AMBON, Siwalimanews – Kuasa hukum PT Jakarta Baru dan CV Angin Timur, meminta kepada warga yang bermukim di lahan milik PT Jakarta Baru di kawasan Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, agar segera kosongkan lahan tersebut.

Hal ini disampaikan Yanes Steven Teslatu, selaku kuasa hukum dari kedua perusahaan, kepada wartawan di Kantor Negeri Passo, Kamis (13/4).

Menurutnya, permintaan pengo­songan lahan ini awalnya sudah disikapi dengan baik-baik, bahkan pihak kuasa hukum yang mewakili perusahaan Jakarta Baru dan Angin Timur sudah membangun mediasi bersama warga dari keluarga Per­sunay, yang mengklaim selaku bagian dari pemilik lahan.

“Namun dalam proses mediasi tidak ada titik temu, bahkan mediasi sudah sampai 4 kali. Padahal pihak perusahaan sudah bersedia memberikan ganti rugi kepada warga yang tinggal di objek tersebut,” ungkap Yanes.

Menurut Pengacara Muda ini, karena mereka tidak mau untuk keluar dari objek, pihak perusahaan akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon. sebab, seluruh bukti kepemilikan lahan itu secara hukum sudah dimiliki PT Jakarta Baru.

Baca Juga: Belum Tetapkan Anggaran Pilkada, Dewan Warning Pemprov

“Karena memang dari aspek hukum, kita memiliki bukti-bukti  hukum yang valid menyangkut dengan hak kepemilikan berdasar­kan Hak Guna Bangunan (HGB) dan bukti-bukti surat lainnya,” jelasnya.

Yanes mengaku, terhadap lahan yang sementara dipersoalan warga itu, sebenarnya pihak perusahaan mau melakukan eksekusi, akan tetapi, proses eksekusi itu harus berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Meskipun kita sudah mem­punyai bukti autentik, tetapi proses hukum ke pengadilan harus dija­lankan. Supaya menjadi dasar hukum untuk kita lakukan eksekusi, kalau nantinya putusan pengadilan memihak kepada PT Jakarta Baru,” tandasnya.

Sementara itu, Heis Pesurnay, juru bicara keluarga Pesurnay, kepada wartawan mengatakan, ter­hadap permintaan pengosongan lahan dari PT Jakarta Baru, pihak keluarga Pesurnay secara keras menolak hal tersebut.

Menurutnya, bukti kepemilikan yang saat ini dikantongi pihak perusahaan Jakarta Baru adalah Hak Guna Bangunan (HGB). Dan bukti HGB tersebut tidak bisa mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan eksekusi lahan atau menyuruh kosongkan lahan milik warga yang jelas itu lahan milik warga.

Kata Heins, lahan yang saat ini diklaim milik Jakarta Baru tersebut, sudah bertahun-tahun ditempati keluarga, dan lahan itu dijual ke Perusaan Jakarta Baru tidak melalui kesepakatan bersama ahli waris.

Hein menuturkan, terhadap ahli waris di lahan dengan sembilan (9) potong dati itu, ada empat orang, mereka adalah Dominggus Perusnay, Efradus Pesurnay,Elias Pesunay dan Mariana Pesunay.

“Perlu untuk diketahui lahan itu waktu di jual tidak melalui kesepakatan bersama antara 4 ahli  waris, karena dua ahli waris masing-masing Elias Pesunay, Mariana Pesunay, sendiri yang setuju melakukan transaksi jual beli, sedangkan ahli waris Dominggus Perusnay dan  Efradus Pesurnay tidak pernah mengetahui hal itu, karena itulah sebagai anak dari alm. Dominggus Pesurnay, kami tetap menolak untuk dilakukan pengosongan lahan,”jelas Heins.

Heins menambahkan, secara hukum, bukti kepemilikan lahan yang saat ini dimiliki PT Jakarta Baru itu cacat hukum, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

“Secara hukum bukti-bukti yang dimiliki perusahaan Jakarta baru itu cacat hukum. Dan itu telah kami sampaikan dalam mediasi tadi, yang difasilitasi pemerintah negeri Passo. Jadi pada prinsipnya jika memang Perusahaan Jakarta Baru mau ajukan gugatan ke pengadilan, silahkan saja, nanti kita buktikan di sana,” tandasnya.

Terpisah, Penjabat Kepala Pemerintahkan Negeri (KPN) Passo, Laurens Sopamena, yang ditemui wartawan mengatakan, terhadap persoalan yang dialami kedua belah pihak, pemerintah negeri bersama saniri negeri mencoba untuk memfasilitasi kedua belah pihak untuk mediasi dengan harapan berdamai.

Namun dalam proses itu tidak ada kesepakatan, dan mediasi di nyatakan gagal. Kedua belah pihak bersepakatan menempuh jalur hukum.

“Kita sudah fasilitasi kedua belah pihak untuk mediasi carikan jalan keluar termasuk ada beberapa tawa­ran ganti rugi yang disampaikan pihak perusahaan kepada keluarga Pesurnay,namun  mereka tidak mau, dan akhirnya mediasi itu tidak lagi ada jalan keluar,”ungkap Sopamena.

Karena tak ada jalan keluar, lanjut Sopamena, kedua belah pihak disaksikan pemerintah negeri sudah sepakat tandatangan  berita acara penolakan kesepakan perdamaian dan akan menempuh jalur hukum.

“Sebenarnya saya tidak tega juga melihat hal ini, karena konsekuan­sinya berat dikemudian hari nanti, tetapi itulah, kita tidak bisa in­tervensi sampai ke situ,” ujar Sopamena. (S-08)