AMBON, Siwalimanews – LIPI Maluku dan Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Ambon belum menyimpulkan penyebab ribuan ikan mati dan terdampar di se­jumlah pesisir pantai di Pulau Ambon dan Lease.

Pembahasan fenomena baru ini akan diperluas dengan melibatkan Unpatti, BMKG dan PBD dan BKIPM.

“Besok pagi LIPI akan melakukan fo­cus group discussion dengan bebe­rapa stakeholder, kita akan membuat dis­kusi terpadu untuk memberikan sua­tu arahan yang nantinya dapat diberi­kan kepada walikota maupun gu­bernur, sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat, harapannya bisa dapat rekomendasi dari masing-ma­sing kajian dari LIPI maupun lainnya,” kata Ketua Tim Penelitian Laut Dalam LIPI Maluku, Hanung Agus Mulyadi, kepada kepada war­tawan di ruang kerjanya, Rabu (18/9).

Walaupun hasil penelitian se­mentara tidak mengandung fitoplan­kton beracun, namun Mulyadi meng­himbau kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi ikan yang mati tersebut.

“Ikan-ikan yang mati terdampar itu sebaiknya tidak dikonsumsi. Ma­syarakat juga  tidak usah resah un­tuk makan ikan yang ditangkap dari daerah lain,” ujarnya.

Baca Juga: Gubernur: Sosialisasi Bela Negara Pertajam Wawasan ASN

Mulyadi menjelaskan, pihaknya telah observasi di Waai dan Huku­rila, dan dikaji kualitas air laut yang meliputi biologi oseanografi, kimia oseanografi, fisika oseanografi dan sampel geologi atau sedimen.

“Tim melanjutkan analisa di lab dengan sampel tersebut, ikan mati dan molusca.  Dari biologi oseano­grafi hasilnya sudah didapat, namun ada sebagian sampel terutama untuk ikan mati yang akan dianalisa lanjut, untuk dilihat apakah ada toksisitas atau pencemaran logam berat. Kita di LIPI Ambon belum bisa, jadi kita kirim sampelnya tadi pagi ke pusat penelitian oseanografi LIPI Jakarta,” terangya.

Di tempat terpisah, Kepala Pe­ngen­dali Hama Penyakit Ikan dan Mutu Hasil Ikan BKIPM Ambon Ridwan mengatakan, hasil analisa sementara diduga ada anomali ling­kungan yang terjadi, sehingga mas­ssa air naik dan menyebabkan ikan mati. Namun hal ini akan didisku­si­kan dengan LIPI dan pihak terkait lainnya.

“Jadi untuk hasil keseluruhan itu bisa diperoleh saat disksusi yang dilaksanakan sesok dengan LIPI dan stakeholder terkait, karena dengan diskusi tersebut semua hasil akan lebih dilihat dari berbagai aspek yang ada untuk dapat disimpulkan,” ujarnya.

Jangan Percaya Isu

Seperti diberitakan, Badan Meteo­rologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ambon meminta masya­rakat untuk tidak mempercayai isu yang beredar, kalau akan terjadi gempa dan tsunami, karena matinya ribuan ikan di sejumlah kawasan pesisir pantai.

Kepala Seksi Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteoro­logi Kelas I Ambon Andi Ashar, me­ngatakan, dalam ilmu gempa, tak ada yang namanya ikan mati seba­gai tanda akan terjadinya gempa dan tsunami.

“Tidak ada dalam ilmu gempa menjadikan ikan mati sebagai precursor gempa dan tsunami. Saat ini pihak terkait sedang melakukan investigasi untuk mencari sebab matinya ikan-ikan di Pantai Ambon, untuk itu kita tunggu saja hasilnya,” kata Andi Ashar, kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (17/9).

Andi memastikan kematian ikan secara massal di beberapa tempat di Pulau Ambon disebabkan lain. Mi­salnya adanya ledakan, keracu­nan, atau faktor lingkungan. Bukan sebagai tanda akan adanya gempa dan tsunami.

“Masyarakat jangan mudah ter­pancing isu menyesatkan yang me­nyatakan Ambon akan dilanda tsunami, hal itu tidak benar, masya­rakat jangan mudah percaya isu. Ikan yang mati tidak ada hubungannya dengan tsunami, selama ini belum pernah ada peristiwa gempa yang memicu tsunami,” ujarnya.

Andi mengatakan, masyarakat harus memahami penyebab terjadi­nya tsunami karena beberapa hal yakni pergerakan tiba-tiba di dasar laut yang menyebabkan perpinda­han sejumlah besar air, dan yang paling sering terjadi adalah akibat gempa bumi bawah laut.

“Apabila gempa terjadi dekat dengan permukaan air laut,  pada jarak 0 hingga 30 kilometer di bawah permukaan laut, tsunami bisa terjadi,” ujarnya.  (S-40)