Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengali bukti-bukti keterlibatan mantan Walikota Ambon, Rishard Louhenapessy yang diduga mengatur proyek pada sejumlah SKPD di lingkup Pemerintahan Kota Ambon.

RL sapaan akrab Richard Louhenapessy telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Dia bersama dengan pegawai honorer, Andrew E Hehanussa dan kepala perwakilan Alfamidi, Amril.

Satu persatu lembaga anti rasuah tersebut memeriksa para penjabat di lingkup Pemerintah Kota Ambon, mulai dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ambon, Sirjohn Slarmanat, Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy hingga pokja pada Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) di Pemkot Ambon

Dalam pemeriksaan saksi-saksi, tim penyidik KPK menemukan, fakta menarik perihal pengaturan proyek yang dilakukan mantan Ketua DPRD Maluku itu.

Menurut KPK, peran RL, sebutan untuk Walikota dua periode itu, untuk memenangi proyek pada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah, rekanan wajib setor sejumlah uang.

Baca Juga: KPK terus Gali Bukti Proyek Izin Gerai Alfamidi

Sebelumnya pada bulan Mei tercatat sudah 23 saksi diperiksa lembaga anti rasuah tersebut. Selain itu, KPK telah memperpanjang penahanan RL selama 40 hari kedepan yang dimulai dari tanggal 2 Juni hingga tanggal 11 Juli 2022.

Mantan Ketua DPRD Maluku ini ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha retail di Kota Ambon Tahun 2020.

Tersangka RL disangkakan melanggar pasak 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

KPK dalam konstruksi perkara menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2020 RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai 2023 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Selanjutnya, dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka AR sapaan akrab Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Untuk menindaklanjuti permohonan AR ini, kemudian RL memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan.

Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan, RL meminta agar penyerahan uang Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL Rp500 juta yang diberikan secara bertahan melalui rekening bank milik AEH.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para pejabat di Maluku untuk selalu berhati-hati dalam pengelolaan anggaran, tidak menggunakan kekuasaan dan jabatan untuk seenaknya mengatur proyek yang ada.

Aturan harus tetaplah ditegakan, sebagai pejabat harus mampu mengambil kebijakan yang tepat bagi kepentingan masyarakat, dan bukan untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri sendiri.

Langkah KPK membidik kasus ini sangatlah penting, kendati dinilai kecil tetapi korupsi tetaplah korupsi dan wajib hukumnya kita semua sebagai warga negara melawan tindakan yang menguras uang negara.

Tindakan KPK dalam membidik kasus ini sangatlah tepat dan perlu diapresiasi, sehingga para pejabat di lingkup Pemkot Ambon juga diharapkan bisa kooperatif ketika dipanggil untuk diperiksa KPK. Intinya korupsi harus dicegah dan dilawan secara bersama-sama, para pejabat dan kepala daerah haruslah hati-hati mengelola anggaran. (*)