AMBON, Siwalimanews – Lahan yang  bersebelahan dengan Markas Komando Brimob Polda Maluku di kawasan Tantui, Kelurahan Pandan Kasturi, Kecamatan Sirimau yang saat ini dalam proses penggusuran ternyata bermasalah.

Pasalnya, sudah puluhan tahun keluarga Simatauw yang juga brdomisili dikawasan itu  mempertahankan lahan milik mereka, namun akhirnya digusur juga oleh Brimib Polda Maluku. Penggusuran itu dilakukan, lantaran pihak Brimob mengklaim, bahwa lahan tersebut adalah milik Polda Maluku.

Lantaran tak ada titik temu, maka pemilik lahan Juliana Simatauw bersama warga dan didampingi Lurah Pandan Kastury Nun Paruapey mengadukan masalah ini ke DPRD Kota Ambon dan diterima oleh anggota Komisi I Gunawan Mochtar dan beberapa anggota lainnya di ruang sidang utama Baileo Rakyat Belakang Soya, Rabu (4/10).

Simatauw didepan Komisi I mengaku, pihaknya telah mengantongi gambar situasi atau GS lahan tersebut, sementara pihak Brimob hanya mengantongi sertifikat hak guna pakai.

“Persoalan ini sudah lama. Lahan saya dilokasi yang sementara digusur itu luasnya 817 meter persegi, dan sudah ada GS nya karena sudah pernah diukur oleh BPN. Namun ketika saya berproses untuk hak milik, pihak Brimob keberatan, mereka mengklaim mereka punya sertifikat. Mana mungkin BPN mau ukur tanah yang sudah bersertifikat,” ujar s Simatauw kepada wartawan, di Baileo Rakyat, Belakang Soya, Rabu (4/10).

Baca Juga: Komda PMKRI Maluku Gelar Diskusi Tentang DOB

Untuk itu pihaknya berharap, ada titik terang terkait persoalan ini setelah diadukan ke DPRD Kota Ambon.

“Itu punya kami, itu hak kami. saya sudah bayar PBB bertahun-tahun. Saya berharap ada keadilan,” harapnya.

Sementara itu, salah satu warga yang mengaku sebagai pemilik lahan dimana berdirinya Mako Brimob Polda Maluku Marthen Ur mengungkapkan, bahwa lahan dimana berdirinya Mako Brimob hingga kini belum ada proses ganti rugi dari pihak Polri kepada mereka selaku pemilik lahan.

“Lahan dimana Kantor Brimob itu berdiri, adalah lahan milik warga. Ada 44 KK sebagai pemilik atas lahan itu. Kami punya semua buktinya, dan sampai hari ini, tidak ada proses ganti rugi atas lahan yang sudah dipakai selama ini oleh pihak Brimob,” bebernya.

Ditanya soal upaya hukum, Marthen mengaku belum pernah mengambil langkah hukum atas kepemilikan lahan tersebut.

“Kita belum pernah ada langkah hukum. Tetapi kita punya hak dan bukti kepemilikan soal lahan itu. Kalau Brimob, justru baru mengajukan surat pengantar ke kelurahan untuk proses pembuatan sertifikat ke BPN. Sementara kita sudah lama memiliki sertifikat atas lahan itu,” tegasnya.

Selaku warga yang sudah menetap lama di kawasan tersebut, Marthen mengaku, mengetahui pasti dimana letak sebenarnya lahan yang harusnya diklaim oleh Brimob. Bukan justru lokasi saat ini telah berdirinya Mako Brimob.

“Lahan milik Brimob itu 15,8 Ha, dan itu ada di bagian bawah yakni di deretan perumahan kapolda bukan yang sekarang. Lahan dimana berdirinya Mako Brimob itu baru dibongkar sekitar tahun 1993 atau 1995,” bebernya.

Oleh sebab itu, Marthen berharap, Komisi I dapat bersama-sama memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka.

“Sesuai janji komisi tadi, mereka akan membawa masalah ini ke Kantor Staff Presiden di Jakarta,” ucapnya.(S-25)