Memerdekakan Pembelajar(an)
HAKIKAT belajar adalah beraktivitas dan mencari solusi terhadap permasalahan yang ada. Belajar, seyogianya ialah kegiatan siswa, bukan rangkaian ceramah guru. Artinya, apa pun kurikulum yang diajarkan, asalkan basisnya ialah kompetensi dengan melibatkan siswa dalam semua saluran belajar, seperti baik kinestetik, visual, maupun audio dalam proses pembelajarannya, hasilnya akan sangat menggembirakan. Guru harus jeli melihat dinamika yang sedang terjadi di sekitar lingkungannya. Untuk kemudian menginisiasi sebuah strategi pembelajaran, untuk kompetensi dasar yang disasarnya, agar memfasilitasi tindakan dan hasil pemecahan masalah tersebut. Harapannya, partisipasi siswa dalam pembelajaran bisa menghasilkan sebuah solusi nyata menjadi produk yang dapat langsung dirasakan dan diambil manfaatnya oleh orang lain.
Produk pembelajaran itu bisa dalam bentuk benda atau karya intelektual benda, kreativitas yang bisa ditampilkan, dan proyek yang memberi kontribusi positif untuk siswa dan masyarakat luas. Begitulah seharusnya tujuan pendidikan seperti yang digagas Ki Hadjar Dewantara (KHD). Ia menyimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha memerdekakan setiap orang, untuk menjadi apa saja dan melakukan apa saja, tentu dengan penghargaan terhadap kemerdekaan orang lain juga. Kecerdasan majemuk Munif Chatib (2010) menyatakan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memerdekakan. Siswa dapat belajar dengan baik sesuai gaya belajarnya. Karena itu, ia mengusulkan sebuah pendekatan yang dinamakan strategi pembelajaran kecerdasan majemuk (KM). Howard Gardner dalam bukunya Frame of the Mind
(1983), menemukan dan mengembangkan tujuh kecerdasan majemuk, dan kemudian pada 1990 direvisi menjadi delapan model kecerdasan majemuk, yang telah menjadi revolusi dalam dunia psikologi pendidikan. Konsep kecerdasan berubah drastis, dari anggapan seorang yang mampu menjawab soal apa pun dalam sebuah tes, menjadi seorang yang mampu secara kreatif menyelesaikan berbagai masalah yang muncul dalam situasi nyata dengan solusi yang dapat diterima. Konsep KM ini, secara sederhana ialah setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Guru diharapkan sudah memiliki informasi akurat terkait dengan gaya belajar anak tertentu dalam waktu yang cukup dan rasional, agar ia bisa segera merencanakan sebuah rencana pembelajaran untuk setiap siswa.
Dalam praktiknya, tentu ada beberapa tantangan yang harus disikapi, terkait dengan bagaimana secara teknis satu guru bisa mengajarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tertentu untuk satu kelas, yang notabenenya muridnya heterogen dari segi gaya belajarnya. Pembelajaran berbasis proyek Salah satu strategi pembelajaran yang memerdekakan ialah konsep pembelajaran berbasis proyek (PjBL). Konsep ini bisa dijalankan dalam periode satu minggu atau bahkan satu semester tergantung pada kesulitan tantangan yang didapatkan dari masalah nyata yang ingin dicarikan solusi.
Pada tahapan awal, siswa diminta melakukan observasi dan pengamatan di lingkungan terdekat mereka, untuk merumuskan masalah yang perlu dicarikan solusi. Setelah masalah tersebut ditemukan, perlu dibuatkan pertanyaan esensial terkait dengan situasi atau permasalahan yang dipilih. Pertanyaan ini menjadi penting dan merupakan salah satu inti PjBL karena diharapkan akan memandu siswa menemukan jawaban dari pertanyaan itu, dalam bentuk produk dari PjBL. Berikutnya, tim mendesain rencana proyek dengan menentukan deskripsi kerja setiap anggota, alat, dan bahan yang dibutuhkan, dan tentunya prosedur kerja. Setelah matang rencana proyeknya, dibuatlah proposal kerja sekaligus mencantumkan tenggat penyelesaian proyek. Untuk membuat proposal ini lebih matang, perlu pengawasan dari mentor agar proposalnya baik sehingga dapat dieksekusi. Jika ada yang perlu direvisi, harus ada tahapan perbaikan sebelum masuk ke tahapan berikutnya. Tahapan kerja lapangan mulai dijalankan pada tahapan menguji hasil. Pada tahapan inilah, tim kerja mengeksekusi kegiatan sesuai dengan proposal yang telah disepakati. Selanjutnya, tim akan melihat hasilnya pada tahapan terakhir sambil dilakukan proses evaluasi pengalaman di mana tim kerja dan guru, serta pengamat luar mengevaluasi hasil proyek yang telah dilaksanakan, terkait dengan kelebihan dan kekurangan produk yang dihasilkan. Seterusnya, juga dievaluasi apakah produk dan solusi yang ditawarkan proyek itu berhasil menjawab pertanyaan esensial yang diajukan di awal seluruh sintak PjBL ini. Jika belum, tentu ada hal-hal yang harus direvisi agar seluruh proses ini sempurna dan menurut kaidah-kaidah keilmuan. Akhirnya, bisa juga dilengkapi dengan syarat tambahan agar semua solusi atau produk yang dihasilkan mengarah kepada konsep STEM (science, technology, engineering, math) sehingga sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat di era modern ini.
Baca Juga: Sumber Daya Alam Indonesia Bagi Kemakmuran Bangsa dan Berbagai PermasalahanPelatihan guru Agar seluruh wacana di atas bisa dilaksanakan dan berjalan sesuai kaidah yang benar, diperlukan guru yang berkomitmen dan memiliki kompetensi yang memadai untuk menjalankan proyek besar seperti dijelaskan di atas karenanya mereka harus dilatih. Guru tidak cukup hanya diarahkan dan diberikan tugas untuk belajar, dan membaca berbagai strategi-strategi pembelajaran yang baru secara mandiri, sendiri, dan tanpa disediakan wadah untuk mereka berkonsultasi dengan ahli. Ibarat kita mendambakan pilot ahli untuk pesawat tempur canggih yang baru saja dibeli sebagai penguat alutsista. Maka, tak cukup hanya dengan strategi menyuruh calon penerbang itu membaca teori terbaru cara menerbangkan pesawat tempur. Yang dibutuhkan calon pilot itu ialah sebuah pembelajaran langsung dan bermakna di lapangan. Sebut saja strategi pembelajarannya ialah PjBL, yakni mereka secara kreatif menemukan kendala dari hasil latihan langsung di lapangan dengan pesawat tempur asli, bukan dengan membaca buku teks, apalagi mendengar ceramah pelatih. Jadi, bagi pengambil kebijakan di sekolah, penting sekali untuk mengalokasikan dana yang rasional untuk proses tersebut.
Hal inilah yang akan membawa perubahan di sekolah. Ketika kita menginginkan siswa belajar dengan konsep KM dengan strategi pembelajaran yang bermakna seperti PjBL, terlebih dahulu kita harus memberikannya kepada guru kita di sekolah. Pak St Kartono, dalam sebuah pelatihan pernah menyatakan bahwa mustahil seseorang bisa memberikan sesuatu hal yang pada dirinya sendiri tidak ia miliki. Artinya, muskil bagi guru memfasilitasi strategi pembelajaran KM, jika guru itu tidak pernah diajari, dilatih, dan dibimbing untuk belajar dengan gaya tersebut. Senada dengan pernyataan KHD di atas, mari merdekakan pelajar, dengan memerdekakan guru belajar. Wallahualam. Oleh: Fachrurrazi Direktur Sekolah Sukma Bangsa Bireuen
Tinggalkan Balasan