AMBON, Siwalimanews – Ajudan Gubernur Maluku, I Ketut Ardana kembali dilaporkan Koalisi Pembela Kebebasan Pers ke Program Polda Maluku, karena melanggar kode etik profesi, Jumat (15/7).

Sebelumnya ajudan orang nomor satu di Maluku ini dila­porkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum, pada Senin (11/7) atas tindakan menghalang-ha­langi kerja jurnalistik, merampas telepon genggam milik Sofyan Muhammadia, kemudian menyun­ting dan menghapus karya jurna­listik milik jurnalis Molucca TV itu.

Koalisi Pembela Kebebasan Pers yang terdiri dari AJI Kota Ambon, IJTI Maluku dan Molucca TV mendampingi Sofyan Muhammadia, Jurnalis Molucca TV memasukan laporan pengaduan dan alat bukti ke Bidang Propam Polda Maluku.

Kuasa Hukum Koalisi Pembela Kebebasan Pers, Alfred Tutupary dalam rilisnya kepada Siwalima, Sabtu (16/7) menjelaskan, laporan yang dimasukan tersebut diterima oleh anggota Viktor Patty.

Kata dia, tindakan represif I Ketut Ardana merupakan upaya mem­bung­kam kekebasan pers, bahkan perilakunya sudah melampaui ka­pasitasnya selaku ajudan maupun anggota Polri. “Ini juga sebagai pem­belajaran serta edukasi ke pub­lik, maka kita menempuh jalur hukum,” tegasnya.

Baca Juga: Kasus Korupsi Jalan Inamosol Karam di Kejati Maluku

Tutupary yang juga Ketua Per­kumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia DPD Maluku ini mengatakan, untuk membuktikan pelanggaran kode etik, pihaknya juga menyertakan alat bukti dalam aduan ke Bidang Propam Polda Maluku.

Bukti yang diajukan yakni, dua potongan video yang disunting Ardana dan video asli milik Sofyan Muhammadia, Jurnalis Molucca TV.

Selain itu, bukti tangkapan layar video yang sudah dipangkas I Ketut saat berkirim pesan kepada Sofyan via aplikasi WhatsApp, termasuk kronologi lengkap kejadian tersebut.

“Alat bukti yang disediakan itu untuk menguatkan dugaan pelanggaran etika dan profesi,” tuturnya.

Menurutnya, apa yang dilakukan ajudan gubernur ini telah melanggar norma hukum Pasal 4 jo pasal 18 ayat (1) UU Pers, juga melanggar aturan internal Polri, yakni Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, jo Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ditempat yang sama Ketua AJI Kota Ambon Tajudin Buano meminta Polda Maluku bekerja secara profesional dalam memproses laporan pengaduan tersebut.

“Saya berharap kasus yang dialami Sofyan, bisa berlanjut sampai ke pengadilan,” tegasnya.

Menurut Tajudin, adanya kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak, bahwa jurnalis saat bekerja dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Ketua IJTI Maluku Imanuel Alfred Souhaly juga menambah­kan, koalisi berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas, tanpa kompromi.

Kabiro Kompas TV Ambon ini mengaku, permintaan maaf Ardana tidak menghapus proses hukum yang telah berjalan.

Pihaknya juga meminta Kapolda Maluku, Irjen Lotharia Latif, sebagai sosok yang profesional dalam menangani setiap masalah di lingkup Polda Maluku, agar jeli melihat persoalan yang melibatkan anggotanya ini.

“Hal itu terbukti, bila anggota Polri berpretasi diberikan apresiasi dan bersalah pasti disanksi,” ujarnya.

Sebelumnya, Koalisi Kebebasan Pers telah mengadukan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum, pada Senin (11/7) atas tindakan menghalang-halangi kerja jurnalistik, merampas telepon genggam milik Sofyan Muham­madia, kemudian menyunting dan menghapus karya jurnalistik milik jurnalis Molucca TV itu.

Kejadian tersebut terjadi saat Sofyan meliput peresmian Pelabuhan Merah Putih di Kota Namlea, Kabupaten Buru, Sabtu,  9 Juli 2012 lalu. Ketika itu, sekelompok mahasiswa menggelar unjuk rasa menuntut gubernur menyelesaikan persoalan pembangunan di daerah itu. Tak terima di demo, gubernur lantas menantang para demonstran untuk berkelahi. Sofyan  yang menjalankan tugas jurnalistiknya merekam peristiwa itu. (S-25)