Mari Berpolitik Rasional, Jangan Mengkritisi Berlandaskan Asumsi
BEBERAPA hari belakangan ramai terjadi diskursus tentang program food estate. Apa sejatinya program ini? Program food estate merupakan program pemerintah yang memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan untuk meningkatkan cadangan pangan nasional. Program tersebut masuk salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024, yang mana food estate telah dikembangkan di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Program ini diluncurkan pemerintah merujuk pada sejumlah analisis pakar dan praktisi yang menyampaikan bahwa permasalahan dan tantangan di bidang pertanian dan ketahanan pangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, adalah gangguan supply bahan pangan, ancaman krisis pangan, dan pembatasan dalam lapangan produksi. Terkait dengan permasalahan dan tantangan tersebut, pemerintah telah menyiapkan rencana antisipasi dalam RPJMN 2020-2024, salah satu di antaranya Program Lumbung Pangan Nasional (food estate).
Untuk pelaksanaan dan pengembangannya, salah satu lembaga kementerian yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi adalah Kementerian Pertahanan. Presiden Jokowi berharap program ini bisa membuat Indonesia berdaulat tidak hanya dari sisi militer, namun juga bisa berdaulat dari sisi kemandirian pangan. Namun sayang, program yang sangat baik ini malah banyak mendapatkan sorotan minor akhir-akhir ini dari beberapa kalangan. Banyak tuduhan yang dialamatkan, meski tidak secara tersurat, kepada Kementerian Pertahanan, dan bahkan kepada Pak Prabowo Subianto sebagai pemangku kepentingan di Kementerian Pertahanan. Tuduhan itu antara lain merugikan keuangan negara, upaya food estate ini sebagai kejahatan lingkungan, atau bahkan ada triliunan dana yang mengalir ke parpol dari program ini. Kenapa saya perlu menjelaskan program food estate ini? Saya memberikan penjelasan karena memahami bahwa isi kritik terkait program food estate ini dialamatkan kepada Pak Prabowo dan Partai Gerindra. Sejatinya, terkait Kementerian Pertahanan yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk melakukan program food estate ini guna memenuhi cadangan strategis pangan, sudah mendapatkan izin melalui Kementerian KLHK untuk kawasan hutan ketahanan pangan seluas kurang lebih 6.600 hektare (ha). Luas lahan ini berasal dari hutan produksi yang sudah lama terbengkalai di Kalimantan tengah. Dari lahan seluas itu, baru sebesar 10%nya atau kurang lebih sekitar 660 ha yang sudah dikerjakan. Saat ini baru tahap pembersihan lahan dan dalam proses pematangan lahan. Proses ini memakan waktu kurang lebih 1 tahun. Proses tersebut agak lama karena tekstur tanah lahan yang ada harus dilakukan treatment khusus.
Lahan di wilayah ini merupakan tanah berpasir yang memang tingkat kesulitannya tinggi untuk ditanami. Justru di sinilah tantangannya. Libatkan akademisi Untuk itu, Pak Prabowo kemudian melibatkan akademisi, anak anak muda, dan pihak swasta untuk melakukan riset bagaimana tanah berpasir tersebut dapat dicarikan formulanya agar dapat ditanami. Ibaratnya, seperti syair lagu Koes Plus, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Tahap inilah yang sedang berproses. Saat ini, sudah ditemukan formula yang diperoleh dari hasil riset yang akan diimplementasikan menjadi prototipe food estate tanaman singkong. Semua proses ini dilakukan dengan tanpa memakai uang negara 1 rupiah pun. Saya ulangi tanpa memakai uang negara 1 rupiah pun. Dari implementasi hasil riset inilah kita harapkan, program food estate dapat berhasil sukses ketika tanah yang sulit ditanami dapat menjadi lahan produktif. Sebentar lagi kita bisa melihat hasilnya. Namun lagi-lagi sangat disayangkan, proses yang sudah dilakukan dengan baik ini disalahartikan oleh pihak-pihak tertentu dan mengkritisi hanya bermodal asumsi, di tahun politik ini. Saya memahami, di tengah baiknya posisi Pak Prabowo dan Partai Gerindra dari sisi kepercayaan publik yang tecermin dari baiknya tingkat elektabilitas, kritik tak berdasar ini dapat untuk menurunkan kepercayaan publik kepada Pak Prabowo dan Partai Gerindra.
Berdasarkan asumsi Kenapa saya katakan demikian? Para pengkritik ini merupakan pengurus parpol. Mereka memiliki wakil-wakil di parlemen. Kenapa tidak ditanyakan langsung saja program ini kepada anggota badan anggaran, atau anggota komisi yang terkait dengan Kementerian Pertahanan dari fraksinya? Apakah ada uang negara yang telah dipakai dalam program food estate ini melalui Kementerian Pertahanan? Atau sampai sejauh mana program food estate ini dijalankan oleh Kementerian Pertahanan? Kenapa kritik ini disampaikan ke publik hanya berdasar asumsi? Mengkritik sejatinya merupakan vitamin demokrasi. Namun saya sangat menyayangkan, jika kritik yang dikeluarkan hanya bersandar pada asumsi. Hal ini adalah pendidikan politik yang buruk untuk publik. Mari kita berpolitik dengan rasional dan berbasis pada data, guna memberikan pendidikan politik yang baik untuk masyarakat. Banyak kader kami dari seluruh Indonesia yang protes; kenapa kami diam dan tidak membalas? Mereka marah karena Pak Prabowo yang telah bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi dengan niat tulus membangun bangsa dan negara, malah mendapatkan tuduhan macam-macam. Meski demikian, kami pengurus Partai Gerindra selalu dikuatkan oleh Pak Prabowo untuk tetap sabar.
“Kita jelaskan saja proses yang terjadi karena rakyat sudah pintar,” demikian pesan Pak Prabowo kepada kami. Kami dilarang untuk membalas, meskipun sangat bisa untuk melakukannya. Kami sudah berkomitmen, Partai Gerindra akan tetap menjaga suhu politik agar selalu tenang dan tetap berpolitik riang gembira. Bekerja sama dengan guyub pada semua partai politik. Kami akan terus bekerja keras, serta selalu mendekatkan diri kepada rakyat. Kepada seluruh kader Partai Gerindra di seluruh Indonesia, mari tetap fokus menjemput kemenangan. Tuntaskan perjuangan kita, 2024 Prabowo presiden, Indonesia menang. Oleh: Sufmi Dasco Ahmad Ketua Harian Partai Gerindra
Baca Juga: Mungkinkan Megawati Melengserkan Jokowi?
Tinggalkan Balasan