Meredam Kenaikan Harga Beras
MASYARAKAT saat ini waswas menghadapi masalah yang cenderung bertambah rumit. Setelah masa sulit akibat pandemi covid-19, kini masyarakat dihadapkan pada berbagai tren perubahan kehidupan sosial-ekonomi yang cenderung mengkhawatirkan.
Salah satu kecenderungan mengkhawatirkan itu ialah kenaikan harga pangan khususnya beras. Kenaikan harga beras merupakan isu panas karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Beras merupakan makanan pokok masyarakat yang hampir mustahil dikonversi ke bahan pangan lainnya.
Bagi sebagian kalangan berlaku anggapan ‘belum makan’ jika menyantap hidangan tanpa disertai nasi. Sebab itu, stabilisasi harga beras merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat. Dalam kondisi inilah pemerintah diharapkan hadir mampu meredam kenaikan harga beras demi pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan dengan harga terjangkau.
Pemerintah dapat berperan aktif dengan mengkaji berbagai faktor determinan yang menyebabkan lonjakan harga beras seperti yang terjadi saat ini. Berdasarkan hasil kajian terhadap faktor-faktor tersebut, pemerintah diharapkan segera mengambil keputusan dengan tepat dan cepat untuk menghindari rasa cemas atau kekhawatiran masyarakat.
Faktor kenaikan harga
Baca Juga: STEAM dalam Cerita AnakSecara ekonomis, ketetapan harga berbagai komoditas termasuk beras dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu sisi pasokan (supply) atau penawaran dan sisi permintaan (demand). Harga beras cepat melesat tatkala permintaan masyarakat sangat besar, sementara dari sisi pasokan sangat terbatas.
Keterbatasan supply merujuk pada data dalam laporan yang dipublikasikan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Menurut laporan USDA, supply dari hasil produksi beras dunia mencapai 507,4 juta metrik ton pada periode 2022/2023 lalu. Adapun permintaan beras global untuk konsumsi sangat tinggi, mencapai 521,37 juta metrik ton pada periode tahun yang sama.
Jumlah konsumsi global tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,7 juta metrik ton jika dibandingkan dengan periode 2021/2022 yang hanya 518,6 juta metrik ton. Permintaan beras global periode 2023/2024 diperkirakan terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk.
Berdasarkan data USDA, Indonesia merupakan negara terbesar keempat dunia dalam mengonsumsi beras. Kebutuhan konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 35,3 juta metrik ton pada 2022 dan diperkirakan terus meningkat.
Posisi Indonesia di bawah Tiongkok pada urutan pertama alias terbesar dalam konsumsi beras, mencapai 154,94 juta metrik ton. Di peringkat kedua ada India dengan 112,5 juta metrik ton dan posisi ketiga ditempati Bangladesh dengan konsumsi beras sebesar 37,6 juta metrik ton.
Sebagai konsumen terbesar, Tiongkok sekaligus merupakan negara produsen beras terbesar di dunia. Pada periode 2022/2023 lalu, volume produksi beras Tiongkok mencapai angka fantastis, yakni 145,94 juta metrik ton, melampaui negara produsen beras lainnya.
Sementara itu, hasil survei kerangka sampel area (KSA) oleh Badan Pusat Statistik (BPS), produksi dari Indonesia di 2022 hanya sebesar 54,75 juta ton berupa gabah kering giling (GKG). Jika dikonversi ke dalam satuan beras, produksi beras 2022 mencapai 31,54 juta ton. Angka itu mengalami kenaikan 184,50 ribu ton (0,59%) jika dibandingkan dengan produksi beras pada 2021.
Namun, kekhawatiran terus menyeruak karena produksi beras nasional tahun 2023 cenderung menurun. Sepanjang periode Januari hingga September 2023, diperkirakan hanya mencapai 530.000 ton. Angka itu lebih rendah ketimbang periode yang sama pada 2022. Gejala penurunan sudah tampak nyata pada periode bulan sebelumnya. Data BPS menunjukkan prediksi realisasi produksi beras sepanjang Januari hingga Juni 2023 hanya 18,4 juta ton.
BPS juga memproyeksi produksi beras pada Juli-September 2023 mencapai sekitar 7,24 juta ton. Sebab itu, produksi beras nasional pada Januari-September 2023 mampu mencapai 25,64 juta ton. Namun, angka tersebut menurun alias lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi beras pada periode yang sama di 2022 yang sebesar 26,17 juta ton.
Penurunan produksi beras terjadi lantaran faktor cuaca akibat peningkatan suhu yang populer disebut El Nino. Faktor ini sangat powerful mampu menimbulkan kekeringan. Cuaca panas menggerus kemampuan produksi beras nasional dan dunia sepanjang 2023. El Nino diperkirakan juga terus mengancam pada 2024 mendatang.
Dampak El Nino sangat parah. Produksi beras turun hingga menimbulkan kelangkaan pasokan. Akibatnya, kenaikan harga beras tak terhindarkan. Pada Juli 2023 harga beras global US$547/ton, terus naik menjadi US$635/ton di Agustus 2023 untuk beras kualitas Thai 5% broken. Adapun harga beras medium (Thai 25% broken) di pasar global pada Juli 2023 hanya US$524/ton, lantas naik menjadi US$600/ton pada Agustus 2023.
Harga beras nasional di tingkat pedagang eceran pun tak luput dari kenaikan. Pada Agustus 2023 harga beras premium Rp13.730/kg, lantas naik menjadi Rp14.130/kg di September. Adapun harga beras premium di awal 2023 sebesar Rp12.350/kg, lebih tinggi daripada di 2022 yang hanya Rp12.310/kg pada Agustus, kemudian naik ke Rp12.480/kg di September.
Selain faktor alam yang mengganggu hasil produksi, kelangkaan pasokan yang berujung pada kenaikan harga beras juga disebabkan kebijakan larangan ekspor beras oleh India. Sebagai salah satu negara penghasil dan pengekspor beras terbesar di dunia, India telah melarang ekspor ke negara lain sehingga menyebabkan kenaikan harga secara global.
Kebijakan pemerintah India melarang ekspor beras sejak Juli 2023 menyulut kepanikan di pasar beras tingkat dunia. India seolah mengabaikan kepentingan negara lain di tengah bencana kekeringan ekstrem akibat El-Nino yang menyapu negara-negara produsen khsususnya di Asia.
Upaya pemerintah
Guna merespons kelangkaan pasokan beras akibat berbagai faktor alam dan kebijakan eksternal, strategi dan kebijakan pemerintah sangat diharapkan segera terwujud. Kebijakan dapat dikembangkan melalui reviu terhadap berbagai program pengendalian pangan yang diarahkan pada upaya lebih efektif untuk meredam kenaikan harga beras.
Kenaikan harga beras diyakini dapat memengaruhi kesejahteraan rakyat. Kepastian harga dan ketersediaan beras dalam jumlah cukup adalah sebuah keniscayaan untuk memenuhi hak masyarakat. Pemerintah harus memastikan mekanisme pasar beras domestik sesuai regulasi untuk menjamin keadilan.
Untuk itu, Program Pangan Nasional (Papannas) yang bertujuan mengamankan pasokan seraya menjaga stabilitas harga beras perlu direvitalisasi. Revitalisasi oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan melihat sejumlah faktor produksi yang diyakini memengaruhi harga beras, yakni biaya produksi untuk penyediaan pupuk, transportasi, pekerja, serta ongkos lainnya.
Sementara itu, berbagai unit usaha penggilingan padi yang tersebar di penjuru Tanah Air perlu direvitalisasi peralatan produksinya hingga mampu meningkatkan hasil giling padi menjadi beras berkualitas. Pe-merintah harus mampu meng-amankan faktor produksi sebagai kunci memenuhi kecukupan pasokan. Kenaikan harga beras pun akhirnya dapat diredam. Bagaimana pendapat Anda? Oleh: Jusuf Irianto Guru Besar di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga. (*)
Tinggalkan Balasan