AMBON, Siwalimanews – Kali ini, PT. Bumi Perkasa Timur kembali memaksa pe­dagang membayar pajak tanah dari setiap kios/lapak yang ada di areal sebelum jembatan menuju Puskesmas Rijali.

Dari pantauan, terlihat se­kitar 30 kios diberi nomor oleh PT. BPT sebagai tanda wajib membayar pajak.

Para pedagang mengaku mereka diancam akan dike­luarkan dari kios yang mereka bangun sendiri, jika tidak membayar pajak tanah ter­sebut.

Harga pajak yang dipatok perusahaan sebesar Rp300. 000 per bulan. Sementara pedagang mengaku, selama ini kewajiban mereka mem­bayar pajak retribusi ke Pemerintah Kota Ambon.

“Dasar mereka meminta kami membayar pajak itu, adalah surat dari Pemerintah Provinsi yang ditandata­ngani oleh Sekda Maluku. Yang mana dalam surat itu, poin 3 menye­butkan, sejak penandatanga­nan akta per­janjian, maka se­luruh  penge­lolaan/pe­manfaatan tanah dan ba­ngunan ruko pada kawasan Mardika di­atas tanah HPL 06 atas narma Pe­merintah Provinsi Maluku, dialihkan dan atau diserahkan kepada PT Bumi Perkasa Timur,”. Tapi ini kios, bukan ru­ko,” ungkap Sura, salah satu peda­gang kepada Siwalima di Pasar Mardika.

Baca Juga: Bela: Penting bagi Masyarakat Jaga Lingkungan

Menurutnya, sejak satu minggu belakangan hingga hari ini, petugas PT. BPT sedang melakukan penda­taan kios-kios yang diharuskan membayar pajak tanah tersebut. Dan dari pen­dataan itu, sejumlah peda­gang me­nolak hingga diberi tanda nomor.

“Dasar mereka soal surat per­janjian dengan Pemprov. Padahal dalam surat itu, yang dikelola PT. BPT, itu 140 bangunan ruko. Artinya kios tidak termasuk. Selanjutnya ada surat baru lagi yang menyebutkan mereka mengambil alih semua tanah dan bangunan diatas HPL 06. Disitu juga ada poin yang mereka hilang­kan. Yang jadi pertanyaan, surat itu ditan­datangani oleh Sekda, masa Sekda bagian dari pemerintah me­nyusahkan kami selaku warga kota,”cetusnya.

Dijelaskan, dalam proses pemba­ngunan kios-kios itu, pengurus izin di Pemkot Ambon dan juga bagian aset Pemprov Maluku, terkait izin penggunaan lahan tersebut karena itu tidak boleh ada lagi tagihan-tagihan dari pihak lain.

“Sementara kita bangun ini izin ke Pemprov Aset, kita juga menyurat Sekda karena kita tahu ini lahan milik Pemprov, dan kita minta untuk Pemkot minta izin ke Pemprov dan kita pegang surat rekomendasi Pemkot itu. Lalu BPT minta bayar pajak ini jadi pertanyaan,”tuturnya.

Dia meminta Pemerintah Kota harus tegas soal posisi pedagang yang setiap saat diintimidasi, soal segala macam bentuk pembayaran karena itu sangat membingungkan mereka.

“Pedagang juga harus mendapat kepastian. Karena BPT selalu mene­kan kami. Mereka mengaku diberi­kan kewenangan oleh Pemprov. Kami minta sikap tegas Pemerintah Kota soal ini. Penjabat Walikota bilang la­por, sampai sekarang tidak ada laporan. Kita ini warga kota, jangan dibuat pusing, kami tahu Walikota pemimpin kami, kami mengaduh walikota sudah sampaikan ulang kali diluar dari Perda, itu pungli. Tapi pemerintah juga diam saja,”tandasnya. (S-25)