DALAM dunia modern saat ini, sebutan pahlawan layak diberikan kepada orang yang mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga serta berjuang dengan ga­gah berani membela kepentingan bangsa mereka. Menjadikan kaum tani sebagai pahlawan atas usaha mereka yang gigih menyediakan pangan dan men­jalankan roda perekonomian negara tidaklah berlebihan.

Ketika dunia lockdown akibat pandemi dan resesi global akibat kondisi geopolitik yang berpengaruh pada krisis energi, pangan, dan keuangan dunia, kaum tani di seluruh sistem pangan kita tetap bekerja keras. Mereka tetap gigih ke medan juang di sawah, di ladang, sampai ke pasar untuk memasok kebutuhan pangan dan bahan pokok masyarakat.

Selama masa pandemi covid-19, kinerja sektor pertanian terbukti tetap memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Di tengah kontraksi ekonomi akibat pandemi dan krisis global, sektor pertanian justru dapat menjadi salah satu pengungkit pertumbuhan ekonomi. Data terbaru dalam berita resmi Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (7/11), dilaporkan dalam kuartal III 2022, pertum­bu­han sektor pertanian tetap tumbuh positif jika diban­dingkan dengan tahun lalu. Distribusi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian juga masih nomor tiga tertinggi, sebesar 12,91%, setelah industri dan pertambangan. Sektor ini juga masih yang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan 28,61% penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.

Data BPS menunjukkan bahwa selama kurun waktu dua tahun terakhir kontribusi pertanian terhadap perekonomian nasional tetap tinggi. Nilai ekspor pertanian dalam kurun tiga tahun terakhir juga me­miliki tren meningkat. Pada 2019, nilai ekspor pertanian Rp390,16 triliun, pada 2020 naik menjadi Rp451,77 triliun, dan pada 2021 meningkat menjadi Rp625,04 triliun, atau naik 15,79% dan 38,68% setiap tahunnya.

Produksi beras selama tiga tahun terakhir juga cukup tinggi, bahkan Indonesia swasembda beras atau tidak melakukan impor beras. Produksi beras nasional pada 2019 mencapai 31,31 juta ton, meningkat pada 2020 menjadi 31,36 juta ton dan pada 2021 sebesar 31,33 juta ton.

Baca Juga: PHK dan Tekanan Kemiskinan Mengancam Pekerja

Pada saat yang sama, pertumbuhan jumlah penduduk melaju begitu cepat. Pada 2050, diperkirakan populasi dunia mendekati 10 miliar orang, termasuk Indonesia yang 330 juta lebih orang. Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan menyebut ketahanan pangan dunia di masa depan terancam karena serangan hama, alih fungsi lahan, hingga perubahan iklim. Karena itulah, diper­lukan upaya yang kuat untuk memberi makan populasi manusia secara ber­kelanjutan dan bertanggung jawab.

Resiliensi atau daya tahan sektor pertanian Indonesia menghadapi resesi menjadi momentum tepat bagi pemerintah untuk mereformasi sektor itu menjadi lebih baik. Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih dan mendorong modernisasi di sektor itu. Petani harus dibimbing untuk mema­sukkan unsur teknologi di dalam pro­ses produksi baik pada on-farm maupun off-farm untuk meningkatkan daya saing, efisiensi, dan keuntungan serta dapat memenuhi kebutuhan pasar yang makin besar dan dinamis.

Menyejahterakan petani

Kunci dari kemandirian suatu bangsa ialah berpijak pada kekuatan dan ketahanan pangan mereka. Melalui formula kebijakan yang tepat, Indonesia sebagai negara yang diberkati sumber daya alam melimpah memiliki peluang besar menjadikan pertanian sebagai leader perekonomian.

Pertanian memiliki peranan penting dalam struktur ekonomi Indonesia karena sektor itu berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia, konsumsi rumah tangga, sehingga masih terus dibutuhkan dan berproduksi kapan pun.

Sejarah mencatat bahwa krisis besar dan resesi berat yang kita hadapi selalu bisa dilewati dengan sektor pertanian sebagai bantalannya. Jika berkaca pada krisis yang terjadi pada 1998, 2008, dan bahkan krisis dua tahun terakhir, jutaan penduduk kita kembali ke pekerjaan pertanian. Dengan begitu, bukan tak mungkin dalam bulan-bulan ke depan akan terjadi peningkatan kontribusi perekonomian dan peningkatan tenaga kerja di sektor ini ditengah resesi global ke depan.

Dengan beberapa catatan di atas, perlu dihindari mengisolasi atau memisahkan masalah pertanian ke dalam satu bidang disiplin, atau pendekatan sektoral. Program kolaboratif antarlembaga dan instansi wajib didorong. Pelaksanaan program perlu berfokus pada perancangan strategi yang sesuai dengan kompleksitas masalah yang dihadapi petani di desa, yang sering kali bersifat transdisipliner dan lintas sektor.

Kesejahteraaan kaum tani menjadi kata kunci yang perlu kita perjuangkan bersama.

Tentu banyak upaya pemerintah yang telah ditempuh dalam perbaikan dari nasib para petani sebagai pahlawan pangan. Rantai pasok pertanian yang selama ini lebih memberikan keuntungan kepada pelaku pasar dan konsumen tampaknya perlu diperbaiki ulang. Metode pembangunan pertanian perlu lebih berfokus pada dukungan kapasitas dan pemanfaatan potensi sumber daya lokal sistem pangan dan pertanian untuk peningkatan kesejahteraan kaum tani.

Tentu hal itu sejalan dengan nilai tukar petani (NTP) nasional yang merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani, dengan NTP Maret 2022 sebesar 109,29 telah jauh melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menangah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yang ditargetkan sebesar 102. Namun, tetap perlu dilakukan perbaikan struktural untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani kita.

Saat ini perlu dicari metode terbaik untuk mengatasi kompleksitas permasalahan pertanian di luar dari permasalahan individu petani dan hambatan daerah mereka sendiri. Hal itu sangat berbeda dengan mayoritas pendekatan pembangunan yang bersifat top down, berbasis charity, atau mendorong agenda dan produk yang telah ditentukan pusat.

Hal senada disampaikan Hayami dan Kikuchi dalam menganalisis keberhasilan Taiwan dan Jepang memperbaiki sektor itu melalui distribusi penguasaan lahan perta­nian. Menurutnya, di samping faktor lain seperti dukungan yang kuat dari pemerintah dan ketersediaan data lahan yang akurat, Jepang dan Taiwan berhasil memperbaiki distribusi pe­nguasaan lahan petani mereka karena di­du­kung cepatnya ekspansi sektor nonper­tanian dalam menyerap tenaga kerja pertanian yang ada. Hal tersebut berakibat tekanan terhadap lahan menjadi menurun dan upah di sektor pertanian meningkat, atau terjadi subsidi silang antarsektor.

Untuk kasus Indonesia, pendekatan yang perlu dilakukan segera dalam upaya perbaikan atau revitalisasi pertanian ialah empat hal berikut. Pertama, reformasi sektor keagrariaan, pendidikan tani, dan pembiayaan petani untuk meningkatkan pengetahuan dan akses terhadap lahan, modal sosial, serta finansial.

Kedua, pengendalian dan men­cegah terjadinya konversi lahan pertanian, degradasi lahan, dan masalah agraria serta mendorong pembukaan lahan baru untuk pengua­tan pertanian masa depan.

Ketiga, fasilitasi petani dalam perbai­kan rantai pasok komoditas sehingga dapat membuat nilai tambah ekonomi lebih besar dari usaha pertanian. Keem­pat, mendorong bioindustri berkembang di perdesaan agar tersedia lapangan kerja dan peluang peningkatan pendapatan serta kesejahteraan keluarga tani.

Dengan upaya kuat dan berkesi­nambungan dari revitalisasi pertanian tersebut, peran petani sebagai sosok pahlawan pangan diharapkan semakin kuat. Di sisi lain, petani semakin berdaya dan sejahtera serta mendorong pengembangan ekonomi lokal yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Oleh: Kuntoro Boga Andri Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (*)