AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku mengeksekusi terpidana kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan Water Front City (WFC) Kota Namlea, Kabupaten Buru, Mu­ham­mad Rid­wan Pat­ti­low, Jumat (13/11). Se­jumlah bu­ro­nan lainnya terus dikejar.

Pattilow tiba dari Jambi sekitar pukul 07.45 WIT, dan langsung dibawa menuju ke Kantor Kejati Maluku.

Ia hanya sebentar di Kantor Kejati Maluku untuk menandatangani sejumlah berkas. Setelah itu, Patti­low langsung digiring ke La­pas Klas II A Ambon oleh tim eksekusi Kejati Maluku dengan mobil tahanan DE 8478 AM.

Pattilow diciduk di Jambi, Rabu (11/11) lalu, oleh tim Tabur Kejak­saan Agung, Kejati Maluku dan Kejati Jambi saat bersembunyi di rumah keluarganya di kawasan Cadas, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi sekitar pukul 10.00 WIB.

Pattilow merupakan konsultan pengawas dari CV Inti Karya. Ia me­nghilang, setelah putusan penga­dilan tingkat banding keluar pada Februari 2020, yang menghu­kumnya lima tahun penjara.

Baca Juga: BPKP Masih Garap Saksi Kasus Lahan PLTG Namlea

Pattilow masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 24 Februari 2020. Ia dibekuk berda­sarkan Surat Kejati Maluku Nomor: R-755/Q.1/Dsp.1/11/2020 tertanggal 6 November 2020.

Kejar yang Lain

Sejumlah buronan kasus tindak pidana korupsi lainnya terus dikejar kejaksaan.

Asisten Tindak Pidana Khusus  Kejati Maluku, M Rudi menghim­bau semua buronan, baik yang berstatus tersangka, terdakwa mau­pun terpidana untuk menye­rahkan diri.

“Kami himbau para buronan koruptor segera menyerahkan diri,” tegasnya, kepada wartawan, Jumat (13/11).

Dia mengatakan, tidak ada tempat yang aman bagi seorang buronan untuk bersembunyi. “Kami akan buru dan tangkap para bu­ronan itu dimanapun mereka bersembunyi,” tandas.

Seperti diberitakan, tujuh orang terpidana yang telah dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO), adalah Jhon Latuconsina, Muhammad Tuasamu, Syarif Tu­harea, Petro Tentua, Yusuf Ruma­toras, Louisa Corputty, dan Jhon Tangkuman. “Masih ada sekitar tujuh orang DPO lagi. Mudah-mudahan mere­ka secepatnya ditangkap,” kata Asisten Intelijen Kejati Maluku, Muji Martopo, kepada wartawan, Jumat (23/10).

Muji mengatakan, tujuh DPO yang kini dalam pengejaran, semua­nya masuk dalam perkara tindak pidana korupsi. “Semuanya berkaitan dengan perkara tipikor. Kita terus mengejar mereka,” tegasnya.

Muji meminta ketujuh buronan agar segera menyerahkan diri secara baik-baik. Sebab, sampai kapan pun, mereka tetap akan dicari.

“Menyerahlah. Karena tidak ada tempat yang aman bagi pelaku ke­jahatan. Mudah-mudahan mereka mendengar dan mau menyerah­kan diri baik-baik itu lebih bagus dari pada kita kejarkejar,” tandasnya.

Untuk diketahui, Jhon Latucon­sina adalah terpidana korupsi da­lam anggaran proyek pengadaan alat-alat laboratorium pengawetan di Politeknik Negeri Ambon 2009. Ia divonis empat tahun penjara oleh MA dan telah menjadi buronan selama delapan tahun.

Kemudian Petro Tentua meru­pakan terpidana korupsi dan TPPU pembelian lahan dan bangunan bagi pembukaan Kantor Cabang Bank Maluku dan Maluku Utara di Surabaya tahun 2014, yang merugikan negara Rp 7,6 miliar. Ia dihukum 6 tahun penjara, dan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selanjutnya, Muhammad Tua­samu dan Syarif Tuharea adalah terpidana kasus korupsi dana reboisasi dan pengayaan hutan pada Dinas Kehutanan Kabupaten Buru Selatan. Keduanya dijatuhi vonis masing-masing satu tahun sepuluh bulan penjara.

Kemudian Louisa Corputty, divonis selama satu tahun penjara dalam kasus tindak pidana korupsi anggaran lomba kompetensi siswa pada Dinas Pendidikan Provinsi Maluku tahun 2009.

Sementara John Tangkuman adalah terpidana korupsi pemba­ngunan konstruksi runway Bandara Moa Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya tahun 2012.

Tangkuman yang merupakan mantan Kadishub Maluku Barat Daya divonis empat tahun penjara, dan denda Rp200 juta, subsider dua bulan kurungan. (S-49)