Pekan Ini, BPKP Serahkan Audit Korupsi Lahan PLTG Namlea
AMBON, Siwalimanews – Setelah merampungkan audit dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru, Namlea, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku berencana pekan ini menyerahkan hasil audit tersebut kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
“Hasil audit kerugian negara akan segera diserahkan minggu ini,” jelas Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan Maluku, Affandi kepada Siwalima di ruang kerjanya, Senin, (10/3).
Ketika ditanyakan berapa besar kerugian negara kasus korupsi pembelian lahan PLTG Namlea tersebut, Affandy menolak berkomentar. Ia beralasan pekan ini publik sudah bisa mengetahui kerugian negara kasus tersebut.
“Jika tak ada halangan, minggu ini angka kerugian sudah dapat diketahui publik. Karena Minggu ini akan diserahkan, dan dalam mingu ini pimpinan sudah datang, sehingga direncanakan Kamis atau Jumat sudah diserahkan,” jelas Affandi.
Affandi mengungkapkan, BPKP sudah merampungkan audit kasus dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea. Hasil audit tersebut akan diumumkan ke publik dan diserahkan ke tim penyidik kejaksaan.
Baca Juga: Kapolda: Pecat Anggota Terlibat Disersi“BPKP sudah merampungkan hasil audit dugaan kasus korupsi lahan PLTG Namlea,” kata Affandi.
Rampungkan
Seperti diberitakan sebelumnya, BPKP Perwakilan Maluku telah merampungkan audit kasus dugaan korupsi pembelian lahan PLTG di Desa Sawa, Kabupaten Buru, Namlea.
Hasil hasil audit kerugian negara dibutuhkan penyidik Kejati Maluku untuk menetapkan tersangka.
“BPKP sudah mengaudit dugaan kasus korupsi lahan PLTG Namlea, dan tahap finalisasi,” kata Affandi, Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Perwakilan Maluku kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis, (27/2).
Hasil audit, kata Affandi, harus ditandatangani oleh Kepala BPKP Maluku, setelah itu baru diserahkan ke penyidik Kejati Maluku. “Finalisasi laporan, kalau sudah ditandatangani oleh pimpinan,” ujarnya.
Penyidik Kejati Maluku masih menunggu hasil audit, sehingga penetapan tersangka belum dilakukan.
“Sampai sekarang kami masih menunggu hasil audit dari BPKP,” kata Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette kepada Siwalima, di ruang kerjanya, Senin, (2/3).
Untuk diketahui, status hukum kasus ini dinaikan ke tahap penyidikan sejak akhir Juni 2019, setelah dalam penyelidikan, penyidik Kejati Maluku menemukan buktibukti kuat adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.
Lahan seluas 48.645, 50 hektar itu, dibeli oleh PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara dari pengusaha Ferry Tanaya untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.
Sesuai NJOP, lahan milik Ferry Tanaya itu hanya sebesar Rp 36.000 per meter2. Namun jaksa menemukan bukti, dugaan kongkalikong dengan pihak PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi, sehingga harganya dimark up menjadi Rp 131.600 meter2.
“Jika transaksi antara Ferry Tanaya dan PT PLN didasarkan pada NJOP, nilai lahan yang harus dibayar PLN hanya sebesar Rp.1.751.238. 000. Namun NJOP diabaikan,” kata sumber di Kejati Maluku.
PLN menggelontorkan Rp.6.401. 813.600 sesuai kesepakatan dengan Ferry Tanaya, sehingga diduga negara dirugikan sebesar Rp 4. 650. 575.600. Namun pihak PT PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku mengatakan, tidak ada masalah dalam pembelian lahan pembangunan PLTG di Namlea. Menurut Asisten Manager Komunikasi PT PLN UIP Maluku, Abdul Azis Laadjila, transaksi pembelian lahan tersebut sudah sesuai dengan NJOP. (Mg-2)
Tinggalkan Balasan