Awal tahun 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Keanekaragaman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan. Intinya presiden menghendaki bahwa keanekaragaman hayati menjadi landasan utama kita dalam melakukan berbagai kegiatan.

Keanekaragaman hayati juga harus difungsikan supaya memiliki nilai manfaat yang lebih. Dalam instruksi tersebut juga disebutkan setiap kemen­terian dan juga pemerintah daerah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjadikan keaneka­ragaman hayati sebagai arus utama dalam menyusun program kegiatan.

Saya menyambut gembira adanya instruksi tersebut dengan pertimbangan pertama, bahwa keanekaragaman hayati kita adalah yang paling beragam. Untuk terestrial (daratan) kita hanya kalah dari hutan Amazon, itupun kawasan amazon tersebar di dalam beberapa negara. Belum menghitung keanekaragaman hayati yang ada di lautan.

Kedua, beberapa keanekaragaman hayati kita sudah terbukti menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi, seperti rempah-rempah, pewangi/aromaterapi, obat-obatan herbal dan lain sebagainya. Walaupun semuanya masih dalam bentuk raw material ketika dijual ke pasar global.

Ketiga, diakui atau tidak, keanekaragaman hayati belum menjadi arus utama dalam berpikir dan menyusun program-program sehingga terkesan diabaikan.

Baca Juga: Pencairan Jaminan Hari Tua Sebagian Memberatkan Pekerja

Keanekaragaman hayati bisa menjadi solusi atas berbagai masalah bukanlah mitos dan sesuatu yang sulit dicapai, jika kita mau berpikir dengan jernih, melepaskan ego sektoral dan berkolaborasi serta bertindak dengan hati. Selama ini masih ada anggapan bahwa rehabilitasi dengan menggunakan jenis-jenis Indonesia hanya mitos dan formalitas belaka.

Namun berdasarkan artikel yang berjudul “Generating Multifunctional Landscape through Reforestation with Native Trees in the Tropical Region: A Case Study of Gunung Dahu Research Forest, Bogor, Indonesia” yang terbit di jurnal Sustainability Volume 13 tahun 2021 menunjukkan bahwa jenis-jenis asli Indonesia bisa menjadi solusi atas berbagai masalah, terutama terkait dengan rehabilitasi lahan, mengembalikan fungsi hidrologi, penyerapan karbon, peningkatan keanekaragaman hayati pada suatu kawasan, dan tentu saja peningkatan ekonomi masyarakat.

Menggunakan, memanfaatkan, dan mengopti­malkan keanekaragaman hayati untuk mengatasi berbagai masalah sudah lama dilakukan oleh bang­sa Indonesia. Dalam lintasan sejarah kita, keaneka­ragaman hayati berupa rempah-rempah pernah menjadi primadona dan magnet bagi bangsa-bangsa lain untuk datang.

Bahkan, sebelum kedatangan bangsa Eropa, perdagangan rempah sudah lama dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Jejak-jejak tersebut masih dapat dilacak berdasarkan temuan terbaru mengenai pemanfaatan rempah-rempah Indonesia.

Jenis Lokal Mengatasi Problem Lokal

Artikel yang ditulis berdasarkan hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2007 kawasan Penelitian Gunung Dahu, Bogor, sudah mengalami kerusakan akibat penebangan liar. Secara tutupan lahan, kawasan tersebut hanya ditumbuhi semak belukar. Dampaknya, sumber air menjadi kering, sering terjadi longsor jika musim hujan, cuaca menjadi panas, banyak satwa yang kabur dan berbagai macam masalah lingkungan lainnya.

Dengan melibatkan masyarakat sekitar, kawasan yang rusak tersebut kembali ditanam menggunakan jenis-jenis asli Indonesia, yakni jenis meranti. Pertimbangannya, tentu memilih jenis yang semula ada di kawasan tersebut akan lebih mudah dan sesuai dengan ekosistem setempat.

Masyarakat pun dilibatkan secara aktif tidak saja untuk menanam tetapi juga merawat dan mengambil manfaat ekonomi. Kolaborasi yang seimbang adalah salah satu kunci suksesnya program tersebut.

Tidak menunggu lama, tahun 2017, kawasan yang semula gundul kini sudah mulai rindang dengan jenis-jenis pohon asli Indonesia. Ekosistem walaupun tidak kembali 100% seperti sebelumnya tetapi menjadi jauh lebih baik daripada saat terdegradasi.

Dampaknya, sumber-sumber air kembali ada, satwa-satwa kembali berdatangan dan lain sebagainya, dan masyarakat pun bisa mendapatkan keuntungan finansial dengan menjadi pemandu wisata.

Dengan ditanami jenis-jenis asli Indonesia, fungsi lahan dan hutan di kawasan tersebut kembali seperti semula yang memiliki nilai hidrologi, penyerapan karbon, perlindungan satwa dan mikroba, nilai ekonomi dari kayu meranti yang cukup tinggi, bahkan ditambahkan dengan masyarakat mendapatkan keuntungan ekonomi dari keberadaan jenis-jenis tersebut dengan menjadikannya kawasan wisata alam.

Optimalisasi Keanekeragaman Hayati

Walaupun kondisi sudah kembali seperti semula, namun pekerjaan rumah masih belum selesai. Masih diperlukan langkah-langkah baru supaya potensi keanekaragaman hayati dapat dioptimalkan. Perlu upaya yang lebih serius untuk mengekstrak potensi keanekaragaman hayati yang terdapat di Gunung Dahu dan kawasan lainnya supaya lebih optimal. Dalam konteks ini, keterlibatan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu keniscayaan.

Keanekaragaman hayati yang ada di Gunung Dahu dan di manapun bisa mulai dipilah berdasarkan fungsi dan kegunaannya. Jenis-jenis yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk pengobatan tradisional bisa dijadikan obat herbal yang terstandar dan dijual dengan kemasan yang lebih bagus.

Jika kandungan senyawa yang terdapat pada jenis-jenis tersebut ada yang potensial untuk dikembangkan menjadi obat-obatan generik atau paten, maka penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjadikannya obat modern.

Seperti membudidayakan jenis-jenis yang sudah terbukti memiliki pasar dan bernilai ekonomi tinggi. Seperti racun dari kalajengking yang jelas memiliki harga jual tinggi.

Pada tahun 2018, presiden Joko Widodo menyatakan harapannya supaya kita bisa mengembangkan industri racun kalajengking. Racun yang sangat dibutuhkan oleh dunia kedokteran ini memiliki harga yang sangat mahal, Rp 145 miliar per liter. Tentu diperlukan alat-alat yang canggih dan ketelatenan untuk dapat mengumpulkan racun kalajengking sebanyak itu.

Jenis-jenis yang bisa digunakan untuk mengatasi problem ketahanan pangan dan stunting, bisa dikembangkan lebih lanjut untuk mengatasi kelangkaan pangan dan juga mengatasi stunting. Demikian juga jenis-jenis yang potensial dijadikan bahan kosmetik maka bisa dikembangkan sebagai sumber bahan baku industri kosmetik. Jenis-jenis yang bisa dijadikan pewarna alami, bisa dikembangkan menjadi bahan pewarna alami untuk memenuhi industri fashion.

Untuk mencapai hal tersebut tentu membutuhkan keterlibatan banyak pihak. Ada ilmuwan yang meneliti kandungan senyawa pada keanekaragaman hayati, pemerintah pusat dan daerah yang membuat kebijakan dukungan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau kalangan industri yang menjamin produk dapat terjual, dan juga masyarakat yang menjadi petani atau suplier utama bahan baku.

Masing-masing memiliki tugas dan fungsinya yang berbeda satu sama lain. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi yang setara dan menguntungkan semua pihak.

Dengan cara tersebut, semangat yang terdapat dalam inpres tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera dan negara mendapatkan pemasukan yang bisa digunakan untuk pembangunan. Keanekaragaman hayati Indonesia pun akan kembali berjaya di pasar global. Oleh: Henti Hendalastuti Rachmat Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) (*)