AMBON, Siwalimanews – Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku Melkianus Sairdekut mendesak manajemen RSUD dr M Haulussy untuk segera melakukan pembayaran insentif tenaga kesehatan yang melayani pasien Covid-19.

Pasalnya, DPRD telah melakukan pertemuan bersama Direktur RSUD Haulussy Nazaruddin bersama jajaran tim juknis, telah disepakati agar pembayaran tetap dilakukan sesuai dengan juknis yang telah ditandatangani.

“DPRD dalam kewenangannya telah memanggil Direktur RSUD Haulussy untuk selesaikan persoalan pembangian insentif tenaga kesehatan, sehingga kita minta agar segera dibayarkan secepatnya,” tegas Sairdekut kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Senin (6/3).

Insentif tenaga kesehatan kata Sairdekut, merupakan hak para petugas yang telah melakukan tugas dan tanggungjawab mereka digarda terdepan dalam melayani pasien covid-19 sejak tahun 2020 silam.

Untuk itu, DPRD berkewajiban untuk memastikan, setiap hak dari para tenaga kesehatan ini diperoleh mereka, sebagai bentuk penghargaan atas kerja-kerja mereka dalam melayani pasien di RSUD Haulussy.

Baca Juga: Harga Barang Masih Tinggi, Komisi III Warning Disperindag

“Kita berharap manajemen RSUD Haulussy segera merealisasikan insentif jasa tersebut, sehingga insentif itu dapat jadi tambahan penghasilan bagi para nakes,” harap Sairdekut.

Sebelumnya, Komisi IV DPRD Provinsi Maluku bersama Direktur RSUD dr M Haulussy Nazaruddin, menyepakati pembayaran insentif tenaga kesehatan yang melayani pasien covid-19 tetap mengikuti juknis yang telah ditetapkan.

Kesepakatan ini diputuskan dalam rapat kerja antara pimpinan DPRD, pimpinan dan anggota Komisi IV, Direktur RSUD Haulussy, tim juknis dan perwakilan tenaga kesehatan, Selasa (28/2) lalu.

Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Elviana Pattiasina kepada wartawan usai pertemuan menjelaskan sebelumnya kesepakatan terkait dengan besaran presentasi pembagian klaim BPJS tela disepakati 50 persen untuk nakes dan 50 persen lainnya untuk manajemen.

Namun, terjadi persoalan, dimana ada terjadi perubahan terhadap juknis menjadi 40 persen untuk nakes dan 60 persen bagi manajeman, sehingga memicu penolakan dari tenaga kesehatan.

“Awalnya sudah disepakati tetapi berkembang lagi menjadi 40:60 dan tidak diterima oleh tenaga kesehatan maka persoalan ini sampai di dewan,” ucap Pattiasina.(S-20)