PIRU, Siwalimanews – Masyarakat Dusun Translok Mata Empat menyatakan sikap tegas untuk keluar dari Desa Eti Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat untuk dimekarkan menjadi desa transmigrasi definitif.

Hal ini diungkapkan perwakilan masyarakat Translok Wem Maail saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD yang dipimpin oleh Ketua Komsi Andi Koli didampingi Wakil Komisi Arif Famana dan anggota lainnya,  yang berlangsung di ruang rapat DPRD,  Senin, (21/8).

Ia menjelaskan, Dusun Translok seharusnya menjadi desa transmigrasi bukan dusun sesuai aturan pemerintah. Sebab Dusun Translok sudah tinggal selama 47 tapi belum juga dimekarkan, padahal desa-desa transmigrasi seperti Waihatu,  Gemba,  Waipirit telah dimekarkan menjadi desa definitif.

Menurutnya, untuk masyarakat transok tidak pernah diperhatikan bahkan dianaktirikan, padahal Dusun Translok yang merupakan transmigrasi tidak pernah disejajarkan dengan desa transmigrasi lain yang ada di Maluku khususnya di Kabupaten SBB.  Bahkan masyarakat sudah pernah dipertemukan dengan pemerintah daerah menyelesaikan persoalan ini untuk menjadikan Dusun Translok menjadi desa tetapi hingga saat ini tidak pernah diselesaikan.

“Kami siap menarik diri dari Desa Eti untuk menjadi desa definitif, karena selama 47 tahun masyarakat tidak pernah menerim bantuan melalui pemerintah daerah maupan melalui dana desa. Kami tidak pernah mendapatkan apapun, translok bukan bagian dari dusun tetapi desa transmigrasi sesuai surat keterangan dari pemerintah Desa Eti,” tegasnya.

Baca Juga: Jaksa Didesak Periksa Direktur RS Haulussy

Ditegaskan, masyarakat translok merupakan transmigrasi gelombang pertama sejak tahun 1976 dan gelombang kedua 1977 dengan total sebanyak 188 KK. Bahkan hak wilayat lahan pertanian sebesar 314 hektar sesuai pisik yang ada untuk transmigrasi. Sedangkan tanah untuk rumah penduduk sekitar 20 hektar serta memliki surat sertifikat tanah dari Badan Pertanahan Nasional pada tanggal 17 Juni 1993 menarangkan status tanah sebagai desa bukan dusun.

“Selaku masyarakat translok telah memliki bangunan seperti Gereja, Puskesmas, gedung serbaguna,  pastori,  rumah penduduk,  perumahan,  Sekolah, Balai Desa, rumah guru,  lapangan bola kaki,  voli,  jalan,  jembatan,  kuburan,  dan sebagainya,” katanya.

Ditambahkan,  sesuai surat  dari pemerintah desa eti tertanggal 18 Nomor: 414.14/25 tertanggal 18 Maret 1991 menerangkan bahwa, Dusun Translok adalah anak dari desa eti, guna berdiri sendiri dibidang pemerintahan dengan status sebagai desa dan mempunyai seorang kepala desa yang difinitif, surat keterangan tersebut ditanda tangani Pejabat Kepala Desa Eti Hence Aurima. Bahkan kedua desa teangga yakni desa Lumoli dan Morekau juga menyetujui hal ini, mengingat tanah yang ditempati masyarakat translok sudah ganti rugi oleh pemerintah.

Selain itu Jhon Gingsel meminta, Pemerintah Daerah SBB, agar secepatnya wilayah Translok Mata Empat dijadikan desa definitif karena lahan yang diberikan atas nama pemerintah untuk trans dari desa seberang. Bukan pemberian dari Desa Eti. Kalau pemberian lahan atau tempat rumah dari Desa Eti wajar Dusun Translok menjadi Anak Dusun dari Desa Eti.

Ia menambahkan, masyarakat Dusun Translok sejak dari tahun 1976 sampai tahun 1995 di bawah pemerintahan Kecamatan bukan di bawah pemerintahan Desa Eti. Pada tahun 1991, sesuai surat yang dilayangkan dari pemeritah Desa Eti.

Ia mencontohkan Desa Waipirit, Desa Uraur Kecamatan Kairatu, Desa ini adalah Desa Transmigrasi Mandiri tidak sama dengan Dusun Translok. Transmigrasi yang didatangkan oleh Pemerintah, mengapa tidak bisa menjadi desa definitive.

“Dilihat dari tata geogri translok adalah pintuk masuk kota kecamatan dan ibu kota kabupaten saat ini. Untuk itu kami masyarakat translok minta agar Pemda SBB secepatnya menjadikan Dusun Translok sebagai desa definitif,” desaknya.

Wakil Ketua Komisi I DPRD SBB Arif Famana saat memimpin rapat tersebut  mengatakan, dirinya memberikan apresiasi kepada masyarakat translok yang telah berjuang keras untuk menjadikan dusun translok sebagai desa definitif, karena konsep dalam memperjuangkan hak-haknya sangatlah penting.

Untuk menyelesaikan persoalan ini, kata Famana, komisi I DPRD akan menjadikan persolan ini sebagai sebuah agenda khusus dalam konteks untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat translok.

Menurutnya,  hal ini bukan atas dasar keinginan masyarakat. Sebab yang namanya transmigrasi dalam ketentuan undang-undang sudah diatur dalam UU Nomor 3 tahun 1972, bahkan sudah direvisi menjadi UU Nomor 15 tahun 1997 itu sudah jelas,  selain itu juga terkait dengan transmigrasi itu sudah diatur dalam UU Nomor 29 tahun 2009. Dimana dalam ketentuan itu sudah jelas sesuai pasal 13 dan pasal 14 bahwa yang namanya daerah translok yang merupakan transmigrasi yang dirolokasi oleh pemerintah dengan status kepemilikan tanah yang sudah jelas.

“Masyarakat transmigrasi yang ada sesuai ketentuan UU yang telah memiliki tanah sebagai hak milik bukan lagi hak pakai seperti wacana yang dimainkan saat ini bahwa tanah tersebut dikasih atau dipinjam,” katanya.

Famana pastikan persoalan masyarakat translok ini akan masuk pada agenda khusus dan disampaikan langsung kepada pemerintah daerah. (S-18)