapat sekolah menengah kejuruan, di jenjang pendidikan tinggi terdapat politeknik atau universitas. Meskipun dengan tingkat intensitas pedagogi yang berbeda, kedua jenjang pendidikan tersebut menghadapi tantangan serupa dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjawab tantangan sektor pariwisata.

Sebuah SMK pariwisata bisa jadi lebih baik dan maju jika dibandingkan dengan perguruan tinggi yang menawarkan pendidikan serupa. Sektor pendidikan perlu melakukan penyesuaian menyeluruh terhadap metode pendidikan dan pelatihan mereka agar lebih tepat dan langsung menjawab kebutuhan industri.

Dalam workshop yang diselenggarakan Politeknik Internasional Jakarta baru-baru ini dan melibatkan para praktisi terkuak fenomena mahasiswa yang baru lulus dari berbagai lembaga pendidikan pariwisata, umumnya didominasi gen Z, pada umumnya kurang memiliki daya tahan bekerja di bawah tekanan sehingga berkorelasi pada tingginya turnover pekerja baru di sektor itu.

Tenaga kerja di industri itu perlu memiliki tingkat daya tahan dan kemampuan beradaptasi yang tinggi, serta mampu bekerja secara kolaboratif. Artinya, magang konvensional saja tidak cukup jika sekadar meningkatkan keterampilan teknis seperti di bidang kuliner dan penataan ruangan. Penting bagi tenaga kerja itu memiliki keterampilan kolaboratif agar dapat bekerja sebagai teamwork dengan kompetensi sosial dan multikultural yang mumpuni agar dapat berinteraksi dengan baik dengan wisatawan dari mana pun mereka berasal.

Perpaduan antara pembelajaran konvensional dan lingkungan pendidikan berasrama berpotensi memberikan pengalaman pengembangan mental yang dibutuhkan bagi peserta didik. Beberapa lembaga pendidikan tengah berikhtiar menempatkan peserta didik mereka secara boarding untuk membentuk karakter dan kompetensi kolaboratif. Kompetensi lain yang dapat diasah di lingkungan berasrama antara lain manajemen waktu, interpersonal, multitasking, pemecahan masalah, perhatian terhadap detail, dan kewaspadaan risiko.

Berikutnya, sektor pendidikan juga perlu mengintegrasikan kemajuan teknologi ke dalam kurikulum. Martha Gegung (2023) mengungkapkan teknologi metaverse dapat memberikan calon wisatawan sensasi awal petualangan dan keindahan tempat yang ingin mereka kunjungi. Untuk itu, sektor pendidikan dapat berkolaborasi dengan pakar teknologi pendidikan dalam merancang modul yang dapat dijadikan rujukan bagi peserta didik untuk merancang destinasi wisata virtual, yang berpotensi berkembang menjadi keterampilan baru yang perlu dikuasai di industri itu.

Dunia pendidikan dan pelatihan pariwisata juga perlu memperkuat kredibilitas akademik mereka untuk dapat mengeksplorasi terobosan-terobosan out-of-the-box melalui program penelitian terapan yang dilakukan secara kolaboratif antara pendidik dan praktisi industri. Chin dan Law (2020) menggarisbawahi, penelitian yang tepat guna akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan analisis situasi dan berkontribusi pada penguatan link and match untuk memastikan relevansi keterampilan yang dibutuhkan.

Terakhir, penelitian yang kredibel, selain bermanfaat bagi karier akademik para pendidiknya, akan memberikan kontribusi pada perencanaan strategis baik di tingkat lokal, nasional, maupun global bukan hanya dalam hal pengembangan sumber daya manusia, melainkan juga pemetaan pelayanan dan pembangunan infrastruktur pariwisata. oleh: Taufik Hidayat (Direktur dan pengajar manajemen pariwisata di Politeknik Internasional Jakarta)