AMBON, Siwalimanews  – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon menghukum Hendriata Tuanakotta terdakwa kasus korupsi anggaran pembayaran jasa medical chek up pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota dan Provinsi Maluku pada RSUD dr M Haulussy, tahun anggaran 2019-2020, dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Vonis tersebut dibacakan dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota lainya di Pengadilan Tipikor Ambon, Senin (16/10).

Dalam putusannya majelis hakim menyatakan, terdakwa dr Hendrieta Tuanakotta tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dalam dakwaan primair, sehingga membebaskan terdakwa dari dakwaan primair tersebut, namun terdakwa terbukti dalam dakwaan subsidair.

“Menyatakan terdakwa dr. Hendrieta Tuanakotta terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Menjatuhkan Pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” tandas Hakim Marta Maitimu saat membacakan vonis.

Selain vonis 3 tahun dan denda Rp200 juta, majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp829.299.698 yang dikurangkan dengan pengembalian senilai Rp44.000.000, sehingga sisa uang pengganti yang harus dikembalikan terdakwa sebesar Rp. Rp785.299.698.

Baca Juga: Walikota Akui, UMKM Jadi Penyumbang Ekonomi di Ambon

Namun apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lambat 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Jika dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka di pidana penjara selama 1,6 tahun,” tandas majelis hakim.

 

Majelis hakim juga menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, serta menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Usai mendengarkan vonis majelis hakim, baik JPU maupun terdakwa dan pengacaranya menyatakan pikir pikir.(S-26)