PERAN guru sangat luas. Selain dari sekadar mengajar dan menyampaikan pengetahuan kepada siswa, guru juga bertanggung jawab dalam membimbing siswa untuk berperilaku positif dan berakhlak mulia. Mengembangkan perilaku baik siswa memerlukan berbagai pendekatan dan pengulangan tindakan positif secara konsisten.

Gobind Vashdev (2009) dalam bukunya yang berjudul Happiness Inside mengutip perkataan terkenal dari Aristoteles bahwa identitas kita dibentuk tindakan-tindakan yang kita lakukan berulang-ulang. Dengan demikian, keunggulan bukanlah hasil dari tindakan sekali-sekali, tetapi akibat dari kebiasaan yang diterapkan secara berulang.

Tindakan positif yang dilakukan konsisten dan berulang-ulang akan menjadi norma yang meme­gang peranan penting dalam membentuk karakter individu. Di lingkungan sekolah, pendidikan karakter dapat diwujudkan melalui penanaman kebiasaan-kebiasaan positif sehingga siswa dapat mengadopsi nilai-nilai tersebut ke dalam kepribadian mereka, dan akhirnya dapat berperilaku dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

Aktor pembentuk karakter

Guru memiliki peran sentral dalam membentuk karakter siswa di sekolah. Mereka adalah figur yang sangat dihormati dan dijadikan contoh siswa sehingga setiap tindakan yang dilakukan guru, baik secara verbal maupun tertulis, memiliki dampak positif pada siswa. ‘Digugu’, menurut Yandri (2022), berarti pesan-pesan yang disampaikan guru, baik melalui kata-kata maupun tulisan, dipercayai dan diyakini seluruh siswa.

Baca Juga: Indonesia di Tengah Dinamika Geopolitik Global

Adapun ‘ditiru’ berarti guru harus menjadi teladan dalam semua tindakan mereka. Guru dianggap sebagai panutan dan contoh yang patut diikuti semua siswa. Sikap dan tindakan guru ini harus diarahkan agar menjadi budaya sekolah, yaitu sistem nilai, kepercayaan, dan norma yang diterima bersama dan dilaksanakan penuh kesadaran sebagai perilaku alami yang dibentuk oleh lingkungan dengan menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh sivitas sekolah (Ditjen PMPTK, 2007).

Menciptakan budaya sekolah untuk siswa bukan hanya tentang memberikan teori belaka. Yang lebih signifikan dan efektif ialah memberikan teladan melalui contoh nyata. Budaya sekolah dapat berperan sebagai ‘sambungan’ yang efektif dalam membentuk karakter siswa. Pendidikan karakter merupakan elemen yang sangat penting dalam kesuksesan proses pembelajaran di sekolah.

Yandri (2022) juga mencatat bahwa pendidikan karakter harus diajarkan secara konsisten, ditanamkan sebagai kebiasaan, dan kemudian menjadi bagian dari karakter siswa. Pembentukan karakter dapat diperkuat melalui rutinitas yang diterapkan seluruh anggota komunitas sekolah. Dalam hal ini, guru dapat memberikan contoh nyata kepada siswa, misalnya tindakan sederhana seperti menyambut siswa di pagi hari.

Sekolah yang memiliki karakter adalah sekolah yang juga memiliki budaya yang kuat. Karena itu, guru dan siswa yang berkarakter adalah mereka yang mampu mengintegrasikan dan menjalankan nilai-nilai budaya sekolah dengan baik dan berkelanjutan. Hal ini menandakan bahwa nilai-nilai budaya tersebut tidak hanya diterapkan di lingkungan sekolah, tetapi juga di lingkungan tempat tinggal mereka.

Manfaat menyambut siswa

Rutinitas guru menyambut siswa di pagi hari dapat memberikan sejumlah manfaat yang dirasakan berbagai pihak, termasuk siswa dan orangtua yang mengantar mereka. Pertama, dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Ketika siswa merasa disambut dengan baik dan dinantikan guru, mereka cenderung lebih termotivasi dan bersemangat untuk bersekolah. Hal ini berarti waktu yang dihabiskan siswa di sekolah menjadi lebih berharga.

Syamsir Alam (2023) menyatakan bahwa menyambut siswa di pagi hari menunjukkan perhatian guru terhadap kesejahteraan siswa. Guru yang menyapa siswa, bertanya tentang kesehatan dan apakah mereka sudah sarapan, serta melakukan tindakan lainnya, dapat memperkuat hubungan emosional siswa dengan guru, lingkungan sekolah, dan anggota komunitas sekolah lainnya. Hal ini dapat memberikan dampak positif pada motivasi siswa dalam belajar dan perkembangan pribadi mereka.

Kedua, melatih kedisiplinan. Guru yang rutin menyambut siswa di pagi hari dapat membantu dalam mengembangkan kedisiplinan, baik untuk diri guru maupun siswa. Guru yang bertugas menyambut siswa harus hadir lebih awal di sekolah, yang pada gilirannya dapat memberikan contoh kedisiplinan kepada siswa. Sebaliknya, siswa akan termotivasi untuk hadir tepat waktu ke sekolah karena mereka tidak ingin terlambat dan merasa malu.

Ketiga, membentuk karakter siswa. Kegiatan penyambutan siswa di pagi hari dapat berkontribusi pada perkembangan karakter siswa. Hal ini terjadi karena guru-guru yang melaksanakan tugas pe­nyam­butan siswa menerapkan budaya sekolah, seperti senyuman, sapaan, salam, serta tindakan sopan dan santun. Tindakan sehari-hari ini akan men­jadi contoh langsung bagi siswa, memacu mereka untuk lebih menghargai dan menghormati orang lain, terutama guru mereka saat berada di sekolah.

Keempat, mengenal siswa dan orangtua. Ada guru yang mengajar di seluruh kelas sehingga dapat mengenal semua siswa di sekolah. Namun, ada pula guru yang hanya mengajar di beberapa kelas sehingga belum mengenal seluruh siswa. Rutinitas penyambutan siswa di pagi hari dapat menjadi kesempatan bagi guru untuk lebih mengenal siswa-siswa dan orangtua yang membawa mereka ke sekolah. Selain itu, hal ini juga dapat meningkatkan kedekatan guru dengan siswa dan orangtua.

Di Sekolah Sukma Bangsa, ada praktik menyambut siswa setiap pagi. Tanggung jawab ini dibagi antara manajemen sekolah dan guru secara bergantian. Guru yang bertugas menyambut siswa akan hadir lebih awal di sekolah. Selain menyapa siswa, guru juga menanyakan kabar mereka dan memberikan semangat pagi dengan senyuman ramah.

Rutinitas menyambut siswa yang sering saya lakukan di pagi hari telah memungkinkan saya lebih dekat dengan banyak siswa. Meskipun tidak mengajar di semua kelas, saya merasa memiliki hubungan emosional yang kuat dengan siswa, bahkan dengan siswa dari level berbeda. Meskipun saya tidak menjadi guru mereka di kelas, hubungan saya dengan mereka tetap baik di luar kelas dan kami dengan senang hati bertegur sapa.

Membentuk karakter siswa bukanlah tugas yang dapat selesai dalam satu kesempatan, tetapi harus dilakukan secara berulang dengan memberikan contoh. Hal ini karena pendidikan tidak hanya berfokus pada prestasi akademik, tetapi juga mencakup aspek sosial, emosional, kreativitas, dan motorik. Semua ini dapat dicapai dengan efektif jika pendidikan karakter direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat. Wallahu a’lam.Oleh: Marina Nova Wahyuni Guru SMA Sukma Bangsa Bireuen Senior Master Teacher Bidang Riset & Publikasi.(*)