TEMA keketuaan ASEAN Indonesia 2023 ASEAN Matters: Epicentrum of Growth menghadapi tantangan yang justru datang dari dalam negara-negara ASEAN. Tantangan dari dalam ini, setidaknya tergambar dari survei ISEAS yang melibatkan lebih dari 1.308 respon­den dari 10 negara anggota ASEAN. Survei menunjuk­kan pada 2022, 70,1% responden menganggap ASEAN lambat dan tidak efektif sehingga ASEAN tidak sanggup menghadapi perkembangan ekonomi dan politik kawasan.

Pada 2023, persentase responden yang meng­anggap ASEAN lambat dan tidak efektif menghadapi perkembangan ekonomi dan politik kawasan mening­kat menjadi 82,6%. Dikaitkan dengan tema Keke­tuaan ASEAN Indonesia 2023, warga negara-negara anggotanya sendiri menganggap ASEAN tidak relevan sebagai episentrum pertumbuhan ekonomi global.

Geoekonomi dan geopolitik

Perkembangan ekonomi ASEAN terbilang moncer. Ketika standar kehidupan warga Amerika dan Eropa menurun dalam dua dekade terakhir, negara-negara Asia Tenggara mencapai kemajuan sosial ekonomi secara dramatis. Dari 2010 sampai 2020, GDP gabungan 10 negara anggota ASEAN mencapai US$3 triliun, berkontribusi lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi global jika dibandingkan dengan Uni Eropa yang 27 negara anggota memiliki GDP gabungan US$15 triliun.

Menurut Kishore Mahbubani dalam artikelnya Asia’s Third Way di majalah Foreign Affairs March/April 2023, kemajuan sosial ekonomi ASEAN tidak terlepas dari pendekatan pragmatis dalam mengelola kompetisi geopolitik dan geoekonomi antara Tiongkok dan Amerika Serikat. ASEAN lebih mementingkan pembangunan ekonomi ketimbang berpihak pada salah satu kekuatan dalam kontes antara Tiongkok dan Amerika. Pendekatan pragmatis lebih menggunakan pendekatan positive-sum, bukan zero-sum, mengabaikan perbedaan politik, dan membuka diri untuk bekerja sama dengan semua.

Baca Juga: Menilik Penulis Cilik

Pembentukannya didukung penuh oleh Amerika Serikat pada 1976, ASEAN awalnya dicerca Tiongkok dan Uni Soviet sebagai kreasi neoimperialis Amerika. Akan tetapi, pada dekade-dekade terakhir, Tiongkok membuka kerja sama ekonomi dengan ASEAN. ASEAN menandatangani kesepakatan perdagangan bebas dengan Tiongkok pada 2002, melahirkan ekspansi perdagangan spektakuler.

Data Sekretariat ASEAN memperlihatkan, pada 2000, perdagangan ASEAN-Tiongkok bernilai hanya US$29 miliar, hanya seperempat jika dibandingkan dengan nilai perdagangan ASEAN-Amerika Serikat. Akan tetapi, pada 2021, perdagangan ASEAN-Tiongkok melonjak menjadi US$669 miliar ketika perdagangan ASEAN-Amerika meningkat menjadi US$363 miliar.

Perdagangan dengan Tiongkok dan Amerika membantu peningkatan kekuatan ekonomi ASEAN secara signifikan. GDP gabungan negara-negara ASEAN pada 2000 hanya US$620 miliar, seper­delapan GDP Jepang.

Pada 2021, GDP gabungan negara-negara ASEAN melonjak menjadi US$3 triliun. Bandingkan dengan GDP Jepang sebesar US$5 triliun. Diproyeksikan GDP gabungan negara-negara ASEAN akan melampaui Jepang pada 2030.

Meski relasi dengan Tiongkok mencapai puncak kedekatan, ASEAN tetap menjaga secara berimbang hubungan dekatnya dengan Amerika. Presiden Donald Trump memang mengabaikan ASEAN, tetapi Presiden Joe Biden mengambil langkah penting untuk bekerja sama dengan ASEAN.

Pada Mei 2022, Biden menyelenggarakan ASEAN Summit di Gedung Putih yang dihadiri sebagian besar pimpinan kunci negara-negara ASEAN. Pada bulan itu juga, Biden meluncurkan Kerangka Ekonomi Indo-Pasific (Indo-Pacific Economic Framework), yang bertujuan memperdalam keterlibatan ekonomi Amerika dengan negara-negara ASEAN. Tujuh negara anggota ASEAN menandatanganinya, bersama Australia, Fiji, India, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan. Keterlibatan ASEAN dalam Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik ini menunjukkan ASEAN ingin merawat ikatan kuat mereka dengan Washington.

Komunikasi

Menurut Mahbubani, pendekatan ASEAN dalam mengatur kompetisi geopolitik antara Tiongkok dan Ame­rika menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara berkembang lainnya. Negara-negara Afrika, Ame­rika Latin, dan Timur Tengah menjadikan prag­matisme geoekonomi dan geopolitik ASEAN sebagai model untuk mencapai kemajuan ekonomi. Ini menunjukkan ASEAN sesungguhnya layak menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi global.

Persepsi negatif responden dari negara-negara ASEAN yang mengatakan ASEAN tidak relevan seperti ditunjukkan di awal tulisan ini, boleh jadi karena kesuksesan geoekonomi dan geopolitik tidak atau belum dikomuni­kasikan kepada publik internal. Meski hanya persepsi, hal itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Persepsi membentuk fakta seolah-olah ASEAN memang tidak relevan. Seperti kata Nietche, fakta tiada, yang ada persepsi.

Oleh karena itu, kesuksesan ASEAN secara geoekonomi dan geopolitik harus dikomuni­kasikan dengan bahasa membumi dan sederha­na kepada warga negara-negara anggota ASEAN. Komunikasi akan mengubah persepsi warga negara-negara ASEAN. Komunikasi bukan hanya tugas Indonesia sebagai ketua, melainkan tugas seluruh negara anggota ASEAN.

Selain itu, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN 2023 di Indonesia harus menghasilkan langkah konkret (concrete deliverables) yang bermanfaat bagi warga ASEAN dan dunia. Hasil konkret tersebut juga harus dikomunikasikan agar warga negara-negara anggota ASEAN berpersepsi positif tentang relevansi ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan global.Oleh: Usman Kansong Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.(*)