PANDEMI covid-19 sudah hampir dua tahun berjalan, tapi masih belum menunjukkan tanda-tanda kapan akan segera berakhir. Munculnya pandemi itu tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan secara global, tetapi juga krisis ekonomi yang berimbas pada jurang resesi di hampir semua negara. Seiring dengan berjalannya waktu, perlahan tetapi pasti resesi ekonomi yang terjadi secara global itu berangsur-angsur mulai bisa diatasi dan ditangani dengan baik. Yang lebih hebat lagi ialah di tengah-tengah munculnya varian baru dari covid-19 yang menimbulkan gelombang pandemi lanjutan, ternyata pemulihan ekonomi justru berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan banyak orang. Kita bisa melihat bagaimana pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dari raksasa ekonomi dunia, seperti Amerika Serikat yang mengalami pertumbuhan 5,7% pada 2021. Ekonomi Tiongkok tumbuh melesat hingga 8,1%, sedangkan ekonomi Jepang diperkirakan akan mencapai 1,8%-2,36% pada 2021. Adapun ekonomi dari negara-negara maju yang tergabung ke dalam kelompok Uni Eropa diramalkan akan berada di kisaran angka 5,1%-5,5%. Tanda-tanda positif dari perbaikan dan pemulihan ekonomi juga telah mulai terlihat kembali di Indonesia.

Dari hasil laporan Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini, terlihat bahwa PDB Indonesia di 2021 sudah kembali ke jalur ekspansif, yaitu mencapai 3,69%. Angka itu lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di 2020 yang mengalami kontraksi sebesar minus 2,07%. Artinya, dalam kurun waktu setahun terakhir ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5,62%. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang positif itu juga dialami beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Ekonomi Singapura tumbuh sangat meyakinkan di 2021 sehingga melesat sampai 7,2%. Untuk Malaysia diperkirakan mencapai 6,7% setelah terkontraksi sebesar 5,8% di 2020. Ekonomi Filipina tumbuh sebesar 5,6%, setelah mengalami pertumbuhan negatif 9,5% di 2020. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Vietnam yang pada 2020 mencapai 2,9%, justru mengalami penurunan menjadi 2,58% di 2021. Bahkan, ekonomi Thailand diramalkan hanya akan tumbuh sekitar 1% saja di 2021, setelah mengalami kontraksi sebesar 6,1% di 2020.

Faktor penentu Fakta-fakta yang sangat menjanjikan di atas memberikan penegasan kepada kita bahwa pandemi covid-19 di satu sisi telah melemahkan roda perekonomian global, tetapi tidak menghentikan upaya pemerintah di hampir semua negara untuk membuat berbagai kebijakan secara berkelanjutan guna mencegah kejatuhan yang lebih dalam; pertama, keberhasilan kebijakan moneter yang bersifat ekspansif yang dilakukan semua bank sentral mampu mengalirkan likuiditas yang melimpah ke pasar sehingga mampu mempertahankan daya beli masyarakat maupun kegiatan investasi. Kedua, kebijakan fiskal yang sangat akomodatif dan responsif juga mampu mendorong dunia usaha mampu mempertahankan kegiatan usahanya di tengah menurunnya permintaan. Ketiga, kebijakan makro dan mikro prudensial berhasil menahan kejatuhan maupun kebang­krutan dari kegiatan UMKM dan korporasi besar. Keempat, adanya keberanian dan keyakinan dari pemerintahan di banyak negara untuk secara bersamaan melonggarkan mobilitas manusia di saat pandemi belum selesai guna menggerakkan aktivitas sosial dan ekonomi. Semua kebijakan itu yang dilakukan secara serentak oleh hampir semua negara telah mencegah terjadinya resesi ekonomi global ke lubang yang lebih dalam. Kita bersyukur bahwa resesi ekonomi yang terjadi di berbagai negara hanya berlangsung sekitar satu tahunan.

Di samping itu, kebijakan-kebijakan di atas juga mampu menjaga stabilitas sistem keuangan global maupun regional sehingga mencegah terjadinya krisis ekonomi maupun likuiditas global yang pernah terjadi beberapa dekade sebelumnya, seperti yang terjadi pada krisis 1998 dan 2008. Keberhasilan pemulihan ekonomi tersebut juga tidak terlepas dengan keberhasilan pembuatan vaksin covid-19 yang diikuti dengan program vaksinasi global. Vaksinasi global tersebut mampu menciptakan herd immunity global yang memperkuat imunitas masyarakat dan pada akhirnya menahan serangan covid-19 ke level yang lebih parah. Di sisi lainnya, program vaksinasi tersebut juga berhasil membuat keseimbangan baru dalam mengatasi krisis kesehatan sehingga mampu mendorong pemulihan ekonomi bergerak lebih cepat. Tanpa kehadiran vaksin, sepertinya sulit sekali pemulihan ekonomi global berlangsung lebih cepat seperti yang terjadi saat ini.     Keberhasilan bauran kebijakan  Pertumbuhan ekonomi positif yang diraih Indonesia pada 2021 menjadi bukti bahwa berbagai kebijakan pemerintah yang bersifat bauran dan countercyclial telah memberikan hasil yang gemilang. Pertama, dukungan kebijakan moneter ekspansif dengan menurunkan suku bunga acuan sampai angka terendah dalam sejarah, yaitu 3,5% dan keterlibatan Bank Indonesia (BI) membeli surat utang negara (SUN).

Kebijakan dari BI itu berhasil mengalirkan likuiditas yang mencukupi untuk menggerakkan mesin-mesin perekono­mian di sektor riil. Kedua, kebijakan fiskal dalam wujud berbagai insentif pajak serta penyediaan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) selama 2020 dan 2021 yang jumlahnya mendekati Rp1.400 triliun, memberikan dampak besar terhadap penguatan sektor usaha dan penanganan krisis kesehatan. Ketiga, kebijakan mikro prudensial dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa kebijakan restrukturisasi kredit juga mampu menyelamatkan ribuan debitur dan pelaku usaha dari ancaman kebangkrutan. Dengan demikian, para pelaku usaha itu dapat terus beroperasi dengan mengurangi dampak pemutusan hubungan kerja seminimum mungkin. Semua kebijakan itu didukung dengan program vaksinasi nasional yang sangat masif sehingga mampu memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat dalam tempo yang relatif cepat.

Baca Juga: Pemilu 2024 dan Aspirasi Generasi Milenial

Indikator pemulihan ekonomi Perjuangan pemerintah untuk memulihkan kondisi ekonomi kembali seperti sebelum pandemi memang tidaklah mudah. Dibutuhkan perjuangan besar dan waktu yang relatif panjang. Namun, sejak triwulan II 2021 tanda-tanda membaiknya per­tumbuhan ekonomi positif sudah terlihat sampai dengan triwulan IV 2021. Hampir semua indikator ekonomi menunjukkan perbaikan dan kenaikan sehingga membe­rikan keyakinan kepada kita semua bahwa momentum pemulihan ekonomi sudah berjalan ke arah yang benar. Indikator makro dan mikro memberikan sinyal pemulihan ekonomi sudah berada di jalur cepat; pertama, data prompt manufacturing index yang dikeluarkan Bank Indonesia menunjukkan angkanya telah mencapai 50,17%. Artinya, industri manufaktur kita sudah berada dalam tahap ekspansi, khususnya industri pengolahan yang memperli­hatkan kinerja meningkat. Industri pengolahan yang mengalami kenaikan tertinggi di antaranya makanan dan minuman, tembakau, logam dasar besi dan baja, tekstil, alat angkut, serta mesin dan peralatan. Data itu memberikan gambaran bahwa tingkat konsumsi masyarakat telah memperlihatkan peningkatan. Kedua, korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan kinerja yang membanggakan selama 2021. Terbukti indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami kenaikan sekitar 10%, yaitu dari 5.979 pada akhir Desember 2020 menjadi 6.581 pada akhir Desember 2021.

Kondisi itu memberikan indikasi bahwa emiten yang tercatat di bursa memiliki kinerja yang baik dan telah mampu mencatatkan keuntungan sehingga direspons sangat positif oleh para investor di pasar modal. Ketiga, likuiditas perekonomian yang diukur dengan jumlah uang beredar memperlihatkan angka kenaikan dari Rp6.900 triliun pada akhir Desember 2020, menjadi Rp7.867,1 triliun pada akhir Desember 2021. Adanya peningkatan jumlah uang beredar sebesar 14% itu memberikan fakta bahwa ekonomi sudah semakin menggeliat, dengan melibatkan jumlah uang yang semakin banyak untuk keperluan berbagai transaksi. Keempat, optimisme konsumen terhadap pemulihan ekonomi juga bertambah kuat yang terbukti dari indeks keyakinan konsumen (IKK) pada Desember 2021 mencapai 118,3. Angka itu jauh sekali jika dibandingkan dengan IKK pada Desember 2020 yang hanya mencapai 96,5 dan masih berada pada zona pesimistis. IKK yang telah melewati batas angka 100 itu tidak hanya mencerminkan optimisme dan keyakinan konsumen tentang kondisi ekonomi saat ini, tetapi juga ekspektasi konsumen pada masa yang akan datang.

Menuju kebangkitan Pemulihan ekonomi yang telah kembali di jalur ekspansif ini harus terus dijaga momentumnya agar kita bisa menuju kebangkitan ekonomi, yaitu dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi minimal 5% dalam jangka panjang. Kerugian dan berbagai dampak negatif dari pandemi covid-19 terhadap sektor ekonomi yang sudah terjadi harus kita bayar kembali dengan membangkitkan ekonomi seperti keadaan sebelum pandemi terjadi. Oleh karena itu, kita harus tetap optimistis dalam perjalanan menuju kebangkitan ekonomi yang berkelanjutan. Tujuannya sangat jelas, yaitu; i) untuk membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya karena pandemi telah meninggalkan pemutusan hubungan kerja yang relatif besar, ii) mengembalikan kembali tingkat konsumsi masyarakat seperti kondisi sebelum pandemi sehingga mampu mendorong mesin-mesin ekonomi bergerak dengan cepat, iii) mendorong peningkatan investasi yang lebih besar lagi guna memperluas lapangan kerja baru dan peningkatan pertumbuhan ekonomi, iv) mengembalikan pendapatan per kapita masyarakat di atas US$4.100 sehingga dapat mengembalikan posisi Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income country) yang pernah diraih pada 2020, tetapi turun kembali menjadi lower-middle income country di 2021.   Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis. oleh: Agus Sugiarto  Seorang Kepala Departemen di OJK