AMBON, Siwalimanews – Langkah Aliansi Jurnalis Inde­penden (AJI) Ambon dan Ikatan Jurnalis Televisi untuk tetap proses hukum ajudan Gubernur Maluku, I Ketut Ardana didu­kung sebagai upaya untuk mem­be­rikan efek jera, tetapi juga agar pejabat dan siapa  juga dapat memahami kerja-kerja jurnalistik.

Praktisi Hukum Alfred Victor Tutupary yang juga eks wartawan ini meminta, AJI dan IJTI untuk kawal ketat proses hukum terse­but. Hal ini penting karena banyak kasus yang bersentuhan lang­sung dengan kerja pers diselesai­kan dengan damai, sehingga praktek-praktek kekerasan terhadap pers maupun menghalangi kerja-kerja jurnalis masih sering terjadi.

Hal ini juga mengambarkan bahwa pemahaman para pejabat atau siapa saja tentang kerja jurnalis dalam memberikan informasi kepada publik itu dilindungi dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers masih kurang.

“Saya juga sarankan baiknya seluruh pihak yang berkepentingan, juga yang merasa dirugikan untuk memproses pidana yang bersang­kutan. Hal itu dilakukan, agar ada efek jera, bukan hanya pada pelaku, tetapi juga dapat dijadikan pem­belajaran bagi seluruh pihak yang bersentuhan langsung dengan kerja-kerja Pers,” ujarnya saat diwawancarai Siwalima di Ambon, Kamis (14/7).

Dikatakan, pers itu merdeka dan kemerdekaan pers tidak boleh dikekang dengan cara-cara otoriter, apalagi tindakan tindakan yang sifatnya seperti premanisme.

Baca Juga: Ajudan Minta Maaf, AJI & IJTI Tetap Proses Hukum

Sehubungan dengan itu, ungkap dia, laporan polisi atau pengaduan yang telah dilayangkan oleh korban maupun organisasi pers sedapat mungkin dikawal proses hukumnya hingga ada sebuah keputusan hu­kum tetap.

“Pengalaman saya, dari sekian banyak pidana pers yang diproses, belum ada satupun yang berakhir di pengadilan. Semuanya selesai deng­an kata damai,” katanya sembari menambahkan, lembaga pers harus menggandeng LBH Pers untuk melakukan sosialisasi terkait UU Pers kepada masyarakat atau Ins­tansi yang bersentuhan langsung dengan kerja-kerja jurnalistik.

Luruskan

Sementara irtu, Penjabat Bupati Buru, Djalalaluddin Salampessy meluruskan chating pada  WA Forum Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Sabtu (9/7) malam lalu.

Kepada wartawan di ruang rapat utama lantai II Kantor Bupati, Rabu siang (13/7), Djalaluddin Salam­pessy menceritakan, pasca kejadian emosionl gubernur yang mengajak  bakalai, banyak isu yang membias, kemudian menjadi topik.  Bahkan ada kata-kata yang keluar seperti itu, bernada fitnahan, mengatai biadab  bernada intimidasi kepada warta­wan.

Selaku penjabat bupati, Djalalu­ddin tidak sepakat dengan pernya­taan dan kalimat bernada fitnah seperti itu.

“Sejarahnya, ketika terjadi peris­tiwa itu masuk laporan yang cukup banyak. Laporan si A begini, si B begini. Langkah ini harus kita lakukan begini yang kesemuanya saya pikir itu fitnah, ” ujar Djala­luddin.

Laporan-laporan bernada fitna­han itu, salah satunya telah dicopy kemudian  disampaikan Djalaluddin kepada group internal forum OPD, bahwa ada informasi semacam ini yang beredar.

“Jangan sampai kemudian fitnah-fitnah ini merajalela di akun facebook atau media sosial. Seraya meminta teman-teman pimpinan OPD mem­beritakan hal-hal yang baik supaya mengimbangi informasi buruk semacam ini,” tegasnya.

Begitu banyak informasi sebagai laporan tadi yang kemudian harus pimpinan OPD menyikapi. “Jangan sampai informasi itu menjadi liar dan menjadi berita buruk, ” harap Djalaluddin.

“Ternyata niat baik kami itu diterjemahkan lain, bahwa kami yang menyampaikannya, ” sesalnya.

Dia kembali meyakinkan, bahwa banyak sekali laporan seperti itu, fitnah fitnah yang masuk. Dikaitkan dengan si A, si B.

Djalaluddin kembali menegaskan, bahwa tidak ada niat menjustifikasi dengan kata-kata dan kalimat seperti yang kini beredar luas dalam pemberitaan media.

“Masya Allah, kita tidak mung­kin menjustifikasi seseorang de­ngan kata-kata seperti ini, ” Yakin­kan dia.

Kalau itu diterjemahkan seperti itu, Djalaluddin  mohon maaf. “Tidak ada niat sedikitpun. Sebagai pen­jabat tidak memiliki pemahaman kata-kata seperti itu, ” ujarnya.

Copyan yang ditaruh di  internal forum OPD ini juga ditanggapi emosional oleh Kadis Kesehatan, Ismail Umasugi sebab ada menying­gung kakak kandungnya yang juga mantan bupati.

Kemudian Ismail menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.  Kesalafahaman itu hendak  dilurus­kan malam itu juga, namun Ismail telah mematikan teleponnya.

Ajudan Minta Maaf

Ajudan Gubernur Maluku, I Ketut Ardana telah meminta maaf dengan menyurati Molluca TV, namun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon menegaskan proses hukum tetap jalan.

Pasalnya, perlakuan ajudan yang merampas handphone  wartawan Molluca TV dan menghapus seba­gian hasil liputan itu merupakan tindakan yang bertentangan dengan UU Pers nomor 40 Tahun 1999.

Demikian diungkapkan, Bidang Advokasi AJI Ambon, Nurdin Abdullah dan Habil Kadir kepada wartawan di Ambon, Rabu (13/7).

Kata mereka, tindakan merampas HP yang dipakai untuk alat merekam proses liputan soal aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Kecama­tan Batubual saat kunjungan Gu­bernur ke Kabupaten Buru, Sabtu (9/7) dan tidak diterima oleh guber­nur merupakan tindakan mengekang kebebasan pers dengan cara meng­halang-halangi kerja-kerja jurna­listik.

Katanya, dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 3 menjamin kemerdekaan pers. Aturan tersebut menyebutkan, pers nasional mem­punyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

“Tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik, adalah perbuatan me­langgar UU Pers No 40 Tahun 1999 pada Pasal 18 Ayat 1 yang menye­butkan bahwa, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau meng­halangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling ba­nyak Rp 500 juta,”jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga meminta kepada seluruh pihak agar, siapapun itu menghentikan budaya kekerasan terhadap jurnalis dan menghormati kebebasan pers di Maluku.

Edukasi Publik

IJTI Pengurus Daerah Maluku berkomitmen mengawal laporan pengaduan pihak Molucca TV ke Polda Maluku. Bagi IJTI, langkah itu perlu diapresiasi karena bagian dari mengedukasi publik agar menge­tahui kerja-kerja jurlistik.

Pasalnya, tindakan I Ketut Ar­dana, ajudan Gubernur Maluku, Murad Ismail bertentangan Undang-Undang Nomor: 40 Tentang Kebe­basan Pers dan Kitab Undang Hukum Pidana.

“IJTI dan AJI Kota Ambon ber­komitmen mengawal kasus ini hingga tuntas,” ungkap Ketua IJTI Pengda Maluku, Imanuel Alfred Souhaly mewakili pengurus ITJI.

Dikatakan, tindakan I Ketut Ardana yang menghalangi kerja jurnalistik termasuk merampas alat kerja handphone dan kemudian menghapus video liputan, Sofyan Muhammadia, jurnalis Molluca TV adalah pelanggaran kebebasan pers yang serius.

Menurut IJTI, harusnya tindakan represif I Ketut Ardana tidak boleh terjadi. Meski dengan dalil khilaf sekalipun. Karena bagi IJTI, se­menjak dijadikan sebagai ajudan seharusnya dia mengetahui hak-hak jurnalis yang melekat bagi pejabat publik, seperti Gubernur Maluku, Murad Ismail.

“Tindakan I Ketut Ardana, sung­guh sangat disayangkan karena melanggar Kebebasan Pers yang serius,” tegas IJTI.

Menanggapi permintaan maaf I Ketut Ardana, IJTI mengatakan, secara manusiawi dimaafkan tetapi tidak dengan komitmen IJTI untuk tetap mengawal kasus ini yang se­mentara di proses di Polda Maluku.

“Sekali lagi kita katakan, IJTI Pengurus Daerah Maluku memper­cayai Polda Maluku memproses laporan pengaduan Molluca TV hingga tuntas. IJTI Maluku selalu berupaya mewujudkan hubungan harmonis antara insan pers, khu­susnya anggota IJTI, dengan pihak kepolisian sehingga kepolisian daerah Maluku diharapkan meng­usut kasus itu dan memberi sanksi kepada terlapor sesuai hukum yang berlaku.” harap IJTI. (S-25)