Lagi, Saksi Beratkan Eks Sekda Buru
AMBON, Siwalimanews – Dua saksi kembali dihadirkan jaksa penuntut umum Kejati Maluku, Ahmad Attamimi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Buru tahun 2016-2018, Jumat (20/11) di Pengadilan Tipikor Ambon.
Kedua saksi itu memberatkan eks Sekda Buru Ahmad Assagaf, yang menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini.
Kedua saksi itu adalah Kasi Penyusunan Anggaran Kabupaten Buru, Raya Fitriani (43) dan pengusaha Yuken Tan (48), yang adalah orang dekat terdakwa La Joni.
Raya Fitriani Harahan mengungkapkan, dirinya ikut membantu penyusunan Anggaran Pendapatan Daerah (APD) Tahun. Namun tidak memiliki kewenangan untuk mengelola anggaran tersebut. Khusus untuk tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dikelola sendiri oleh Ahmad Assagaf.
“Jadi semua tunjangan KDH dan WKDH dikelola terdakwa Sekda Ahmad Assagaf. Saya membantu penyusunan APD tahun anggaran berjalan. Tapi saya tidak memiliki kewenangan,” kata Fitriani.
Baca Juga: LAMB Desak PN Hadirkan Umasugi di PersidanganSetelah anggaran ditetapkan, kata Fitriani, proses pengelolaannya dilakukan OPD masing-masing. Sementara tunjangan KDH dan WKDH dikelola Sekretariat daerah. Pengguna anggarannya adalah sekda.
Selain itu, lanjut saksi, setiap bulan berjalan di tahun 2016-2018, biasanya yang dia dikelola anggaran sebesar Rp.200 lebih. Tapi tiba-tiba ada perubahan. Ada anggaran yang melebihi sampai Rp.168 juta.
“Ada anggaran kelebihan sampai 168 juta, saya tidak tahu kenapa, karena saya tidak dilibatkan dalam pembahasan saat itu,” tandas Fitriani.
Sementara saksi Yuken Tan mengaku kenal dengan terdakwa La Joni sebelum tahun 2016. Terdakwa La Joni meminjam rekening saksi untuk melakukan transaksi pengiriman atas perintah terdakwa Sekda Ahmad Assagaf.
“Beliau pinjam rekening saya. Saya juga tidak tahu mengapa pinjam rekening. Dan saat itu, saya tidak tahu uangnya dikirim ke bendahara,” kaya Yuken Tan.
Yuken mengungkapkan, tahun 2017 ada dua kali pengiriman. Nilainya Rp 20 juta hingga Rp. 30 juta. “Setahu saya yang kedua ditransfer dua kali. Pertama 25 April 2017, kedua 21 Juli 2017. Saya juga beri rekening ke beliau karena kita itu berteman. Saya berikan langsung di Jakarta. Jadi uang itu kalau dikirim ke rekening saya. Dia ambil kemudian diberikan ke sekda,” beber Yuken.
Usai mendengar keterangan saksi, majelis hakim yang diketuai Ahmad Hukayat bersama hakim anggota Feliks R. Wuisan dan Benhard Panjaitan menunda sidang hingga Jumat (27/11).
Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya mendakwa kedua terdakwa masing-masing, eks Sekda Buru Ahmad Assagaf bersama rekannya La Joni Ali melanggar pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Kedua terdakwa diduga melakukan mark up untuk belanja barang dan jasa di Sekretariat Daerah Tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018.
Tak hanya itu, ada juga belanja fiktif. Namun dalam pertanggungjawabkan dilaporkan seolah-olah ada belanja barang. Misalnya, belanja peralatan kendaraan bermotor senilai Rp. 2.516.1114. 000,00, belanja sewa sarana mobilitas senilai Rp. 4.558.4000,00, belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor senilai Rp. 4.037.725.000,00. Hasil audit BPK menemukan kerugian negara sebesar Rp. 11.328. 487.705,00.
Mahasiswa Demo
Mahasiswa yang tergabung dalam Lumbung Aspirasi Masyarakat Buru (LAMB) melakukan aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri Ambon, Jumat (20/11).
Mereka mendesak majelis hakim menghadirkan Bupati Buru Ramli Umasugi, dalam persidangan kasus korupsi penyalahgunaan pengelolaan keuangan daerah di kabupaten itu tahun 2016-2018 yang merugikan negara Rp. 11.328.487.705,00.
Sejak kasus ini berjalan hingga proses persidangan, orang nomor satu di Kabupaten Buru itu tidak pernah dihadirkan, padahal dalam berita acara pemeriksaan nama Umasugi masuk dalam daftar pemeriksaan kasus yang menjerat mantan Sekda Buru Achmad Assagaff dan bendahara, La Joni.
Pantauan Siwalima di PN Ambon, massa yang dikoordinir oleh Adin Lapandewa tiba di PN Ambon sekitar pukul 11.20 WIT. Namun belum sempat melakukan orasi mereka dipersilahkan masuk menemui Wakil Ketua PN Ambon, Ahmad Hukayat di depan lobi Kantor PN.
Adin Lapandewa kemudian dipersilakan membacakan tuntutan mereka. Dalam tuntutan tersebut Lapandewa mendesak majelis hakim menghadirkan Bupati Buru Ramli Umasugi dalam sidang.
“Nama bupati tercatat dalam berita acara pemeriksaan kasus korupsi yang menjerat eks Sekda Buru Ahmad Assagaf, namun bupati tidak pernah dihadirkan sebagai saksi, untuk itu kami minta majelis hakim segera menghadirkan Bupati Buru dalam skandal korupsi senilai Rp 11 milyar tersebut,” ujar Lapandewa.
Tak hanya minta dihadirkan, massa juga minta agar bupati juga turut diproses. Mereka menilai ada keterlibatan bupati dalam skandal korupsi tersebut.
“Kami minta majelis hakim menjunjung tinggi hukum dan keadilan, karena jelas bupati diduga terlibat dalam kasus korupsi ini, dalam sidang ada catatan kritis yang harus diperhatikan hakim, yang mengarah kepada keterlibatan bupati, untuk itu pantas jika bupati juga tersangka,” tandasnya.
Menanggapi pernyataan sikap para demonstran, Wakil Ketua PN Ambon, Ahmad Hukayat menegaskan, kewenangan pengadilan melakukan pemeriksaan berdasarkan dakwaan yang diserahkan JPU.
“Kami lakukan pemeriksaan berdasarkan dakwaan, yakni Sekda dan La Joni, kalau ada yang lain silakan, tapi prinsipnya kami menunggu dari JPU. Terkait tuntutan untuk menetapkan bupati sebagai tersangka tentunya bukan kewenangan kita,” jelasnya.
Ia memastikan setiap saksi atau terdakwa yang dihadirkan JPU, pasti akan diperiksa PN Ambon. “Kalau sudah dihadirkan JPU pasti kita periksa. Saat ini yang pengadilan periksa hanya ranah hukum saja,” jelasnya.
Mendengar penjelasan Hukayat, demonstran kemudian membubarkan diri dengan tertib. (S-49)
Tinggalkan Balasan