AMBON, Siwalimanews – Marthinus Lekahena terdakwa kasus dugaan korupsi penyalahgunaan keuangan negara yang bersumber dari DD/ADD Negeri Abubu, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, tahun 2016-2018 yang divonis 6 tahun penjara, menuding kalau dalam pengusutan kasus ini ada dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum jaksa kepada dirinya.

Bahkan menurut Lekahena, selain ada dugaan unsur pemerasan ada juga unsur dendam, shingga kasus ini dilanjutkan hingga persidangan.

“Kami tidak terima. Sebagai terdakwa saya cukup mengasihani kuasa hukum, dimana hakim mengabaikan fakta persidangan serta pembelaan pengacara diabaikan hakim,” ungkap Lekahena Kesal di ruang jaksa pada Kantor Pengadilan Tipikor Ambon usai mengikuti sidangnya dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim, Rabu (27/9).

Selain itu kata Lekahena, jaksa sebelumnya telah bermasalah dengan dirinya, lantaran dirinya tidak memberikan uang sebesar Rp300 juta kepada jaksa yang menurutnya itu adalah unsur pemerasan sehingga kasus ini dilaporkan ke pihak Kejaksaan Tinggi Maluku.

Bahkan Lekahena mengaku kaget dan bingung serta dirinya berupaya namun tak berhasil memberikan sejumlah uang yang diminta tersebut.

Baca Juga: Sahubawa Ungkap Strategi Penanganan Devisit 100 M Lebih

“Waktu laporan masyarakat ke jaksa, lalu ada salah satu pegawainya Patrick Soumokil namanya mendekati saya, dimana disitu jaksa mengatakan, jika kasus korupsi Abubu mau selesai, maka saya harus serahkan uang Rp300 juta.

Penyampaian itu disampaikan saat itu kasus ini belum masuk tahapan apapun, baru sebatas laporan masyarakat, jujur saya bingung sebagai orang awam hukum, namun saat itu saya mencoba untuk penuhi itu, namun Tuhan tidak berkehendak,” beber Lekahena.

Lekahena menegaksan, hukum jangan tumpul ke atas lalu tajam ke bawah. Ada apa sampai dalam kasus ini dirinya sendiri, sementara pihak lainya seperti bendahara dan sekretaris tidak?

Dirinya bahkan menyebutkan jika biarlah dia yang jadi korban jangan yang lain, tindakan pemerasan dan mafia peradilan jangan ada di Maluku.

“Nanti laporan ini saya akan laporkan sampaikan kepada Presiden, Pak Mafud MD, Kapolri dan lainya sehingga mafia peradilan dan pemerasan yang dilakukan, jangan orang lain yang jadi korban.” Tandas Lekahena.

Mengenai tudingan ini, Kacabjari Saparua Ardy yang dikonfirmasi Siwalimanews di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (27/9) menegaskan, semua tudingan Lekahena terhadap dirinya yang menyebutkan kasus ini sengaja dilanjutkan karena dendam maupun unsur pemerasan ditepisnya.

“Sebenarnya terdakwa salah mengerti, yang kami minta kepadanya saat itu untuk mengembalikan kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan inspektorat daerah sebesar Rp300 juta. Kami mau bantu yang bersangkutan, sehingga kami ingin dirinya mengembalikan kerugian negara, namun belum juga dikembalikan, dirinya sudah melaporkan kami ke Kejati Maluku. Padahal kami tidak memerasnya, saya tegaskan yang diminta adalah pengembalian kerugian negara bukan peras,” tegas Ardy.

Terhadap tudingan tersebut, Ardy mempersilahkan saja terdakwa mau bicara, sebab pada dasarnya tak ada yang namanya pemerasan terhadap terdakwa.

“Kenapa kita lanjutkan kasus ini? Saat diminta pengembalian tidak mau, makanya kami lanjutkan. Terserah dirinya mau bilang saya peras, tapi ingat kami saat itu mau bantu untuk tidak lanjutkan kasus ini,” jelas Ardy.

Mengenai kenapa dirinya sendiri yang dihukum, sementara bendahara dan sekretaris tidak, menurut Ardy,  karena fakta persidangan yakni, pemeriksaan saksi menyebutkan kalau terdakwa sendiri yang mengeluarkan uang. Bahkan fakta persidangan soal pemakaian uang, meski hanya Rp1 juta atau Rp2 juta, namun ada juga pinjaman-pinjaman lain senilai Rp9 juta.

“Bagi kami, apa yang hakim putusakan sudah sesuai dengan fakta persidangan,” tandas Ardy.(S-26)