INDONESIA akan memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-95 pada 28 Oktober 2023 dengan tema Bersama majukan Indonesia. Dalam mengenang peristiwa 95 tahun lalu, saat pemuda dari berbagai daerah, suku, dan agama berkumpul untuk menjadi satu bangsa bernama Indonesia, saat ini kita justru menghadapi tantangan terkait dengan keberagaman.

Isu-isu kekerasan atas nama agama dan isu-isu SARA sering terjadi, bahkan dalam lingkungan sekolah. Itu mencakup kasus pemaksaan seragam jilbab bagi siswi dan sejumlah peristiwa lainnya yang berupaya memanfaatkan isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan.

Keragaman di Indonesia ialah fakta yang tak terhindarkan dan perlu diperhatikan. Untuk menguatkan pemahaman dan menanamkan sikap toleran terhadap keragaman itu, diperlukan pendidikan yang kuat. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman yang lebih mendalam tentang keragaman. Di era modern ini, peran sekolah dan pemahaman tentang kebangsaan semakin relevan. Sekolah tidak hanya bertugas mentransfer pengetahuan, tetapi juga harus memainkan peran dalam mengubah paradigma terhadap isu-isu yang berkembang.

Peran sekolah

Pada 1980-an, peran sekolah terbatas pada mentransfer pengetahuan akademik, dengan sedikit perhatian terhadap perkembangan sosial dan nilai-nilai. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, peran sekolah telah berubah menjadi lebih dari sekadar tempat belajar. Sekolah saat ini dilihat sebagai sebuah proses sosial yang memiliki kemampuan untuk membentuk pemikiran, kesadaran, sikap, dan perilaku peserta didik.

Baca Juga: Visi tanpa Tanah dan Air?

Sekolah bukan hanya tempat pengetahuan akademik disampaikan; mereka juga memiliki tanggung jawab dalam membentuk pemikiran, etika, dan sikap peserta didik. Dalam konteks saat ini, sekolah memiliki peran penting dalam mengubah paradigma terhadap isu-isu yang berkembang. Sekolah harus menciptakan lingkungan yang mendukung pemahaman yang lebih mendalam tentang keberagaman, mendorong toleransi, dan mengajarkan cara mengatasi isu-isu sosial yang sensitif, termasuk isu-isu SARA.

Penting untuk diingat bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah. Orangtua, sekolah, dan lingkungan harus bekerja sama untuk menanamkan pesan-pesan positif tentang keberagaman, toleransi, dan persatuan dalam semua aspek kehidupan anak-anak. Sekolah berperan sebagai jembatan antara pengetahuan akademik dan pemahaman mendalam tentang keberagaman dalam masyarakat yang semakin kompleks.

SARA di sekolah

Indonesia ialah negara yang terdiri dari suku, agama, ras, dan golongan yang beragam. Keberagaman itu sering menimbulkan konflik sosial, termasuk isu-isu SARA yang merusak persatuan bangsa.

Konflik berbasis SARA juga sering terjadi di sekolah karena siswa berasal dari beragam latar belakang suku, agama, dan ras. Faktor status sosial juga dapat memicu konflik. Terkadang, konflik SARA itu dapat berujung pada kekerasan verbal atau fisik, seperti perundungan di antara siswa.

Di kalangan siswa sekolah dasar (SD), konflik SARA lebih rentan terjadi karena lingkungan mereka heterogen. Siswa SD mungkin belum sepenuhnya memahami isu-isu yang berkembang di masyarakat melalui media sosial. Mengajarkan keberagaman kepada siswa SD bukanlah tugas yang mudah. Namun, hal ini perlu dilakukan dengan sabar dan metode yang tepat untuk memastikan siswa menghadapi keberagaman dengan sikap positif.

Salah satu cara untuk mengatasi konflik SARA ialah mengintegrasikan pendidikan keberagaman ke dalam proses pembelajaran di sekolah melalui kegiatan sosial dan nasionalisasi. Melalui kegiatan seperti sarapan pagi bersama, olahraga rutin, upacara bendera, dan pergelaran seni budaya yang melibatkan semua siswa tanpa membedakan latar belakang, persepsi bersama tentang isu-isu konflik, seperti SARA, dapat tumbuh.

Sekolah Sukma Bangsa Bireuen secara berkala menyelenggarakan kegiatan baseclass yang difasilitasi wali kelas sebagai bagian dari pendidikan mengenai keragaman. Selama 30 menit sebelum memulai pelajaran, wali kelas bersama siswa bertemu di kelas untuk membahas dinamika interaksi sosial siswa.

Selain itu, siswa didorong untuk berbicara tentang pemahaman mereka terhadap konsep konflik, perdamaian, keragaman, dan topik terkait lainnya. Diskusi itu memiliki peran penting dalam menggambarkan pemahaman dan perasaan siswa terkait dengan hubungan sosial di sekitar mereka.

Aktivitas tersebut merupakan bagian dari upaya untuk mengintegrasikan manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS) sebagai bagian dari pendekatan pendidikan. Selain itu, kegiatan itu membantu siswa membangun hubungan yang kuat dan rasa saling memiliki, yang pada gilirannya membantu mengurangi konflik yang mungkin timbul akibat perbedaan.

Transformasi konflik

Meningkatkan aspek moral dalam pendidikan merupakan metode yang efektif dalam upaya mencegah konflik, dengan menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang bertujuan menciptakan perdamaian. Pendidikan damai berfungsi sebagai alat untuk mengubah pola pikir, sikap, dan tindakan melalui penyampaian nilai-nilai dan pengetahuan.

Pendidikan damai di lingkungan sekolah memiliki peran sentral dalam upaya membangun perdamaian dan menyelesaikan konflik. Hal itu membantu meredefinisikan cara pandang terhadap konflik dengan mengeksplorasi akar permasalahan dan memberikan landasan untuk menghindari eskalasi konflik.

Setiap konflik di antara siswa perlu diatasi dengan segera untuk menghindari masalah yang lebih rumit dan gangguan terhadap pembelajaran siswa. Saat menyelesaikan konflik, penting untuk mempertimbangkan upaya pencegahan agar konflik serupa tidak muncul di masa mendatang.

Di Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, penyelesaian konflik mengikuti prinsip-prinsip MKB tanpa menggunakan tindakan kekerasan dan melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam situasi konflik tersebut. Pendekatan itu dimulai dengan langkah pertama, yaitu wali kelas yang melakukan penyelidikan menyeluruh dengan mengumpulkan informasi dari semua pihak yang terlibat dalam konflik.

Selanjutnya, wali kelas memfasilitasi pertemuan di antara pihak-pihak tersebut untuk mencari solusi konflik dengan merujuk pada data yang telah diperoleh sebelumnya. Jika konflik menjadi lebih kompleks, konselor sekolah memberikan dukungan. Jika konflik melibatkan orangtua siswa, manajemen sekolah juga terlibat dalam upaya penyelesaiannya.

Pendidikan damai di lingkungan sekolah harus diselenggarakan secara merata di seluruh institusi pendidikan, bukan hanya pada area yang mengalami konflik. Menjaga perdamaian ialah tanggung jawab bersama dan konflik dapat dihadapi tanpa harus menggunakan kekerasan.

Dalam menghadapi isu-isu SARA di sekolah, dibutuhkan pendekatan yang hati-hati, seperti mendukung pendidikan tentang keberagaman, menggalakkan toleransi, dan mendorong partisipasi aktif sekolah dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan aman bagi seluruh siswa. Melibatkan komunitas sekolah dan keluarga dalam mendukung pendekatan itu juga menjadi sangat penting. (*)