AMBON, Siwalimanews – Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku marathon memeriksa saksi-saksi dari Dinas PUPR Maluku terkait proyek air bersih SMI Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Setelah sebelumnya tercatat 6 saksi telah diperiksa, kembali, Selasa (28/2) dua pejabat Dinas PUPR digarap jaksa.

Dua saksi yang diperiksa yaitu, EL dan NS. Berdasarkan informasi yang diterima Siwalima,  EL dan NS merupakan pejabat pada Dinas PUPR.

Kata sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku.

Sayangnya Kejati Maluku hingga kini terkesan tertutup. Asisten Intelejen, Muji Martopo yang dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapp sedang berada di luar daerah dan meminta Siwalima untuk langsung berhu­bungan dengan Kasi Penkum.

Baca Juga: Pria tanpa Identitas Tewas di Pasar Gotong Royong

“Coba dengan kasi Penkum,” ujarnya singkat.

Sementara itu Kasi Penkum, Wahyudi Kareba yang dikonfimasi di ruang kerjanya mengaku akan mengecek dan segera memberi informasi. Namun hingga berita ininnaik cetak, Kareba yang coba dihubungi melalui pesan whatsapp­nya mengaku belum mendapatkan informasi terkait pemeriksaan kasus tersebut.

“Belum dapat informasi dari dalam,” ujarnya singkat

Diminta Transparan

Kejati Maluku kembali dikecam lantaran terkesan tertutup dengan proses penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan proyek air bersih di Kecamatan Pulau Haruku.

Akademisi Hukum Unidar Rauf Pellu mengatakan, sebagai lembaga negara yang dibiayai dengan uang rakyat maka menjadi tanggungjawab kejaksaan untuk transparan.

Masyarakat kata Pellu, memiliki hak untuk mengetahui sejauhmana proses penanganan kasus yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku karena menyangkut ke­uangan negara.

“Untuk alasan apapun masyarakat memiliki hak mendapatkan pen­jelasan terkait kasus yang ditangani kejaksaan, apalagi ini menyangkut belasan miliar rupiah,” tegas Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (28/2).

Diakuinya, Kejati Maluku pasti memiliki standar operasional pro­sedur dalam pengusutan kasus pidana, tetapi sepanjang tidak menyangkut subtansi perkara yang ditangani maka masyarakat perlu ketahui.

Jika Kejati Maluku tertutup, maka secara tidak langsung kejaksaan sedang melakukan kejahatan karena melindungi pelaku-pelaku kejahatan yang menguras uang negara.

Lagi pula uang yang dikorupsi tersebut bersumber dari dana SMI yang mewajibkan Pemerintah Provinsi Maluku untuk membayar kepada PT Sarana Multi Infras­truktur.

“Kalau menyangkut korupsi dalam proyek dana SMI maka kejaksaan harus tranparan, sebab ini kan memberatkan daerah dengan mem­bayar cicilan hutang baru dikorupsi lagi, jadi jaksa jangan masuk angin dan mau diintervensi oleh siapa­pun,” cetusnya.

Jangan Ditutupi

Senada  dengan itu, praktisi hukum Munir Kairoti juga meng­ingatkan Kejati Maluku untuk bersikap lebih transparan terkait dengan penangangan kasus dugaan korupsi pengerjaan proyek air bersih di Pulau Haruku.

Dijelaskan, jika Kejati telah mulai membidik pekerjaan proyek yang bersumber dari dana SMI dengan memeriksa 6 saksi dari Dinas PUPR Maluku maka kasus ini bukan lagi menjadi rahasia.

“Kejaksaan harus transparan kepada masyarakat agar diketahui jangan sampai anggapan bahwa terkesan diam dan ditutupi,” tegas Kairoti saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (28/1).

Termasuk kepada media, Kejati Maluku tidak boleh tertutup me­nyangkut proses penegakan hukum, sebab media merupakan perpan­jangan lidah masyarakat.

Diakuinya, memang menyangkut teknis penyelidikan tidak boleh diumbar kepada publik tetapi kejak­saan harus memberikan kepastian bahwa kasus ini memang sedang ditangani agar publik bisa mela­kukan kontrol.

Jika Kejati Maluku ngotot untuk tertutup atas semua proses, maka akan menjadi preseden buruk terhadap lembaga Adhiyaksa dalam memberantas korupsi di Maluku.

Kairoti juga mengingatkan Ke­jaksaan Tinggi Maluku untuk tidak boleh masuk angin akibat dari adanya intevensi pihak manapun yang bertujuan untuk melindungi pelaku kejahatan.

“Kejaksaan harus konsisten dan tidak boleh masuk angin sebab jika itu terjadi maka kejaksaan telah mengkhianati masyarakat dan negara,” ujar Kairoti.

4 Pejabat Diperiksa

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Maluku terus menggali bukti dugaan penyalahgunan anggaran proyek air bersih SMI Haruku.

Buktinya setelah sebelumnya dua saksi dari Dinas PUPR Maluku digarap jaksa, kembali, kemarin (27/2) Kejati Maluku memeriksa empat pejabat Dinas PUPR sebagai saksi.

Informasi yang berhasil diperoleh Siwalima, empat pejabat Dinas PUPR yang diperiksa dibagian intelejen Kejati Maluku yaitu, NM, VK, EL dan NS.

Sumber yang want-wanti namanya dikorankan ini mengakui, permintaan keterangan dilakukan kemarin di kantor Kejati Maluku, sekitar pukul 10.00 WIT.

Sayangnya Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba ketika dikonfirmasi Siwalima di Kejati Maluku, Senin (27/2)  mengaku belum mengetahui adanya pemeriksaan. “Nanti akan dicek,” ujarnya singkat. Namun hingga berita ini naik cetak, tak ada pen­jelasan lanjut dari Kareba.

Diminta Konsisten

Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Reimon Supusepa kepada Siwalima, Sabtu (25/2) mengatakan, langkah Kejati mengusut kasus dugaan korupsi dana SMI, proyek air bersih Haruku yang mangkrak, merupakan langkah tepat.

Karena itu, Kejati Maluku diingatkan untuk konsisten dalam membongkar borok air bersih SMI milik Dinas PUPR Provinsi Maluku yang tersebar di Desa Kailolo, Pelauw, Rohomoni, Aboru dan Wasu, Kecamatan Haruku, Kabu­paten Maluku Tengah.

“Kalau proses pembangunan air bersih itu tidak berjalan dan dirasakan masyarakat, maka ada indikasi kerugian keuangan negara yang sudah terjadi,” ungkap Su­pusepa saat diwawancarai melalui telepon selulernya.

Karenanya, lanjut dia, Kejati Maluku dalam kewenangan dan instrumen hukum yang diberikan oleh undang-undang, maka harus mengungkapkan penyebab proyek miliar rupiah ini tidak berjalan alias mangkrak, apalagi anggaran telah cair seluruhnya.

Menurutnya, dalam mengungkap kasus ini maka perlu ada ketegasan dari kejaksaan karena ketika telah mulai memeriksa perkara maka, sejak saat itu kejaksaan memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan ke publik terkait perkembangan perkara tindak pidana korupsi itu.

Tambah dia, publik harus menge­tahui sejauh mana proses peme­riksaan yang dilakukan kejaksaan, jangan sampai perkara ini menjadi perkara yang mangkrak dan tidak bisa ditingkatkan ke penyidikan, akibat tidak ada keseriusan dari kejaksaan untuk menemukan alat bukti.

Lanjutnya, jika sudah ada pemeriksaan saksi maka jaksa sudah mencoba untuk menemukan alat bukti sebagai dasar untuk mening­katkan ke tahap penyidikan ,hanya saja keseriusan itu harus diekspos ke publik agar diketahui publik.

Ketika sudah ada pemeriksaan saksi maka kejaksaan hanya melengkapi alat bukti disamping surat, audit BPKP dan alat bukti lain yang ditemukan untuk memperkuat kejaksaan untuk meningkatkan perkara.

Supusepa menegaskan, jika kejaksaan aerius untuk mengusut maka pelaku tindak pidana dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 junto pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hanya Satu Peserta

Dalam dokumen resmi seperti yang tertera di laman www.lpse­.maluku prov.­go.id, proyek tersebut terdaftar dengan kode tender 14568288.

Tercatat ada delapan perusahaan yang terdaftar sebagai peserta lelang. Mereka adalah, PT Kusuma Jaya Abadi Construction, PT Ru­benson Sukses Aabadi, PT Mum­rajaya Rimbara Lestari, PT Rafla, CV Karya Mulya Indah, CV Waebake Indah, CV Rizky Illahi Contractor dan PT Prisai Siagatama Sejahtera.

Kendati begitu, hingga tahap kualifikasi pada 25 November 2020, hanya PT Kusuma Jaya Abadi Construction yang diketahui memasuki semua dokumen yang diperlukan untuk pelelangan. Sementara tujuh perusahaan lain, sama sekali tidak memasukan dokumen satupun.

Tanpa Perencanaan

Seperti halnya proyek yang dikerjakan dengan dana pinjaman SMI, ini juga tidak melibatkan konsultan perencana dan juga konsultan pengawasan. Padahal, dengan perencanaan dan pengawas yang baik akan menjamin kualitas dan mutu pekerjaan.

Di sisi lain, jika sama sekali tidak melibatkan konsultan perencana dan pengawas, proyek yang dikerjakan tidak memuaskan dan menuai banyak komplain.

Akibatnya bisa dilihat seperti sekarang, dimana proyek dikerjakan asal-asalan dan tak kunjung selesai.

Terbengkalai

Masih kata sumber tadi, hingga kini proyek air bersih di Haruku terbengkalai dan tak kinjung dinikmati masyarakat.

Pipa-pipa dibiarkan menumpuk di sekitar lokasi proyek dan belum terpasang, bukan itu saja, sudah sekitar 6 bulan ini air bersih belum berjalan.

“Sampai saat ini proyek air bersih itu terbengkalai atau mangkar, pipa-pipa masih kasih tinggal begitu dan air bersih sudah 6 bulan ini belum jalan,” kata sumber itu lagi.

Sementara itu Asisten Intelejen Kejati Maluku, Muji Martopo yang dikonfirmasi melalui telepon selu­lernya, Kamis (23/2) terkait hal ini meminta Siwalima menghubungi Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba. “Coba cek di Kasi Penkum,” ujarnya singkat.

Namun begitu berita ini naik cetak, Kasi Penkum tidak  merespon konfirmasi Siwalima.

Detail Kerja

Sesuai kontrak, kontraktor diha­ruskan mengerjakan dua sumur di Kailolo, dua sumur di Pelau dan dua sumur lainnya di Namaa dan Naira.

Dua lokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi penggalian sumur di Kailolo terletak di kompleks Sekolah Dasar dan di dekat Kramat.

Dua sumur lain yang digali di Kailolo juga belum selesai dikerjakan dan hanya berbentuk lubang pengeboran yang ditutup karung plastik.

Selain sumur, kontraktor juga diharuskan membangun dua bak penampung yang masing-masing berkapasitas 100M3. Namun hingga kini hanya ada satu bak penampung yang dibangun, itupun masih belum rampung pengerjaannya.

Di Pelauw, titik penggalian sumur ada di belakang kantor Camat Pelauw, dimana kontraktor hanya menggali sumur yang belum selesai dikerjakan. Sedangan dua bak penampung yang berkapasitas 100M3, sama sekali belum dibangun.

Dari pantauan di lapangan, diketahui kegiatan pengerjaan sudah lebih dari satu bulan terhenti. Beberapa warga desa yang ditemui Siwalima, Selasa (25/5) tahun 2021 lalu mengaku kalau seluruh tukang yang mengerjakan proyek tersebut sudah pulang sebelum bulan puasa lalu.

Klaim PUPR

Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PIPT) meng­klaim proyek air bersih di Negeri Pelauw dan Kailolo, tuntas diker­jakan.

Proyek air bersih itu dikerjakan menggunakan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional PT Sarana Multi Infrastruktur tahun 2020, dengan nilai proyek untuk Pulau Haruku Rp12.4 miliar dan Kecamatan Sirimau Rp13 miliar.

Kepala  Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Maluku, Nurlela Sopalauw mengklaim bahwa proyek air bersih tidak ada yang terbengkalai, dan semuanya sudah tuntaskan diker­jakan.

Katanya, proyek air bersih yang dipasang dengan menggunakan panel surya itu hanya sampai pada hidran umum dan bukan disam­bung­kan ke rumah-rumah.

“Tidak ada yang namanya aliran ke rumah-rumah hanya ke hidran umum .Hidran umum kita letakkan  dan kordinasi dengan pemerintah desa satu titik bisa melayani bebe­rapa kepala kelaurag untuk kawasan pemukiman,”  jelas Sopalauw kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis (9/2) dua tahun lalu.

Ia mengklaim untuk proyek air bersih di Pulau Haruku yakni, di Negeri Kailolo, Pelauw, Naama, Aboru dan Wassu telah selesai dikerjakan.

Tetapi ketika disampaikan bahwa ini bukan pengaduan dan bukti masyarakat belum bisa menikmati air bersih, lantaran jaringan air belum terpasang dan dialirkan ke rumah-rumah masyarakat.

Dia tetap klaim bahwa pekerjaan air bersih hanya sampai pada hidran umum, untuk masuk ke rumah-rumah warga bukan lagi merupakan kewe­nangan pihaknya tetapi PDAM.

Dijelaskan, pekerjaan ini kan dua tahun anggaran yakni tahun 2020 dan 2021.

Ditanya soal sumur bor yang berada di dekat kantor camat Pulau Harukuang tidak bisa digunakan, dirinya mengungkapkan,  untuk pipa kunci pipa sebenarnya sudah dipegang oleh masyarakat.

“Jadi jalur pipa dari bloks ini melewati bloks ini . bagian yang terlewati oleh pipa itu ada di tiang pengatung kuncinya untuk bisa dibuka ambil airnya, dan dikunci lagi.Tidak ada masalah yang terbuang itu karena masyarakat buka,” ujarnya.(S-20)