AMBON, Siwalimanews – Belum setahun bertugas di Maluku, Yudi Handono dimutasikan ke Kejagung. Kajati Maluku ini mi­nim prestasi menuntaskan kasus-kasus korupsi di Maluku.

Alhasil, Kejagung memutasikan­nya dengan jabatan baru sebagai Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum pa­da Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejagung.

Banyak kasus lama peninggalan kajati sebelumnya tidak mampu dituntaskan Yudi Handono. Ter­masuk kasus-kasus baru yang dila­porkan masyarakat juga sam­pai sekarang jalan di tempat.

Saat Hari Bhakti Adhyaksa ke-60, Yudi  menegaskan meskipun diper­hadapkan dengan kondisi pande­mi Covid-19, penanganan kasus korupsi di Maluku tetap berjalan seperti biasa.

Tidak ada yang ditunda, baik yang masih dalam tahap penyeli­dikan maupun penyidikan tetap akan dituntaskan. Namun, baru se­minggu setelah pernyataannya itu, Yudi dimutasi.

Baca Juga: Pemkab Aru Serahkan Hewan Kurban ke PHBI

Informasi yang dihimpun di Ke­jati Maluku, pengganti Yudi Han­dono adalah Roro Sega. Roro Sega sen­diri eks Kajari Ambon. Mutasi terse­but tertuang dalam Surat Keputu­san Jaksa Agung Nomor 148 tahun 2020 tanggal 28 Juli 2020. Rorogo Zega saat ini menjabat Wakil Ke­pala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Kali­mantan Barat di Pontianak.

Mutasi eselon II Berdasarkan keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP- IV-528/C/07/2020.

Kasi Penkum dan Humas Kajati Maluku, Sammy Sapulette yang di­konfirmasi Siwalima Sabtu (1/8) melalui telepon seluler perihal mu­tasi Yudi Handono tidak menjawab telepon maupun pesan WhatsApp.

Yudi Handono meninggalkan se­jumlah kasus korupsi saat ini te­ngah diusut Kejati Maluku. Diantara­nya, proyek air bersih di Dusun Kezia, Kelurahan Kudamati tahun 2018. Ang­garan sebesar Rp 1,4 miliar dicairkan 100 persen, tetapi hingga kini masyarakat tak menikmati air bersih.

Tender proyek air bersih Dusun Kezia milik Dinas PUPR Kota Ambon itu dimenangkan oleh CV Akanza dengan Chen Minangka­bau selaku direkturnya. Namun Chen tidak mengerjakan proyek tersebut. Proyek itu, digarap oleh kontraktor bernama Siong.

Kepala Dinas PUPR Enrico Matitaputty selaku KPA dan Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Air dan Infrastruktur Pemuki­man, Chandra Futuembun tetap me­nyetujui usulan PPK, Pey Tentua untuk dilakukan pembayaran 100 persen, walaupun pekerjaan am­bu­radul. Namun Chen mengklaim, sudah bekerja sesuai kontrak.

Tujuan pekerjaan proyek itu adalah untuk menyediakan air ber­sih bagi masyarakat. Tetapi fakta­nya, masyarakat tidak menikmati air bersih. Masalahnya di situ. Jadi proyeknya gagal.

Selain air bersih di Dusun Kezia, Ke­jati Maluku juga mengu­sut pro­yek revitalisasi Tugu Trikora. Pro­yek ta­hun 2019 senilai Rp.876.848.000 ini juga  milik Dinas PUPR Kota Ambon.

Proyek Revitalisasi Tugu Triko­ra di­menangkan oleh CV Iryunshiol City. Perusahaan ini beralamat di Dusun I RT 06 RW 003 Desa Were, Keca­matan Weda, Kabupaten Hal­mahe­ra Tengah Provinsi Maluku Utara.

Namun sejak proses tender hi­ngga pengumuman sebagai peme­nang, Direktur CV Iryunshiol City tidak pernah hadir.  Padahal sebagai peserta tender, ia wajib hadir. Apalagi saat tahapan klarifikasi hingga pengumuman pemenang.

Sebagai pemenang tender, CV Iryunshiol City juga tidak menger­jakan proyek revitalisasi Tugu Tri­kora. Ternyata nama perusahaan ini hanya dipakai untuk mengikuti tender. Tak hanya cacat dalam admini­strasi tender. Tetapi dari sisi kua­litas pekerjaan juga bermasalah. Ahli konstruksi sudah memeriksa, dan diketahui pekerjaan tidak se­suai kontrak.

Ada lagi kasus korupsi pembe­lian lahan untuk pembangunan PLTG di Namlea, Kabupaten Buru. Kasus ini sudah tahap penyidikan. Dua orang sudah ditetapkan se­bagai tersangka, yakni pengusaha Ferry Tanaya dan mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Ka­bupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Selanjutnya sederatan kasus lama yang diusut Kejati Maluku tapi belum tuntas seperti repo obligasi Bank Maluku kepada PT Andalan Art­ha Advisindo (AAA) Securitas. Ke­mu­dian dugaan korupsi dana pem­ba­­ngu­nan pastori IV Jemaat GPM Waai, di Kecamatan Salahutu Kabu­paten Mal­teng tahun 2017 dan du­ga­an ko­rupsi pembayaran  gaji 48 ang­gota Satpol PP ilegal Pemprov Maluku tahun 2018 sebesar Rp 500 juta.

Semua kasus ini ada yang sudah tahap penyidikan dan ada yang ma­sih proses penyelidikan. Pihak Kejati hanya berdalih masih mengumpul­kan bukti-bukti. Sayangnya, belum satu pun tuntas Handono dimutasi­kan ke Kejagung. (Cr-1)