AMBON, Siwalimanews – Janji pemimpin tak juga diwujudkan dan kemiskinan masih jadi momok menakutkan bagi rakyat Maluku.

Kemarin, 17 Agustus 2021, sudah 76 tahun Indonesia merdeka. Dan besok, 19 Agustus 2021, Provinsi Maluku resmi memasuki usia 76 tahun pula.
Dalam usianya yang ke-76 tahun, Maluku masih mengalami banyak permasalahan. Salah satunya adalah angka kemiskinan yang masih belum menunjukkan adanya penurunan signifikan.
Data Badan Pusat Statistik yang dirilis Februari 2021 menyebutkan, Maluku masih tetap berada pada urutan ke 4 daerah termiskin di Indonesia.
Secara statistik, Maluku berada di bawah NTT, Papua dan Papua Barat dan mengungguli Gorontalo, Aceh, Bengkulu dan NTB.
Karenanya, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pattimura meraa terpannggil untuk melakukan refleksi HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76, dengan menggelar demonstrasi di depan Kampus, Senin (16/8).
Aksi ini digelar sebagai bentuk kritik dari rakyat terhadap semua kebijakan pemerintah yang tidak pro kepada rakyat Maluku, termasuk Provinsi Maluku yang masih berada pada urutan ke-4 provinsi termiskin di Indonesia.
“Sudah 76 tahun Indonesia Merdeka, saatnya Maluku membutuhkan kebijakan yang berkeadilan demi menghapuskan label provinsi ke-4 termiskin di Indonesia,” tandas koordinator aksi Saidin Rumain dalam orasinya.
Menurutnya, 76 tahun Indonesia Merdeka, namun Provinsi Maluku masih tetap miskin. Dia lalu mempertanyakan ada apa sebenarnya sehingga Pemda Maluku tidak mampu melakukan perubahan untuk kemajuan di daerah ini. Padahal sumber daya alam Maluku sasar danngat be berlimpah.
Menurutnya, keadilan dan kesejahteraan bukan hanya milik kepala daerah dan presiden, namun harus dirasakan oleh rakyat. Karenanya menurut dia, saatnya Maluku membutuhkan kebijakan yang berkeadilan, dan banyak terjadi ketimpangan di bidang hukum, misalnya pembabatan hutan seenaknya dan penangkapan aktivis saat menyuarakan keadilan.
“Hutan adat Sabuai yang tidak pernah terselesaikan. Blok Masela tidak ada kejelasan, tindakan represif dilakukan aparat kepolisian. Kebebasan berpendapat yang semakin sempit dan pendidikan dan kesehatan di Maluku semakin terpuruk,” katanya.
Rumain menambahkan, HUT Kemerdekaan, bukan hanya dilakukan dalam bentuk acara seremonial, namun evaluasi dan renungan kepada pemerintah, bahwa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, hanya meminta kesejahteraan umum bagi bangsa dan rakyatnya.
“Sangat disayangkan hingga saat ini, sebagai generasi muda Maluku melihat, provinsi ini masih ada pada urutan ke-4 provinsi termiskin. Maluku masih ada dalam ketertinggalan dan ini hal yang belum juga diatasi oleh para pemangku kebijakan,” tuturnya..
Itu berarti kata dia, Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku gagal dalam menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Maluku.
“Untuk itu, kami mendesak kepada pemerintah pusat maupun daerah untuk melihat segala bentuk aspek yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat di Maluku,” pintanya.
Dalam aksi yang dimulai sejak pukul 10.30 WIT itu, ratusan mahasiswa juga menyanyikan sejumlah lagu kebangsaan perjuangan dan mengucapkan sumpah mahasiswa.
Usai menyampaikan orasi secara bergantian, ratusan mahasiswa ini kemudian membubarkan diri pada pukul 13.00 WIT.
Untuk diketahui data statistik bulan September 2020 yang dirilis Februari 2021 tercatat Provinsi Maluku masih tetap berada pada urutan ke 4 daerah termiskin di Indonesia.
Dalam data BPS itu diketahui Maluku hanya unggul dari Provinsi Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur. Papua 26,8%, Papua Barat 21,7%, Nusa Tenggara Timur 21,21%, Maluku 17,99%, Gorontalo 15,59%, Aceh 15,43%, Bengkulu 15,30%, dan Nusa Tenggara Barat 14,23%.
Perlu Inovasi
Menanggapi hal ini akademisi FISIP Unpatti, Said Lestaluhu meminta Pemprov Maluku harus melakukan inovasi dan terobosan yang berpihak pada rakyat.
Kata Said, Pemprov Maluku harus bekerja sama dengan seluruh pemda pada 11 kabupaten dan kota di Maluku, dengan berupaya menciptakan investasi tetapi investasi itu juga perlu didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai serta sumber daya manusia yang siap.
Apa jadinya, kata Said, jika keinginan pemda melakukan investasi tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kesiapkan sumber daya manusia.
“Memang perkembangan satu daerah sangat dibutuhkan investasi, artinya perbanyak investasi membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. jangan sampai keinginan pemda besar untuk itu tetapi tidak diimbangi dengan kesiapan SDM,” ujar Said saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (17/8).
Terobosan itu harus dilakukan sehingga membuka akses-akses ruang kerja baru bagi masyarakat agar pengangguran juga bisa ditekan.
“Pemda harus berpanyak pelatihan untuk siapkan SDM. Serta ciptakan lapangan kerja baru. ini harus jadi prioritas. Sektor perikanan kita sangat luas, ini perlu diperhatikan dengan penyediaan SDM. Seperti LIN harus juga disiapkan SDM,” ujarnya.
Miskin Inovasi
Pernyataan Lestaluhu ternyata didasari bukti, dimana Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni yang menyebut Maluku adalah satu dari lima provinsi yang memiliki nilai indeks inovasi terendah.
Kelima provinsi itu yakni Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Maluku, Kalimantan Timur, dan Gorontalo.
Rendahnya skor indeks tersebut, kata Agus, dipengaruhi berbagai faktor. Salah satunya dipicu kurang maksimalnya Pemda dalam melakukan pelaporan inovasi.
Dia berharap pemda yang memperoleh hasil skor indeks rendah untuk segera berbenah dan melakukan langkah strategis dengan jajarannya, yakni dengan menyinergikan perangkat daerah untuk melahirkan inovasi.
Lamban
Provinsi Maluku juga dianggap lamban dalam merespons sejumlah persoalan yang terjadi, termasuk diantaranya penanganan Covid-19.
Oleh Mendagri Tito Karnavian, Maluku disebut sebagai daerah satu daerah yang sangat lambat menyerap anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk penanganan Covid-19.
Karenanya, Depdagri melayangkan surat teguran kepada Gubernur Maluku Murad Ismail. Hal itu kata Tito dikarenakan hingga saat ini untuk Provinsi Maluku Anggaran 2020 yang belum terealisasi sebesar 74,9%.
Kepada pers di Jakarta, Sabtu (16/7) lalu, Tito menjelaskan, teguran itu diberikan setelah pemerintah melakukan evaluasi belanja daerah yang dinilai belum maksimal.
“Kami sudah menyisir dan rapat berkali-kali dengan kepala daerah, masih ada belanja untuk penanganan Covid-19 dan insentif tenaga kesehatan yang belum banyak berubah,” ujar Tito. (S-51/S-19)